Gus Baha: Didatangi Malaikat Izrail, Tapi Ndak jadi Meninggal

626 dibaca

KH. Ahmad Bahauddin Nursalim atau lebih dikenal dengan sebutan Gus Baha, sejak kecil sudah mendapat ilmu dan hafalan Al Quran dari ayahnya, KH. Nur Salim Al-Hafidz.

Maka tidak heran apabila Gus Baha menjadi ahli tafsir Alquran. Sehingga sangat diidolakan anak-anak muda atau yang biasa disebut kaum milenial.

Gus Baha merupakan putra dari seorang ulama pakar Al-Qur’an dan juga pengasuh Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an LP3IA yang bernama KH. Nursalim al-Hafizh dari Narukan, Kragan, Rembang, Jawa Tengah ini pernah didatangi Malaikat Izrail (Pencabut Nyawa).

Kisah nyata dari Gus Baha tentang Malaikat Izrail (Pencabut Nyawa) lewat rumahnya. Simak penjelasan Gus Baha sampai selesai, agar kita dapat menambah ilmu dan memperkuat iman kita.

“Ini ada Lek Lukman, saksinya, waktu itu sekitar jam 11, malam Jumat. Saya itu apa benar wali apa ulama. Pokoknya gak terlalu awam banget. Intinya itu gak awam banget, gak mungkin maqom saya seperti Ruhin atau Mustofa, gak mungkin ha..haa..,,” kelakar Gus Baha.

Menurut penjelasan santri kesayangan KH. Maimoen Zubair ini, waktu, ia selesai wudlu.

“Ini cerita gurauan, tapi guraauannya orang sufi tapi nyata,” jelas Gus Baha kelahiran 15 Maret 1970 di Sarang, Rembang, Jawa Tengah ini.

“Yang jelas saya tidak terlalu awam..ini cerita guyon lho, tapi ini nyata… kalau wiridan, saya ini kan gak kuat? ya belajar itu, bakat saya, memang di belajar itu. Kalau pas belajar ya seperti biasanya, hanya pakai kaos, sarungan, kemudian wudlu,” paparnya.

Tidak seberapa lama, kata Gus Baha, setelah kiai muda itu batal itu, ia merasakan krehadiran malaikat israil (malaikat pencabut nyawa).

“Saya kan paham.. Biasanya istri saya kalu tidur itu akkhir, ini kok awal? anak istri sudah tidur semua. di ndalem (rumah) saya tidak ditemanai siapa-siapa. hanya saya, istri dan anak. meskipun saya kiai saya tidak punya santri ndalem (khodam/santri putri yang membantu rumah tangga),” jelasnya.

“Dalam benak saya (batin saya) . Ya Allah, masak saya mati sekarang? Kayaknya kok tidak…haa haaa haa,” kelakae Gus Baha.

Menurut Gus baha, kehadiran malaikat Izrail (malaikat pencabut nyawa yang hadir malam itu membuat ia kaget, dan menimbulkan tanda tanya.

“Ya karena ini gak ada sebab sakit. akhirnya saya putuskan untuk wudlu lagi. Biar saya tungguin saja. kalau sampai subuh saya gak mati, berarti gak jadi? haaa.haaaa,” ujar Gus Baha.

“Saya juga terjaga seperti biasa. ya gak istighfar atau bagaimana. ya PD (percaya diri) saja. Saya itu kalau istighfar gak teralalu sering. Ya PD saja. ini candaan saya lo,..kalian gak usah ikut-ikut. Bercanda kan cerita faktanya, apa adanya, dan gak saya buat-buat,” paparnya.

Tidak berbeda dengan hari-hari biasnya. Aktivitas Gus Baha habis shalat subuh , biasa rutin Membaca Al Quran, namun tidak lama. Llau diteruskan, menyimak santri, kemudian tidur.

“Keyakinan saya saat itu, bikin kaget. Saya tunggu saja, mendekati subuh kok gak mati, berarti gak jadi ini. Ternyata hanya lewat saja. Kemudian jam 5 pagi hp saya nyalakan, saya itu dengan pak leknya Mbah Lukman, adiknya Kiai Maimoen Zubair kemarin itu wafat Jumat jam 06.15,” jelasnya.

“Pak Lek Mbah, Lukman itu teman akrab saya di madrasah. tiap ketemu saya selalu membicarakan kematian. jam 6 lebih seperempat, Ia Meninggal. La iya, malaikat izrail itu kok bikin kaget, itu apa maksudnya lewat depan rumah lagi? haa haaa maksudnya bagaimana malaikat itu haa haa,” papar Gus Baha.

Jadi menurut Gus Baha, berita awal tentang Pak Lek Mbah Lukman setiap kali dengan Gus Baha, senangnya imembahas kematian.

“Dia sudah cuci darah, jadi yakin wafat, kalu sama saya itu sering bahas itu (kematian). Saya tambah yakin..Jadi saya gak awam tulen, ya gak GR tapi gak awam tulen, pokoknya harus syukur laah.. Ditakdir tidak awam tulen.,” jelas Gus Baha yang sejak kecil berda dalam didikan Syaikhina KH.
Maimoen Zubairdi Pondok Pesantren Al-Anwar Karangmangu, Sarang, Rembang. Pondok Al-Anwar tepatnya berada sekitar 10 km arah timur dari rumahnya.

Santri yang Cerdas
Selain menonjol dengan keilmuannya, beliau juga merupakan sosok santri yang dekat dengan kiainya. Dalam berbagai kesempatan, beliau sering mendampingi guru beliau Syaikhina KH. Maimoen Zubair untuk berbagai keperluan.

Mulai dari sekedar berbincang santai, hingga urusan mencari ta’bir dan menerima tamu-tamu ulama-ulama besar yang berkunjung ke al-Anwar. Hingga Gus Baha dijuluki sebagai santri kesayangan Syaikhina KH. Maimoen Zubair.

Dalam sebuah cerita, Gus Baha pernah dipanggil untuk mencarikan ta’bir tentang suatu persoalan oleh Syaikhina. Karena saking cepatnya ta’bir itu ditemukan tanpa membuka dahulu referensi kitab yang dimaksud, hingga Syaikhina KH maimoen Zubair pun terharu dan ngendikan “Iyo Ha’… Koe pancen cerdas tenan” (Iya Ha’… Kamu memang benar-benar cerdas).

Gus Baha juga kerap dijadikan contoh teladan oleh Syaikhina saat memberikan mawa’izh di berbagai kesempatan tentang profil santri ideal. “Santri tenan iku yo koyo Baha’ iku….” (Santri yang sebenarnya itu ya seperti Baha’ itu….) begitu kurang lebih ngendikan Syaikhina.

Selain mengeyam pendidikan di Pondok Pesantren al-Anwar Rembang, pernah suatu ketika ayahnya menawarkan kepada Gus Baha’ untuk mondok di Rushoifah atau Yaman.

Namun Gus Bah’ menolaknya dan lebih memilih untuk tetap di Indonesia, berkhidmat kepada almamaternya Madrasah Ghozaliyah Syafi’iyyah PP Al-Anwar dan pesantrennya sendiri LP3IA.

Setelah ayahnya wafat pada tahun 2005, Gus Baha melanjutkan tongkat estafet kepengasuhan di pondoknya, pondok pesantren LP3IA Narukan.

Saat menjadi pengasuh di pondoknya, banyak santri yang ada di Yogyakarta merasa kehilangan atas kepulangan beliau ke Narukan. Akhirnya para santri pergi sowan dan meminta beliau kerso kembali ke Yogya. Hingga pada akhirnya Gus Baha bersedia namun hanya satu bulan sekali.

Selain menjadi pengasuh di pondoknya dan mengisi pengajian di Yogyakarta, Gus Baha’ juga diminta untuk mengisi pengajian tafsir al-Qur’an di Bojonegoro, Jawa Timur.

Adapun untuk waktunya dibagi-bagi, di Yogya minggu terakhir, sedangkan di Bojonegoro minggu kedua setiap bulannya. Hal tersebut, Gus Baha lakukan secara rutin sejak 2006 hingga sekarang.**(zub/tribJ)