UNIKNYA CINJO ATAU SONJO

545 dibaca

▪︎Tradisi Ramadhan Orang Lamongan (3-Habis)

▪︎LAMONGAN-POSMONEWS.COM,-
Cinjo yaitu tradisi yang biasa dilakukan kepada saudara kita yang lebih tua. Tradisi ini hanya bisa kamu temukan di Kabuten Lamongan Selatan. Cinjo sendiri berupa bahan pokok makanan atau bahan makanan yang sudah dimasak matang kemudian, sesuai perkembangan zaman cinjo bisa berupa bahan makanan mentah biasanya terdiri dari beras, gula, ikan, dan minyak goreng.

Sedangkan cinjo dengan bahan makanan yang sudah matang biasanya dengan memberikan serantang yang berisi nasi dan lauknya, ciri khas lauknya disini yaitu menggunakan sayur lodeh dengan ikan yang berukuran besar.

Cinjo biasanya dilakukan jelang pesta perkawinan atau khitanan ke sejumlah orang (kerabat dekat, tetangga, ataupun sahabat) dari seseorang yang hendak menyelenggakan hajatan.

Warisan budaya ini masih dipertahankan oleh sebagian masyarakat Jawa, khususnya bila suatu keluarga akan mengadakan hajatan. Adapun pengiriman makanan tersebut sebagai isyarat atau mengandung arti ‘pemberitahuan’ dan sekaligus ‘undangan’ untuk kelak menghadiri hajatannya.

Namun tradisi Cinjo juga berlaku pada Bulan Ramadhan jika puasa menapak pada sepuluh hari terakhir. Bagi orang Jawa, di Lamongan atau mungkin di daerah lain, mereka akan selalu rutin melakukan tradisi Cinjo ini. Acara selamatannya sendiri macam-macam, tapi seringnya adalah mengantarkan makanan-makanan atau kalau dalam bahasa setempat disebut Berkat ke keluarga atau famili dekat.

Di Lamongan misalnya, tradisi Cinjo ini dilakukan oleh keluarga yang dalam urutannya termuda pada orang yang lebih tua. Misalnya yang dilakukan oleh Ny. Titik Hariati (40), warga Baturono, Kecamatan Sukodadi, Lamongan ini bertutur harus melakukan Tradisi Cinjo, atau memberi hantaran berupa sembako pada keluarga yang lebih tua.

Ia, memberi hantaran itu pada kakak-kakaknya, mertu, paman atau bibinya dan juga famili yang dianggap punya urutan lebih tua.

“Iya benar mas, kalo saya dan suami yang disebut urutan keluarga lebih muda ini harus mengirim hantaran berupa Cinjoan pada yang lebih tua dan pinisepuh.
Hantaran itu bisa berupa beras, gula, kopi, minyak, ikan, dan buah-buahan,” tuturnya.

Hantaran berupa sembako ini sebenarnya sebagai pengganti makanan Cinjoan, karena di jaman dahulu sudah berupa makanan nasi, lauk bumbu bali dengan ikan bandeng atau kutuk (ikan khas Lamongan, red) dan buah pisang. Namun di era modern akhirnya tradisi hantaran makanan yang sudah matang ini diganti dengan bahan-bahan makanan pokok atau sembako agar bisa lebih tahan lama.

Hal yang sama juga dilakukan Ny. Ayu Diana (37), warga Karangbinangun ini mengaku Cinjo ke keluarga dan sanak familinya bisa sampai menghabiskan uang sebesar 1,5 juta. Ini karena dalam urutan keluarga, ia tergolong yang paling muda, sedangkan di silsilah keluarganya termasuk keluarga besar.

Hanya saja bab penyebutan kata Cinjo di wilayah Bonorowo, Lamongan Utara dikenal dengan nama Sonjo.

Satu tradisi namun beda istilah itu terjadi di wilayah Kecamatan Deket, Karangbinangun, Glagah yang disebut Bonorowo. Cinjo diidentikan Sonjo (dalam Bahasa Indonesia berarti bertamu atau berkunjung) adalah suatu tradisi dan kearifan lokal dalam wujud perilaku sosial.

Sonjo merupakan bagian dari kebudayaan Jawa yang masih dipegang teguh oleh sebagian besar masyarakat Etnis Jawa, baik yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Tengah ataupun Jawa Timur.

Tradisi sonjo juga dikenal sebagai tradisi bertamu atau silaturahmi yang memiliki banyak fungsi sosial, kerohanian, bahkan juga dapat menjaga keberlangsungan tradisi-tradisi lainnya yang ada di dalam masyarakat.

Tradisi ini lebih banyak terdapat di daerah pedesaan dibandingkan di perkotaan, hal ini dikarenakan masyarakat desa masih menjaga nilai-nilai kekeluargaan dan kolektivitas.

Sonjo tidak harus acara formal, acara non-formal pun bisa menjadi sonjo, karena prinsip sonjo pada dasarnya adalah bertamu dan berkumpul. Acara silaturahmi di Desa Pakel, Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur ini adalah salah satu contohnya.

Sebagai sebuah tradisi dan budaya yang berbasis pada kearifan lokal, sonjo memiliki banyak sekali manfaat, terutama dalam hal kehidupan bermasyarakat. Bahkan, sonjo bisa menjadi medium baru yang lebih efektif untuk melakukan rekonsiliasi guna menyelesaikan berbagai macam konflik, karena sonjo adalah tradisi yang penuh dengan kebersamaan, solidaritas, dan tentunya cinta kasih.

Adapun menurut Kiai Gondrong Gus Luqman Rahmatullah, Cinjo sebagai tradisi khas dan unik. Menurutnya tradisi Cinjoan juga sama sekali bukan klenik, magis, dan sebagainya, tapi justru cara orang-orang Jawa menghormat bulan Ramadan.

Khususnya mulai hari ke 21 Ramadhan biasanya ditandai dengan hilangnya witir dalam rangkaian sholat tarawih. Umumnya witir akan dilaksanakan khusus pada malam hari atau yang disebut Maleman. Nah, biasanya keesokan harinya sudah mulai banyak orang yang akan mengirimkan hantaran sedekah agar meraih berkah.

Mulai hari ke 21 adalah awal dari sepuluh terakhir bulan Ramadhan, dan menurut orang-orang, ini adalah hari dimana seseorang bisa mendapatkan pahala dibebaskan dari api neraka (inkum minannar kalau dalam bahasa Arab). Makanya dilakukan hantaran-hantaran agar semakin berkah dan diampuni.

“Tujuan lain dari selamatan ini adalah sebagai jembatan untuk meraih yang namanya Lailatul Qadar. Nah, untuk membantu mendapatkan hal tersebut maka kemudian dilakukanlah tradisi selamatan ini. Sebenarnya tujuannya tak secara pasti ditujukan untuk memudahkan mendapatkan Lailatul Qodar, tapi banyak orang yang berharap dengan adanya selamatan ini ia dipermudahkan untuk itu,” kata Gus Luqman.
**(DANAR SP)