MENOLAK MITOS PERKAWINAN TERLARANG BAGI ORANG LAMONGAN

239 dibaca

▪︎Kisah Panji Laras Liris dan Putri Kediri (1)

LAMONGAN-POSMONEWS.COM,-. Ada mitos perkawinan terlarang antara seorang pria Lamongan dengan seorang putri yang berasal dari daerah lain. Salah satunya adalah yang berasal asal dari Kediri, konon yang diyakini oleh sebagian orang ajan membawa petaka. Bagaimana asal usulnya menurut cerita rakyat?

Mitos itu pula yang akhirnya melahirkan tradisi lamaran yakni seorang lelaki Lamongan jika akan menikah maka calon istrinya harus melamar ke calon suaminya itu.

Bab perkawinan terlarang antara Lamongan dan Kediri dimulai sejak zaman dahulu kala di Jawa Timur kira-kira pada tahun 1640 masehi. Di Lamongan, kala itu diperintah oleh adipati yang sangat berwibawa dan tangguh bernama Raden Panji Puspa Kusuma.

Sang Adipati Lamongan, trah Raja Majapahit ke- 14 Hayam Wuruk ini mempunyai putra kembar yang sangat rupawan dari perkawinannya dengan putri Sunan Pakubuwono XI Raja Surakarta Adiningrat. Kedua putranya itu diberi nama Panji Laras dan Panji Liris yang artinya seorang putra bangsawan yang tampan mempesona.

Syahdan Panji Laras dan Panji Liris yang berkelana hingga di Kadipaten Kediri yang saat itu diperintah Ki Ageng Wirosobo yang masih trah Raja Airlangga. Kebetulan, Adipati Kediri ini juga mempunyai dua putri bernama Dewi Andansari dan Dewi Andanwangi.

Pertemuan dua putri Kediri ini menumbuhkan rasa cinta kepada Pangeran Panji Laras dan Panji Liris. Sehingga untuk menuruti putrinya Ki Wirosobo harus mengirim utusannya untuk melamar putra adipati Lamongan.

Singkatnya lamaran diterima tapi dengan syarat Dewi Andansari dan Dewi Andanwangi harus membawa dua genuk yang terbuat dari sela cendhani Dan diisi air hingga penuh. Juga harus membawa dua kipas yang terbuat dari sela cendhani juga. Dan mereka harus membawanya sendiri.

Syarat diterima, akhirnya rombongan Kediri datang ke Lamongan. Tapi saat perjalanan harus menyeberang Kali Lamong, dua putri Kediri itu harus menyingkap kain yang dipakainya sehingga tersingkap dan terlihat betisnya.

Hal yang dilihat oleh Panji Laras dan Panji Liris dari seberang sungai. Kaget dan malu karena betis putri itu (maaf : berbulu lebat). Karena peristiwa memalukan itu Panji Laras Liris membatalkan rencana lamaran dan menolak putri Kediri.

Rombongan Dewi Andansari dan Dewi Andanwangi marah karena lamaran dibatalkan, panas hati mereka. Mereka merasa dilecehkan dan dihina dengan sangat buruk. Prajurit Kediri pun berhadapan dengan prajurit Lamongan yang dipimpin oleh Ki Sabilan yang diutus adipati Panji Puspa Kusuma untuk mendampingi Panji Laras dan Liris.

Dalam peperangan itu Ki Sabilan gugur, namun pasukan Kediri pun dapat terpukul mundur oleh Panji Laras Liris. Hal ini membuat Dewi Andansari dan Dewi Andanwangi kecewa, dan akhirnya suduk salira (bunuh diri, red) .

Ki Ageng Wirosobo murka hingga ia mengerahkan kembali pasukannya menggempur kadipaten Lamongan. Nah, di pertempuran kedua ini Panji Laras dan Panji Liris akhirnya gugur.

Adipati Panji Puspa Kusuma berduka putra kebanggaannya gugur dengan cara yang mengenaskan. Tali persaudaraan antara Lamongan dan Kediri pun terputus. Dan secara tiba-tiba adipati Panji Puspa Kusuma meneriakan sebuah kalimat seperti kutukan. Bahwa seumur-umur laki-laki Lamongan terlarang menikah dengan putri Kediri jika tidak ingin celaka!

Terhadap mitos sakral ini sudah berangsur-angsur luntur di zaman sekarang. Namun masih ada sebagian masyarakat yang tetap kukuh dengan keyakinan itu.

Budayawan dan sejarahwan lokal, Wong Agung Lamongan, mengakui mitos itu tetap ada. Kini kedua genuk dan kipas yang dibawa oleh Dewi Andansari dan Dewi Andanwangi sampai sekarang berada di halaman masjid Agung Lamongan, sebelah barat Alon-alon kota Lamongan. Sebuah keyakinan kalau Putra Lamongan tidak boleh menikah dengan putri Kediri pun saat ini masih dipercaya bahkan sebuah tradisi pihak perempuan lebih dulu melamar pihak laki-laki pun banyak terjadi di Lamongan. Nama Dewi Andansari Andanwangi dan nama Panji Laras Liris pun menjadi nama sebuah jalan di Lamongan.

Sedangkan makam Ki Sabilan, pejuang yang membela Panji Laras Liris masih sering diziarahi saat hari jadi kota Lamongan

“Mitos itu ada, tapi jangan takut karenanya. Ada cara menolaknya, yakni si pasangan jangan membuat rumah atau bertempat tinggal di Kediri atau Lamongan. Bisa di daerah lain, Insya Allah selamat, bahagia dan langgeng hingga kaken ninen, ” tegas Wong Agung.**(DANAR SP)
(bersambung)