“Ayo Podo Ngelengno, Sesok Nak Akherat Isok Kumpul Maneh”

319 dibaca

• Mengenang Sosok KH. Ahmad Maimun Adnan Pendiri Ponpes Al Islah, Gresik, Jatim (2-habis)

BERMULA dari keinginan beberapa santri untuk menimba ilmu keagamaan, berguru dan mengaji kitab kuning (at-Turaath al-Islamy) kepada KH. Ahmad Maimun Adnan secara sorogan dengan sistem halaqah secara sederhana. Pengajian halaqah ini kemudian terus berkembang dari tahun ke tahun, begitu juga dengan jumlah santri yang mengaji.

Semakin banyak santri yang menetap atau mondok dan mengaji di tempat KH. Ahmad Maimun Adnan, semakin tidak memadai tempat tinggal atau asrama pondokan untuk para santri.

Mendirikan Ponpes Al Ishlah

Dengan semangat menuntut ilmu keagamaan dalam rangka Tafaqquh fi ad-Diin dan semangat berkorban dan berjuang Li i’laa Kalimatillah meninggikan kalimah Allah, maka atas inisiatif para santri, mereka mendirikan gubuk gubuk sederhana atau pondokan sederhana di sekitar rumah KH. Ahmad Maimun Adnan, supaya dapat menetap dan mondok serta menimba ilmu keagamaan dari sang kiai.

Melihat perkembangan pengajian halaqah yang sedemikan rupa, para santri berinisiatif untuk mengadakan musyawarah diantara mereka, intinya bahwa mereka memerlukan wadah atau pondok pesantren yang dapat digunakan sebagai tempat pendidikan dan pengajaran yang berkualitas dalam rangka Tafaqquh fi ad-Diin dan sebagai tempat berjuang Li i’laa i Kalimatillah meninggikan kalimah Allah.

Keinginan para santri tersebut bahwa mereka memerlukan wadah pondok pesantren sudah bulat dan bahwa pendirian pondok pesantren sudah merupakan suatu kebutuhan.

Dengan niatan tulus ikhlas dan mencari ridha Allah, para santri itu kemudian sowan dan matur kepada KH. Ahmad Maimun Adnan, bahwa mendirikan pondok pesantren sebagai tempat pendidikan dan pengajaran sudah merupakan suatu kebutuhan guna meningkatkan mutu dan kebaikan dalam menuntut ilmu pengetahuan.

Setelah mendengar penjelasan para santri bahwa mendirikan pondok pesantren sudah merupakan suatu kebutuhan guna mencapai yang lebih baik, akhirnya KH. Ahmad Maimun Adnan, menyetujui mendirikan pondok pesantren sebagaimana keinginan para santri tersebut.

Sebagai catatan bahwa pada waktu itu, KH. Ahmad Maimun Adnan, adalah Ketua Yayasan Pondok Pesantren Qomaruddin, Bungah, Gresik. Pada tahun 1962, beliau bersama teman-teman beliau mendirikan Madrasah Tsanawiyyah Assa’adah Bungah, kemudian menyusul mendirikan Madarasah Aliyah Assa’adah Bungah.

Beliau juga yang mempunyai inisiatif dan gagasan serta menjadi pioneer yang mempelopori pendirian Perguruan Tinggi (STAI) Qomaruddin Bungah. Sebagai orang yang masih mempunyai hubungan keluarga dengan Mbah Kiai Qomaruddin, beliau selalu mengajarkan untuk memberikan sesuatu yang baik kepada masyarakat, memberikan kontribusi yang manfaat kepada masyarakat dan berjasa, tetapi jangan minta jasa dan mengharapkan penghargaan.

Setiap berjasa, pasti akan mendapatkan jasa dan penghargaan dengan sendirinya.
Itulah sebagian dari kontribusi dan jasa yang pernah diberikan oleh KH. Ahmad Maimun Adnan, di dalam dunia pendidikan dan pengajaran. Sebagai ketua Yayasan Pondok Pesantren Qomaruddin, Bungah, Gresik, dan karena memang di Bungah sudah berdiri Pondok Pesantren Qomaruddin.

Sebelum mendirikan Pondok Al Ishlah, KH. Ahmad Maimun Adnan, sowan kepada KH. M. Sholih (Mbah Sholih) waktu itu sebagai pemangku Pondok Pesantren Qomaruddin, Bungah. Beliau mengutarakan niatnya dan keinginan para santri yang mengaji di tempat beliau untuk mendirikan pondok pesantren.

Setelah mendengar penjelasan dari KH. Ahmad maimun Adnan, KH. M. Sholih menyetujui pendirian pondok pesantren digagas oleh KH. Ahmad Maimun Adnan, guna saling melengkapi dan dapat melakukan sinergi di dunia pendidikan dan pengajaran di Desa Bungah.

Akhirnya pada tahun 1982, secara resmi Pondok Pesantren Al Ishlah berdiri di Desa Bungah, Kecamatan Bungah, Kabupaten Gresik, Jawa Timur. Pondok Pesantren Al Ishlah merupakan kerabat dan keluarga dari Pondok Pesantren Qomaruddin Bungah, meski masing masing mempunyai karakter dan kepribadian sendiri sendiri.

Selain kegiatan-kegiatan yang telah disebutkan di atas, KH. Ahmad Maimun Adnan, juga aktif mengisi beberapa pengajian rutin di antaranya:

Majelis Ta’lim di Dusun Dimoro Desa Babakbowo secara umum pada waktu itu di tahun 1965 kehidupan beragama di Kabupaten Gresik sangat terpengaruh oleh situasi politik pasca peristiwa G-30 S/PKI 1965.

Secara psikologis, akibat dari peristiwa itu keadaan sosial budaya masyarakat di daerah-daerah juga tertekan. Di daerah ini pun mulai menggalakkan kegiatan-kegiatan keagamaaan dengan cara mengadakan pengajian yang diisi oleh KH. Ahmad Maimun Adnan.
Dimulai dari pukul 16.00 sampai habis salat Maghrib, kitab yang diajarkan adalah Terjemahan dari Kitab Sulam Safinah. Kitab Sulam Safinah karya Syekh Salim bin Abdullah bin Saad bin Sumair Al-hadhrami dipilih oleh KH. Ahmad Maimun Adnan, guna memperkenalkan dasar-dasar agama Islam.

Diawali dengan pembahasan seputar tauhid, mencakup pembahasan sifat-sifat Allah SWT. Dan diakhiri dengan pembahasan tentang hal-hal yang tidak membatalkan puasa ketika masuk kedalam anggota tubuh.

Pengajian Bulanan Kitab Kuning (untuk umum) di Pondok Pesantren Al Ishlah.

KH. Ahmad Maimun Adnan Wafat

Faktor usia tidak lagi muda menjadikan KH. Ahmad Maimun Adnan, mengurangi aktivitas beliau berdakwah di luar atau pun di Pondok Pesantren Al Ishlah. Ketika itu tepatnya hari Minggu, 1 Februari 2015, KH. Ahmad Maimun Adnan, mengalami sakit dan harus diinfus karena beliau tidak mau makan dan tidak mau minum mengakibatkan gula darah beliau turun seketika.

Padahal sebelumnya beliau masih mengajar ngaji kitab di beberapa tempat, salah satunya pengajian kitab Al-Hikam yang diminta oleh para santri dan alumni, ketika itu KH. Ahmad Maimun Adnan, bercerita bahwa beliau mendapatkan ijazah dari KH. Abdul Hadi, dan Syekh Masduki Lasem bahwa KH. Ahmad Maimun Adnan boleh mengajar kitab Al-Hikam jika usia beliau sudah menginjak 40 tahun.

Beliau juga berpesan kepada para santri dan para alumni untuk ikut menjalankan ijazah dari dua guru beliau, jika ingin mengajar kitab Al-Hikam, mereka juga harus pada usia 40 tahun. Pengajian itu adalah pengajian kitab kuning terakhir KH. Ahmad Maimun Adnan, sampaikan kepada para santri dan alumni.

Pada hari Senin 16 Februari 2015 pukul 17.00 kondisi beliau semakin kritis, suhu tubuhnya sudah semakin dingin dan pukul 22.25 WIB, KH. Ahmad Maimun Adnan, dinyatakan wafat dalam usia 82 tahun.

Sebelum KH. Ahmad Maimun Adnan wafat, beliau berpesan kepada kedua putri tertuanya, yaitu Ibu Hj. Hakimatuz Zahidiyah dan Ibu Hj. Hatimah Maknunah bahwa;

“Sesungguhnya semua peninggalan dunia tidak akan pernah dibawa mati, hanya sifat arif, lapang dada dan sifat kekeluargaan yang akan diperhitungkan. Ndue dulur akeh, dunyo ojok digae rebutan. Lak isok podo ngelengno mas, mbak lan adek ayo podo ngelengno, Ben sesok nak akherat isok kumpul maneh”.

Sepeninggal KH. Ahmad Maimun Adnan, istafet kepemimpinan Ponpes Al Ishlah, dilanjutkan putranya KH. Ahmad Thohawi Hadin (Gus Mad), hingga sekarang ini, Ponpes Al Ishlah terus berkembang.**(zi)