Tari Pendet Mengandung Nilai Sakral dan Religius

1,841 dibaca

▪︎Kesakralan Gerakan, Keunikan dan Kontroversi Tari Pendet (3-habis)

SUMBER inspirasi lahirnya tari Pendet adalah sebuah ritual sakral odalan di pura yang disebut mamendet atau mendet. Prosesi mendet berlangsung setelah pendeta mengumandangkan puja mantranya dan dan seusai pementasan topeng sidakarya—teater sakral yang secara filosofis melegitimasi upacara keagamaan. Hampir setiap pura besar hingga kecil di Bali disertai dengan aktivitas mamendet.

Pada beberapa pura besar seperti Pura Besakih yang terletak di kaki Gunung Agung itu biasanya secara khusus menampilkan ritus mamendet dengan tari Baris Pendet. Tari ini dibawakan secara berpasangan atau secara masal oleh kaum pria dengan membawakan perlengkapan sesajen dan bunga.

Aktivitas mendet yang secara etimologis berasal dari mendak ( menyambut) itu, penarinya tak selalu dipersiapkan secara khusus, umumnya dapat dibawakan oleh seluruh partisipan, pria-wanita tua dan muda. Ketika gamelan sudah melantunkan gending papendetan, mereka yang ingin ngayah mendet—menari secara tulus–akan bergantian tampil di halaman suci pura, bisa secara solo, berpasangan, atau juga masal. Seorang kakek dapat dengan penuh semangat membawa sesajen dan bunga menari-nari improvisatoris berinteraksi dengan aksen-aksen gamelan. Seorang nenek renta tak dinyana tiba-tiba bangkit dengan lincahnya berlenggak lenggok dengan ekspresi nan lugu. Para remaja yang masih energik juga sering dapat disaksikan mamendet dengan menari sesungguh-sungguhnya.

Semuanya dilakukan dalam bingkai berkesenian sebagai sebuah persembahan yang bermakna kegirangan menyongsong kehadiran para dewa.

Lewat doa dan persembahan semerbak bunganya, tari Pendet telah merajut harmoni intra dan multikultural. Sebagai seni tari sub kebudayaan Indonesia, tari Bali yang dibawakan kaum hawa itu menjadi jempatan toleransi dalam realita kebhinekaan kita mengapresiasi suatu ekspresi kesenian.

Sebagai sebuah nilai estetik dan kultural Nusantara, tari Pendet telah menyemai komunikasi universal dengan bangsa-bangsa lain yang ber kontribusi pada harkat dan martabat keindonesian kita di mata dunia.

Tari Pendet mengandung nilai-nilai sakral dan religius. Hal itu berkaitan dengan tarian yang awalnya hanya dilakukan di pura-pura Hindu, Bali. Meski tarian ini sering ditampilkan pada gelaran hiburan, namun pelaku seni tetap menjaga nilai sakral dan religi yang ada dalam tarian pendet.

Semua usia yang mempunyai ketulusan menari dapat membawakan tarian pendet. Tari ini dapat dilakukan oleh semua umur, mulai dari anak-anak hingga lansia. Biasanya gerakan penari yang lebih muda akan mengikuti gerakan penari yang lebih tua. Pola gerakan penari tak terbatas, sehingga dapat menyesuaikan ritme musik pengiring.

Mengikuti Perkembangan Zaman

Keindahan gerakan tari pendet dan penggunaannya sebagai tarian ucapan selamat datang membuat seniman Bali bernama I Wayang Rindi mengembangkan tarian ini. Tari pendet dewa yang semula hanya digunakan untuk upacara keagamaan dirombak menjadi seni tari yang ditujukan untuk umum.

Ritme Musik Khas

Gerakan penari pendet selalu sesuai dengan ritme dan tempo musik gamelan. Oleh sebab itu, tarian ini bisa dikatakan ditentukan oleh alunan tabuhan gamelan yang mengiringnya.

Kontroversi Tari Pendet

Tarian ini pernah menjadi kontroversi dan menuai sorotan ketika tampi di acara televisi Enigmatic Malaysia Discovery Channel. Pada acara tersebut, tari pendet di klaim sebagai kebudayaan Malaysia.

Berbagai respon muncul dari masyarakat Indonesia akan perbuatan tersebut, terutama kecaman dari masyarakat Bali. Selain belum ada hak cipta, tari Bali selama ini tidak pernah di patenkan karena mengandung nilai spiritual yang luas dan tidak bisa dianggap sebagai ciptaan manusia atai bangsa tertentu.

Respon Pemerintah Malaysia ketika itu adalah tidak bertanggung akan iklan tersebut karena dibuat oleh Discovery Channel Singapura. Selanjutnya, permintaan maaf dilayangkan oleh kedua negara dan menyatakan bahwa mereka bertanggungjawab penuh atas kesalahan yang telah dilakukan.

Meski permintaan maaf telah disampaikan, kontroversi tari pendet tersebut sempat memicu sentimen anti Malaysia di Indonesia. Oleh sebab itu, sebagai warga negara Indonesia kita wajib menjaga kebudayaan nusantara. Salah satu caranya adalah dengan mempelajari dan memahami kebudayaan dalam negeri agar tidak diambil alih oleh asing.
**(zubi/made s)