Dua Siswa SD Almadany, Setahun Menabung buat Kurban

176 dibaca

Pada hari raya Idul Adha atau Idul Qurban, menyaksikan umat Islam yang mampu menunaikan ajaran Islam dengan membeli hewan kurban merupakan hal lumrah dalam kehidupan masyarakat. Tetapi, akan menjadi tidak lumrah dan langka jika yang berkurban adalah anak-anak usia belia.

Apalagi, jika uang untuk membeli hewan kurban terkumpul dari upaya keras dan disiplinnya menabung selama setahun.

Inilah yang dilakukan dua siswa Sekolah Dasar Alam Muhammadiyah Kedanyang (SD Almadany) Kec. Kebomas, Gresik:Excel Mahendra Kusuma dan Muhammad Aditya Ludvik Dias. Keduanya masih imut, baru naik kelas 2. Namun, keinginan kuat dan luhur untuk bisa ikut berkurban sendiri, sangat luar biasa. Selasa (20/7/2021) keduanya merasa plong dan bergembira karena niat untuk ikut membeli hewan kurban sebagaimana dilakukan orang tuanya dan kaum Muslimin pada umumnya, terkabul.

Exel, panggilan akrab Exel Mahendra Kusuma dan Adit tercatat sebagai shohibul qurban di kepanitiaan Idul Adha Masjid At-Taqwa/Ranting Muhammadiyah Kedanyang, Kebomas, Gresik. Exel ikut membeli seekor sapi secara secara patungan (tujuh orang per kelompok) dengan nilai Rp 3,5 juta. Sementara Adit berkurban dengan menyerahkan seekor kambing yang dibeli dari tabungannya selama setahun.

Bagaimana kegigihan keduanya dalam merealisasikan niat mulianya untuk ikut berkurban pada Idul Adha tahun ini, berikut penggelan kisahnya.

Jual Sayur dan Rela Tak Jajan

Didampingi keduanya orang tuanya, Bayu Perdhana Mahendra Putra dan Aan Kusuma Wardani, Exel yang kelahiran 8 November 2013 ini mengatakan, keinginan ikut berkurban itu tersulut kebiasaan orang tuanya tiap tahunnya. Hal itu lalu memunculkan empati sosial kepada sesamanya, terutama warga yang tergolong kurang beruntung secara ekonomi.

“Saya ingin berbagi,” kata Exel singkat.

Kepekaan sosial Exel diperkuat oleh asahan pengalaman empiris yang diperolehnya ketika melakukan aksi-aksi sedekah membantu sesama bersama orang tuanya, misalnya membantu keluarga tidak mampu untuk khitan gratis, berbagi kepada kaum duafa, juga secara rutin berbagai nasi bungkus/kotak setiap hari Jumat.

“Apa yang ia saksikan secara langsung sejak kecil itu, rupanya mengasah ketajaman jiwa sosial Exel. Karena itu, tahun lalu ia sampaikan niatnya untuk ikut berkurban dengan cara menabung sendiri. Kami orang tuanya sangat mendukung niat mulia ini,” ujar Bayu, ayah Exel.

Menariknya, niat berkurban itu ternyata tidak nyadhong (meminta) uang khusus kurban kepada orang tua. Ia realisasikan niat dan hajatnya dengan caranya sendiri: menabung dengan terget kelar dalam tempo setahun. Dari mana sumber uangnya? Exel biasa menjual aneka sayuran hasil berkebunnya di pekarangan rumah. Di pekarangan keluarga pencinta alam ini, Exel banyak menanam sayuran, di antaranya lombok, gambas, tomat, juga ada labu putih. Menjualnya tidak ke pasar, tetapi kepada ibu juga neneknya.

“Jiwa bisnis atau wirausaha Exel memang cukup kelihatan. Ada saja yang ia jual kepada saya. Ia pernah menjual cabai atau lombok dengan harga Rp 1.000 per biji. Saya nggak nawar meski terkesan mahal ya. Itung-itung membantu mewujudkan keinginannya ikut berkurban,” kisah sang ibu, Aan Kusuma Wardani.

Ada lagi cara unik yang biasa Exel lakukan untuk menghimpun uang tabungannya. Apa itu? Menjual jasa pijit. Konsumen tetapnya adalah ayah dan ibunya. Tarifnya lumayan, Rp 5.000 sekali pijit dengan durasi sekehendaknya. Putra pertama dari dua bersaudara ini juga kerap mencuci piring sehabis makan. Ia selalu minta ongkos atau imbalan dan langsung ia masukkan tabungan.

“Pokoknya tidak ada yang gratis kalau berhadapan dengan Exel,” ujar Aan Kusuma yang pengusaha katering ini sembari tersenyum.

Genap setahun Exel menabung, ia lalu bilang kepada orang tuanya kalau ingin mendaftar ikut berkurban, lewat sekolahnya, SD Almadany. Dan benar, Senin (19/7/2021), ia menyerahkan hasil tabungannya kepada Ketua Pimpinan Ranting Muhammadiyah (PRM) Kedanyang, Sutrisno dan Ketua Panitia Qurban, Abdul Muntholib. Namanya tabungan anak, uang yang diserahkan beragam, ada yang pecahan ratusan ribu, lima puluh ribu, dua puluh ribuan, bahkan banyak uang recehan logam pecahan seribu dan lima ratusan.

Serahkan Kambing

Berbeda dengan Exel yang menyerahkan uang tabungannya sebesar Rp 3,5 juta untuk patungan seekor sapi, Adit, sapaan akrab Muhammad Aditya Ludvik Dias, memilih hasil tabungannya untuk membeli seekor kambing dan menyerahkan kepa vda panitia. Seperti Exel, Adit juga butuh waktu setahun untuk merealisasikan membeli kambing kurban.

Adit memiliki keinginan ikut berkurban setelah dia melihat ayahnya yang setiap tahun membeli hewan kurban. Rasa “iri” itu lalu memantik jiwa sosial untuk ikut membantu sesama lewat pembagian daging kurban. Untuk merealisasikan niat itu, ia harus rela menabung selama setahun. Konsekuennya, jatah njajan pun harus mengalah demi keinginan kuat untuk bisa ikut berkurban tahun ini.

“Papa terus yang beli, Adit kapan?” ucapnya setengah protes.

“Mana uangnya adit?” tanya Achmad Sholeh, ayah Adit, setengah menggoda.

Merasa mendapat tantangan dari ayahnya, Adit lalu berinisiatif menabung. Ibunya, Tressie Dian Adinda, sangat mendukung keinginan mulia anaknya. Lalu, sang ibu pun membuatkan celengan dengan bertuliskan angka 1-365 (jumlah hari dalam setahun). Setiap hari Adit memasukan uang Rp 10 ribu ke dalam celengan. Tak lupa, ia selalu mencoret angka yang ada pada sampul celengan setiap memasukan uang.

Setelah genap setahun dan uangnya terkumpul Rp 3.650.000, Adit membuka celengan dan menghitung uang yang ada terkumpul. Semula ia ingin ikut patungan untuk membeli seekor sapi. Ternyata untuk pembelian sapi secara patungan sudah penuh, sehingga Adit memutuskan membeli seekor kambing lalu menyerahkannya kepada panitia melalui sekolahnya, SD Almadany.

Ya, kedua siswa sekolah alam ini memang masih belia, baru kelas 2 SD dan usianya baru 8 tahun. Namun, niat mulia untuk bisa ikut berkurban dengan keinginan membantu sesamanya sangat kuat. Sebuah investasi cukup mahal dan membanggakan bagi orang tuanya. Semoga kelak, menyusul banyak Exel dan Adit baru sebagai pribadi mulia dan mewarnai sesamanya.
** (Nur Aini/Eli Syarifah)