Estetika Pemakaian Wig dalam Peradaban Mesir Kuno

118 dibaca

“Wig, pewarna rambut dan ekstensi rambut telah eksis dan menjadi fashion sejak peradaban Mesir Kuno.”

Kebersihan dan estetika menyatu dalam salah satu benda paling khas yang digunakan oleh orang Mesir kuno yaitu wig. Benda ini dikenakan oleh pria dan wanita untuk melindungi kulit kepala dari kerasnya iklim Mesir yang panas dan juga berfungsi sebagai aksesori kecantikan yang canggih.

Berkat beberapa sumber, seperti sejarawan Yunani Herodotus yang hidup pada abad ke-6 SM, kita mengetahui beberapa aspek tentang kebersihan dan kebiasaan orang Mesir kuno. Seperti fakta bahwa baik pria maupun wanita biasa mencukur bulu wajah dan tubuh.

Baik pria maupun wanita kerap melakukan perawatan rambut yang berbeda. Mulai dari diwarnai, dipotong, dikepang dan masih banyak lagi. Akan tetapi, sesuatu yang sangat akrab bagi kita dalam hal pakaian dan gaya rambut adat di Mesir kuno adalah meluasnya penggunaan wig dengan berbagai macam bentuk, ukuran dan desain.

Dikutip dari Nationalgeographic.co.id
dalam konteks ini, Joann Fletcher, seorang ahli Mesir Kuno di University of York, Inggris, telah melakukan studi terperinci tentang wig di Mesir kuno (Proyek Ornamen Kuno di University of York). Untuk studi ini dia mengandalkan kolaborasi dari ahli tata rambut bersejarah Filippo Salamone.

Para peneliti telah menganalisis teknik kuno untuk membuat benda-benda berharga ini yang dikombinasikan dengan keterampilan penata rambut Mesir kuno tak terbantahkan, tentu menghasilkan wig dengan kualitas yang sangat baik.

Wig dan ekstensi di Mesir kuno sangat berkaitan. Menurut Fletcher, rambut manusia sangat penting di Mesir kuno baik bagi orang kaya maupun miskin dari kedua jenis kelamin karena sebagai sarana ekspresi diri.

Akan tetapi, peneliti telah dapat memverifikasi bahwa gaya rambut itu lebih dari sekadar ekspresi selera pribadi. Wig tidak hanya memungkinkan rambut ditata dengan sempurna, tetapi juga berkontribusi pada kebersihan pribadi yang lebih baik.

Menurut hasil penelitian Fletcher, faktanya wig melindungi kulit kepala yang dicukur dari kerasnya iklim Mesir dan pemakainya menjaga kepala mereka tetap dingin dan aman dari kutu, hama yang mengganggu dan kuno. Hal tersebut bisa dibuktikan pada mumi seorang pria yang dimakamkan di Abydos sekitar lima ribu tahun yang lalu.

Kondisi iklim Mesir yang panas dan kering sangat cocok untuk pelestarian alami jaringan lunak tubuh setelah kematian, termasuk kuku, kulit dan rambut. Dengan cara ini, berkat pelestarian rambut di banyak tubuh, para sarjana dapat mengamati bagaimana orang Mesir kuno mengatur dan menghiasi rambut mereka.

Orang Mesir kuno tidak berbeda jauh dari kita dalam aspek tertentu yang berkaitan dengan gaya rambut. Misalnya, ada bukti arkeologis tentang penggunaan, setidaknya sejak 3400 SM, ekstensi rambut dan pewarna.

Di lain sisi, terdapat pula bukti bahwa rambut dipotong dengan bilah yang sangat tajam sejak 3400 SM. Kebanyakan orang Mesir menggunakan ekstensi rambut untuk “mengisi” celah yang tersisa di kulit kepala karena rambut rontok, untuk menyembunyikan rambut yang rapuh atau hanya untuk membuat kepangan alami tampak lebih subur.

Orang Mesir kuno menyukai kepang, dan mungkin itu sebabnya salah satu bentuk ekstensi yang disukai adalah rambut yang dikepang. Beberapa menampilkan desain yang sangat rumit untuk menambah panjang dan gaya.

Misalnya, rambut coklat bergelombang Putri Meritamun telah diisi di sekitar mahkota dengan kepang yang melimpah. Dia juga dimakamkan seperti banyak wanita kelas atas, yaitu dengan duplikat kepang.

Sedangkan untuk isian bagian dalam rambut palsu, seringkali dibuat dengan serat kurma, dan dapat memberikan volume lebih besar. Contohnya pada rambut palsu seremonial, seperti yang ditemukan di Deir el-Bahari, milik para pendeta dari Dinasti Kedua Puluh Satu.

Meski memakai wig, orang Mesir kuno juga ingin menyembunyikan uban di rambut alami mereka. Untuk mencapai ini mereka biasanya menggunakan pewarna rambut. Produk yang digunakan untuk mewarnai rambut adalah henna nabati dan memberikan warna kemerahan pada rambut.
Terkadang rambut dicat setelah kematian. Hal ini membuktikan bahwa orang Mesir kuno menganggap rambut sebagai satu lagi bentuk seni yang mereka takdirkan.**(ika)