Ngaji Gus Baha: Nabi Musa Mencari Lokasi Nabi Khidir

336 dibaca

Dalam suatu pengajian tafsir bersama para jama’ah, Pengasuh Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an LP3IA Kragan, Kabupaten Rembang, Jatenh, KH. Ahmad Bahauddin Nur Salim (Gus Baha) menerangkan tentang kisah kelucuan Nabi Khidir. Berikut penjelasan lengkap Gus Baha:

Manusia itu diberi kemuliaan bisa menguasai alam mulki ya alam malakut. Kok sampai seperti itu? Allah memperlihatkan kamu liyu’lama jalalata qadrika baina makhluqatih.

(ليعلمك جلالة قدرك بين مخلوقته)

Karena Allah memperlihatkan kamu bahwa kamu adalah makhluk terbaik di antara sekian makhluk Allah.

Jadi, manusia itu menjadi satu-satunya makhluk yang bisa menerangkan alam mulki dan bisa menerangkan alam malakut.
Yang dimaksud manusia di sini adalah Nabi Muhammad Saw, malaikat, Nabi Ibrahim, kemudian Nabi Idris.

Nabi Idris itu kabarnya mencari sandalnya di surga. Belum waktunya masuk surga, tapi hanya ingin melihat saja.

Menurut cerita-cerita israilliyat setelah melihat surga, sudah waktunya turun tapi sandalnya dibuang satu. Akhirnya mencari  sandal tidak ketemu dan di surga sampai sekarang.

Cerita-cerita israilliyat itu parah. Makanya, di kitab-kitab itu nabi yang masih hidup adalah Khidir dan Nabi Idris, kemudia Nabi Isa.
Kalau Nabi Isa memang disepakati karena dalam hadis shahih disebutkan bahwa beliau masih di langit.

Nabi Khidir itu juga mengetahui alam malakut. Oleh sebab itu bisa mengetahui seorang anak sebagai calon orang kafir. Sebelum dia kafir, lalu dibunuh.

Nabi Musa bertanya, “Kenapa engkau bunuh anak ini?”

“Aku tahu catatannya kalau nanti anak ini mati kafir.”

“Lah kamu kalau membunuh anak kecil sebelum menjadi kafir, apa kamu tahu catatannya?”

Nabi Khidir itu membunuh karena mengetahui catatannya. Lha kamu, tidak tahu kan? Tidak tahu catatannya kok membunuh.
Nabi Khidir ditanya, kenapa kok dibunuh? Bagaimana alasannya?

وَاَمَّا الْغُلٰمُ فَكَانَ اَبَوَاهُ مُؤْمِنَيْنِ فَخَشِيْنَآ اَنْ يُّرْهِقَهُمَا طُغْيَانًا وَّكُفْرًا

Dan adapun anak muda itu, kedua orang tuanya mukmin, dan kami khawatir kalau dia akan memaksa kedua orang tuanya kepada kesesatan dan kekafiran.
(Q.S. Al-Kahfi: 80)

Jadi, Nabi Khidir sudah mengetahui catatannya kalau anak itu besok mati kafir. Nah, orang tuanya sangat sayang, kalau sampai anaknya tetap hidup kafir, orang tuanya yang beriman bisa terpengaruh menjadi kafir.

Lah kamu tahu catatannya? Tidak tahu. Jika tidak tahu, tidak perlu mengikuti Nabi Khidir. Nabi Musa kalah dalam pertemuan itu. Tiga kali pertemuan Nabi Musa kalah. Ketika pergi, kata Nabi Khidir,

“Ya Kalimallah, Anda sesuai syariat Anda.”

Nabi Musa tetap tenang,
“Aku tidak bakal mengikuti aturanmu, aku juga punya aturan sendiri, kamu juga punya aturan sendiri.”
Bukan kok Nabi Musa malah berkata,
“Aku akan meniru kamu.”
Makanya, terakhir pertemuan itu Nabi Khidir berkata,
“Ya Musa, kamu memiliki ilmu yang aku tidak tahu, tapi aku punya ilmu yang kamu tidak tahu.”
Jadi satu-satu bukan berarti Musa kalah dengan Khidir.

Nabi Khidir disuruh memerintah Bani Israil pasti meriang (tidak kuat). Biasa menyendiri di laut, jalan-jalan disuruh memimpin Bani Israil ya kaget, “waduh”.

Nabi Khidir itu jalan-jalan di pinggir laut, tapi bukan di Parangtritis. Hehehe

Nabi Khidir berada di laut majma’al-bahrain. Di situ dia senang duduk di  farwatin khudra. Farwah itu semacam karpet atau selimut. Pokoknya senang berselimut hijau.

Tidak tahu siapa namanya tapi banyak orang mengatakan Balya bin Mulkan. Tidak pernah kenalan tapi tahu namanya.

Namanya Balya. Tahu-tahu, berhubung suka warna hijau-hijau, Nabi Muhammad menyebut ‘Khodhir’. Kemudian di lidah orang Jawa menjadi Khidir, karena suka hijau-hijau.

Pekerjaannya jalan-jalan. Ketika disalami kaget,

“Assalamu’alaikum” beliau tidak menjawab waalaikumussalam.
“Kok ada manusia di sini.”
Nabi Khidir itu lucu…

Jadi, pertama Nabi Musa salam “Assalamualaikum”, tapi jawabnya Nabi Khidir, wa anna bi ardhi salam (dari manakah salah yang kamu ucapkan)?

Di kitab-kitab Bukhori tidak menjawab waalaikumussalam, tapi Wa anna bi ardhika salam?

“Lho kok ada yang salam kepadaku, padahal aku di alam lain.” Terus waalaikumussalam.

“Ana Musa (saya Musa).”
Nabi Musa ya GR, maksudnya ‘aku Musa’ beliau yakin kalau dirinya populer.

“Aku Musa, makanya bisa salam di sini.”

Jika melihat hadis tersebut, orang biasa terlihat susah bertemu Nabi Khidir. Karena kalau ketemu orang bingung,

“Lho kok bisa ketemu aku”. Hehehe

“Aku Musa.”
Nabi Khidir bertanya, “Musa Bani Israil?”

Beliau pengalaman, Musa ada macam-macam.  Kalau Musa penjual bakso repot. Hehehe..

Jadi Nabi Khidir masih heran. Iya kan? Di hadist shahih,

“Apa Musa yang terkenal Musa Bani Israil?”

“Ya, aku Musa Bani Israil.”

“Ada apa kok ke sini?”

“Aku pidato di Bani Israil, ada orang bertanya man a’lamunnas (siapa manusia paling pintar?)”

Nabi Musa jujur saja, tidak ada yang melebihi beliau.

“Ana (saya)!”
Allah tidak terima. Tidak mengembalikan ilmu kepada-Nya. Seharusnya kan berkata wallahu ‘alam. Hitung-hitung sopan, pokoknya tidak berkata seperti itu.

Tapi, Nabi Musa tidak salah.  Kan tidak mungkin di Bani Israil ada yang lebih alim dari Nabi Musa. Akhirnya jujur saja, man a’lamunnas? Jawabnya, ana.

Setelah khutbah, Allah berfirman:

“Ora sa, aku jek duwe kawula seng alim, ora kowe tok (Tidak Sa, aku masih punya hambah yang alim. Tidak hanya kamu)..!!”

Nabi Musa tidak terima, nabi Musa bertanya,

“Bisa bertemu dengannya, Gusti?”

“Bisa,” jawab Allah.

Akhirnya Nabi Musa mengajak anak muda bernama Yusa’ bin Nun.

Nabi Musa itu seorang nabi, pikiran pertama ketika mau berpergian itu membawa sarapan.
Karena mau pergi jauh, membawa bekal atau sarapan berupa ikan bakar. Allah itu ya punya seni.

“Nah, alamatnya (tanda-tanda ada Nabi Khidir) di mana, Gusti?” tanya Musa.

“Pokoknya bawa saja ikanmu ngalor ngidul, jika nanti ikanmu lari ya itu (alamatnya),” jawab Allah.

Ketika sudah berjalan jauh, kecapekan. Nabi Musa bertanya ke Yusa’ bin Nun, “Sa’, aku lapar, mau makan!”

“Waduh Nabi Musa, ikannya sudah lari (hilang),” jawab Yusa’.

Nabi Musa itu lucu namanya juga tetap seorang manusia. Beliau sudah mengetahui, ikan tersebut menjadi tanda, jika ikannya hidup maka berarti ketemu Nabi Khidir.
Hanya saja, beliau ingat ikan bukan karena itu, tapi karena lapar dan ingin makan. Jadi lucu kan. Hehehe

فَلَمَّا جَاوَزَا قَالَ لِفَتٰىهُ اٰتِنَا غَدَاۤءَنَاۖ لَقَدْ لَقِيْنَا مِنْ سَفَرِنَا هٰذَا نَصَبًا

Maka, ketika mereka telah melewati (tempat itu), Musa berkata kepada pembantunya, ‘Bawalah kemari makanan kita; sungguh kita telah merasa letih karena perjalanan kita ini’.
(Q.S. Al-Kahfi: 62)

Padahal ikan dibuat tanda kok mau dimakan. Yusa’ ya sama saja, sudah diberitahu,
“Sa’ ikan ini dijaga, kalau lari berarti di situ ada Nabi Khidir.”
Ketika ikannya lari, Yusa’ hanya diam saja. Hehehe

Setelah itu Nabi Musa berjalan, malah berjalan lagi. Ketika berjalan sudah jauh, Nabi Musa bertanya,

“Ikannya mana?”

“Sudah lari tadi,” jawab Yusa’

Nabi Musa Marah,
“Kenapa tidak bilang!?”

“Lupa…”

“Kok bisa lupa…?”

“Setan mungkin yang memberi lupa.”

Akhirnya mereka kembali. Ketika kembali di situ, mereka melihat Nabi Khidir hanya duduk-duduk di atas farwatin’ khudroh.

“Assalamu’alaikum,” Nabi Musa ucap salam.

Nabi Khidir tidak langsung menjawab salam,

“Kok di sini ada salam ya?”

Nabi Khidir itu lucu.

“Aku Musa.”

Nabi Khidir masih  bertanya lagi,

“Musa Bani Israil?”

“Iya.”

Dalam kisah itu, lagi-lagi Nabi Musa bisa menembus alam malakut karena Nabi Khidir berada di alam malakut.
Nabi Khidir juga bisa menembus, buktinya bisa membaca catatan bahwa anak kecil itu akan mati kafir.

Manusia itu karena tinggi derajatnya, bisa menguasai alam mulki dan alam malakut. Tapi tentunya bukan orang seperti kita ini. Kita menguasai uang saja sudah bagus. Tidak perlu repot-repot yang penting salat.
**(iqra)