Sunan Gunungjati Menolak Ditunjuk Menjadi Raja Mesir

519 dibaca

▪︎POSMONEWS.COM,-
SUNUN GUNUNGJATI atau Syarif Hidayatullah merupakan jajaran Walisongo yang dilahirkan di Mesir, 1448 M, wafat di Cirebon, tahun 1568 M.

Sunan Gunungjati merupakan cucu putra Rara Santang atau Syarifah Mudaim putra Prabu Siliwangi dengan Sultan Syarif Abdullah (Raja Mesir). Syarifah merupakan putri dari Prabu Siliwangi.

Ketika berusia 20 tahun, ditunjuk menggantikan ayahnya menjadi Raja Mesir. Namun ditolaknya, dan diserahkan kepada adiknya Syarif Nurullah. Kecintaannya kepada ilmu yang mendorongnya untuk terus berguru kepada ulama besar Mesir. Setelah mumpuni ilmu agamanya, ia pun pulang ke Cirebon, Jawa Barat, melanjutkan cita-cita gurunya, Syekh Datul Kahfi untuk mendirikan pesantren.

Banyak kisah tak masuk akal dikaitkan beliau. Diantaranya pernah mengalami perjalanan spiritual bertemu Rasulullah SAW, Nabi Khidir, dan menerima wasiat Nabi Sulaiman. (Babad Cirebon Naskah Klayan hal.xxii). Ia merupakan Walisongo yang memimpin sebuah pemerintahan.

Dalam dakwahnya, beliau memanfaatkan pengaruhnya sebagai putra Raja Pajajaran. Ia membangun infrastruktur jalan menghubungkan antarwilayah. Bersama putranya, Maulana Hasanuddin, ia juga melakukan ekspedisi ke Banten.

Beliau juga sering bermusyawarah dengan anggota Walisongo di Masjid Demak. Dari pergaulan dengan Sultan Demak, akhirnya ia mendirikan Kesultanan Pakungwati dan memproklamirkan diri sebagai raja dengan gelar Sultan.

AJARAN dan KAROMAH

AJARAN

“Gegunem sifat kang pinuji. Aja ilok gawe lara ati ing wong. Ake lara ati ing wong, namung saking duriat. Aja ilok hawe kaniaya ing makhluk. Aja ngagungaken ing salira. Aja ujub ria suma takabur. Aja duwe ati ngunek.”

Artinya:
(Milikilah sifat terpuji. Jangan suka menyakiti hati orang lain. Jika disakiti orang, hadapilah dengan cinta kasih. Jangan menganiaya sesama makhluk. Jangan mengagungkan diri sendiri, sombong, takabur, dan memiliki sifat dendam).

“Den hormat ing wong tua. Den hormat ing leluhur. Hormaten, emanen, mulyaken ing pusaka. Den welas asih ing sapapada. Mulyaken ing tetamu.”

Artinya:
(Menghormati orang tua, leluhur, sayangi dan muliakan pusaka. Jadilah orang saling menyayangi sesama manusia. Dan, menghormati tamu).

KAROMAH

Suatu malam Sunan Gunungjati sehabis shalat di atas perahu, ia tertidur nyenyak. Tanpa sadar perahunya terbawa arus ke Cina, setiba disana ia membuka praktek pengobatan islami. Orang-orang diajak salat berjamaah, setelah salat, orang yang sakit mendadak sembuh. Sejak itu, banyak warga Cina memeluk Islam. Bahkan seorang menteri Pai Lian Bang menjadi pengikut setianya.

Melihat kejadian itu, Kaisar Cina marah. Kaisar memanggil Sunan Gunungjati ke istana, dia akan menipu Sunan Gunungjati. Kemudian, kaisar menyuruh dua anak gadisnya yang kembar bernama Ong Tien dan Ong Hien untuk berdandan seperti orang hamil.

Kaisar berkata;
“Bila tuan memang betul memiliki ilmu sakti, tebaklah siapa diantara mereka yang sedang hamil”.

Setelah berdoa sang sunan menjawab;
“Ong Hien lah yang sedang hamil”.

Medengar jawaban itu kaisar tertawa, kaisar mengira Sunan Gunungjati telah tertipu, setelah dicek ternyata benar, Ong Hien sedang mengandung.

Kaisar kebingungan dan malu atas perbuatannya. Akhirnya, kaisar berjanji memeluk agama Islam, serta memohon agar Sunan Gunungjati bersedia menikahi Ong Tien. Lalu sunan menerima dan kembali ke tanah Jawa.

PENINGGALAN SITUS

1. Masjid Agung Sang Cipta Rasa di kompleks Keraton Kasepuhan, Cirebon, Jawa Barat. Masjid ini merupakan masjid tertua di Cirebon, dibangun sekitar tahun 1480 M. Kata “Sang” bermakna keagungan, “Cipta” berarti dibangun, dan “Rasa” berarti digunakan.

2. Adzan 7 orang muadzin dilakukan bersamaan di Masjid Agung Sang Cipta Rasa Cirebon yang dibangun tahun 1480 ini.

3. Gentong tempat minum di Masjid Sang Cipta Rasa

4. KERETA SINGA BARONG merupakan kereta kencana Sunan Gunungjati. Kereta ini dipergunakan setiap tanggal 1 Syawal.

REKONSTRUKSI SECARA FISIK

1. Adzan 7 Orang:

Di Masjid Agung Sang Cipta Rasa Cirebon, adzan dikumandangkan 7 orang muadzin secara bersamaan memang tak lazim. Biasanya adzan dilakukan oleh satu orang muadzin.

2. KERETA SINGA BARONG:

Merupakan kereta kencana milik Sunan Gunungjati. Kereta ini dipergunakan setiap tanggal 1 Syawal.

3. Kentongan dan Bedug:

Bunyi “tong…tong..tong” memiliki arti masjid ijeh kotong (masjid masih kosong), sedangkan bedug berbunyi” deng…deng..deng…dor…dor…” artinya masjid ijeh sedeng (masjid masih muat). Bedug dan kentongan peninggalan Sunan Gunungjati sebagai penanda memasuki waktu salat.
**(tim posmo)