WAFATNYA 9 AKTIVIS DAN MENAFSIR DATA COVID-19 YANG ANEH

417 dibaca

• Denny JA

“Bang, ini daftar teman teman kita aktivis yang wafat kena Covid-19. Semuanya wafat di bulan Juni- Juli 2021, ketika puncaknya.”

“Setiap hari saya menangis.”

Teks ini saya dapat dari teman aktivis di Japri. Ia acap memberi kabar apa yang terjadi di dunia aktivis. Termasuk ketika Ia ingin memberi bantuan vitamin dan sembako untuk kawan kawan aktivis yang sedang kekurangan.

Saya baca nama aktivis dan kapan mereka wafat. Total sembilan orang:

– Juli Nugroho, wafat
21 Juni 2021
– Wiwik Sriwiasih, wafat 25 Juni 2021
– Chairilsyah, wafat 5 Juli 2021
– Dedy Mawardi, wafat 7 Juli 2021
– Joko Restu, wafat 10 Juli 2021
– Munif Laredo, wafat 10 Juli 2021
– Fahmi Harahap, wafat 10 Juli 2021
– Himawan Sutanto, wafat 12 Juli 2021
– Srie Mulyasari, wafat 17 Juli 2021

Saya kenal pribadi sebagian dari mereka. Terutama Juli Nugroho.

Bulan Mei 2019, ketika Ibu saya wafat, Juli Nugroho termasuk teman dekat yang mendampingi saya. Ia datang mulai dari rumah duka di Jakarta. Lalu Ia lanjut ke luar kota ke pemakaman San Diago, Kerawang, Jawa Barat.

Masih terngiang, kata yang Juli ucapkan ketika Ia melihat saya menangis deras sekali melepas Ibunda tercinta. Nafas saya tersengal.

“Bro, anda sudah beruntung. Anda sudah melakukan ekstra usaha untuk ibunda. Semua teman-teman anda tahu. Kami bahkan cemburu dengan usaha anda untuk Ibu. Ikhlaskan bro.”

Sungguh saya tak tahu ketika Juli Nugroho terkena Covid-19. Ia tinggal di kota lain.

Saya cek lagi WA di japri. Juli juga tak berkabar soal penyakitnya.

“Cepat sekali Juli itu wafat, Bung.” Itu saya peroleh dari teman lain. “Ia hanya kena 3-5 hari sebelumnya. Teman teman baru mau bergerak, eh Ia sudah wafat.”

Setelah Ibu saya wafat, beberapa kali Juli bertandang ke kantor. Kapanpun Ia ke Jakarta, Ia selalu sempatkan menjumpai saya.

Saya lihat lagi list itu. “Waduh. Banyak juga teman teman aktivis yang wafat. Semua di bulan Juni- Juli 2021.”

-000-

Saya pun membaca data Covid-19. Memang ada keanehan di sana. Keanehan data itu perlu ditafsir.

Tanggal 3 Juli 2021, Jawa- Bali menerapkan PPKM darurat. Ini istilah lain dari PSBB dan sejenis lock-down.

Diberitakan saat ini yang terpapar harian, kasus baru, covid-19 sebanyak 28 ribu orang. Disebutkan dalam berita itu. Jumlah ini adalah yang terbesar dalam sejarah pandemik di Indonesia. (1)

Lalu semua kita di Jawa Bali melakukan Working From Home 100 persen. Hanya pekerja usaha esensial yang boleh bekerja di luar rumah.

Apa yang terjadi kemudian? Sebelas hari setelah kita semua berdiam di rumah saja, data yang terpapar Covid-19, kasus baru harian, justru bertambah banyak.

Tanggal 14 Juli 2021, yang terpapar harian justru di atas 50 ribu orang. Indonesia sejak saat itu dianggap kasus harian saat itu yang tebesar di dunia. (2)

New York Times yang terbit tanggal 17 Juli membuat berita besar. “Pandemics Has New Epicenter: Indonesia.”

Bagaimana menafsir data aneh di atas? Ketika semua kita tinggal di rumah, 11 hari kemudian, yang tarpapar virus corona malah bertambah hampir dua kali lipat. Dari 28 ribu menuju 50 ribu per hari?

-000-

Dengan mengasumsikan data di atas akurat, data yang sebenarnya, penjelasan keanehan data itu hanya mungkin disebabkan oleh dua hal.

Pertama: periode inkubasi. Riset menunjukkan bahwa ada jarak antara seseorang yang terkena virus Covid-19 dengan gejala penyakit yang muncul ke permukaan.

Itu disebut periode inkubasi. Jika seseorang seolah-olah tak terkena virus, belum tentu ia benar- benar bebas virus. Sangat mungkin Ia berada dalam masa inkubasi. Gejala sakitnya baru akan muncul di kemudian hari.

Berdasarkan hasil riset, masa inkubasi itu terjadi antara hari kedua setelah tertular hingga hari ke empat belas. Sebesar 99 persen kasus terjadi pada periode ini.

Sangat mungkin ketika kita semua di Jawa Bali melakukan Work From Home, sebagian kita sebenarnya berada dalam masa inkubasi.

Akibatnya dua hal sekaligus. Pertama, kita tak tercatat sebagai yang terpapar sebelum PPKM 3 Juli.

Setelah PPKM dimulai, masa inkubasi selesai, dan kita menunjukkan gejala sakit. Akibatnya kita terhitung sebagai yang terpapar, setelah 3 Juli 2021.

Ini bisa menjelaskan mengapa setelah PPKM 3 Juli 2021 yang terpapar malah bertambah hampir dua kali lipat.

Kedua, terjadi penularan cluster keluarga. Justru karena kita tidak pergi kemanapun, hanya 100 persen Working From Home, masalah itu muncul.

Sebagian kita ketika mengurung diri di rumah saja sejak 3 Juli 2021, kita sudah membawa virus Covid-19. Itu tak kita rasakan karena kita berada dalam tahap inkubasi.

Terjadilah penularan cluster keluarga. Justru di era PPKM sejak tanggal 3 Juli itu, seorang Ibu atau Ayah menularkan Covid-19 kepada anak-anaknya.

Atau penularan dari anak ke orang tua. Atau dari kakak ke adik, dari adik ke kakak.

Jika ia punya supir atau pembantu, mungkin dari supir, pembantu kepada keluarga.

Data yang anehpun bisa dimengerti.

-000-

Teman yang mengirim list 9 aktivis yang wafat karena Covid-19 kembali mengirimkan pesan di WA jaringan pribadi.

“Bang, aktivis A sedang dibawa ke RS XXX. Tapi di sana sudah kehabisan tabung oksigen.”

“Malam ini (kemarin) satu lagi aktivis wafat karena Covid-19.”

Sementara di grup WA sesama teman SMA tahun delapan puluhan tak kalah sedih.

“Kita akan buat webinar soal Isoman. Teman teman SMA kita banyak yang wafat karena Covid-19. Bahkan ada yang wafat ketika Isoman. Ikut ya karena siapa tahu pada waktunya kita atau keluarga kita harus isoman. Kita perlu tahu panduan isoman.”

Wah saya kembali terdiam. Ini era ketika di banyak WA grup kabar duka wafat atau sakit kena Covid-19 ada dimana- mana. ***

Juli 2021

Catatan

(1). Ketika PPKM dimulai 3 Juli 2021, yang terpapar harian 28 ribu orang

https://nasional.kompas.com › u…Web resultsUPDATE 3 Juli: Kasus Baru Covid-19 Hampir 28.000 …

(2) Setelah 11 hari PPKM, Working From Home, yang terpapar harian justru naik ke angka di atas 50 ribu per hari.

https://health.detik.com › covid-…Web resultsCOVID-19 RI Tembus 50 Ribu Sehari, Sudah …