Tahun 1619 Tuban Diserang Mataram

686 dibaca

Legenda Berdirinya Kota Tuban, Jawa Timur (3)

Lalu, di manakah makam Raden Harya Wilatikta? Raden Harya Wilatikta dimakamkan di bagian pelataran makam induk Sunan Bonang dan keempat tokoh Tuban yang dianggap dekat dengannya.

“Jadi, dapat diterima keempat bupati yang dimakamkan dengan Sunan Bonang di atas adalah para bupati yang masih erat dengan pengaruh para wali khususnya Sunang Bonang” (Suwardjan dan Siti Alfiah,1987:21).

Bupati ke-9: Kyai Ageng Ngraseh

Pengganti Raden Haryo Wilatikta adalah menantunya yaitu Kyai Ageng Ngraseh yang juga  putera adipati ke-6, Raden Haryo Dikara. Lama pemerintahannya ± 40 tahun.

Bupati ke-10: Kyai Ageng Gegilang

Sepeninggal Kyai Ageng Ngraseh, jabatan adipati Tuban digantikan oleh puteranya bernama Kyai Ageng Gegilang. Lama pemerintahannya ± 38 tahun.

Bupati ke-11: Kyai Ageng Batabang

Pengganti  Kyai Ageng Gegilang adalah Kyai Ageng Batabang. Lama pemerintahannya ± 14 tahun.

Bupati ke-12: Raden Haryo Balewot

Adipati Tuban ke-12 adalah putera Kyai Ageng Batabang bernama Raden Haryo Balewot. Beliau dikaruniai dua putera yaitu Pangeran Sekartandjung dan Pangeran Ngangsar. Lama pemerintahannya ± 56 tahun.

Bupati ke-13: Pangeran Sekartandjung

Raden Haryo Balewot kemudian digantikan putera sulungnya bernama Pangeran Sekartandjung. Adipati ke-13 ini mengalami nasib tragis karena meninggal di tangan saudara kandungnya yaitu Pangeran Ngangsar.

Pada waktu Pangeran Sekar Tanjung Sholat Jum’at di masjid dalam posisi rukuk Pangeran Sekar Tanjung ditikam dari belakang oleh adiknya sendiri yaitu Pangeran Ngangsar. Pangeran Ngangsar dalam mimpinya mendapat wasiat maka dengan senjata keris yang bernama “Kyai Layon” ditikamlah Pangeran Sekar Tanjung.

Pangeran Sekar Tanjung menjadi adipati selama ±22 tahun. Pangeran Sekartandjung dikarunia dua putera yaitu Pangeran Haryo Permalat dan Haryo Salempe. Namun, pada waktu ayahnya meninggal dunia keduanya masih kecil/masih muda.

Bupati ke-14: Pangeran Ngangsar

Setelah berhasil membunuh saudaranya,  Pangeran Ngangsar menjadi adipati Tuban ke-14. Lama pemerintahannya hanya ± 7 tahun.

Bupati ke-15: Pangeran Haryo Permalat

Sepeninggal Pangeran Ngangsar, penggantinya adalah Pangeran Haryo Permalat.  Adipati Tuban ke-15 ini adalah menantu Sultan Pajang, Raden Djaka Tingkir. Pangeran Haryo Permalat memang berseteru dengan Penguasa Mataram yaitu Panembahan Senapati.

Selama pemerintahannya, Tuban pernah diserang oleh Mataram yaitu pada tahun 1598 dan 1599. Namun, serangan-serangan Mataram itu gagal karena Tuban pada waktu itu mempunyai pertahanan sangat kuat. Lama pemerintahannya ± 38 tahun. Beliau mempunyai seorang putera bernama Pangeran Dalem.

Bupati ke-16: Haryo Salempe

Ketika Pangeran Haryo Permalat mangkat, yang menggantikannya adalah  Haryo Salempe yang juga putera dari adipati ke-13. Hal ini disebabkan, Pangeran Dalem masih kecil. Lama pemerintahannya ± 38 tahun.

Bupati ke-17: Pangeran Dalem(1614-1619)

Berakhirnya pemerintahan Adipati Haryo Salempe, yang menggantikannya adalah  Pangeran Dalem. Pada tahun 1619, Tuban diserang oleh Mataram. Terjadi pertempuran sengit yang mengakibatkan Benteng Kumbakarna jatuh ke tangan musuh.

Siasat penyusupan kekuatan Mataram ke dalam tubuh pemerintahan Tuban berbuah kemenangan Mataram atas Tuban. Hal ini mengakibatkan  Pangeran Dalem harus menyingkir ke Bawean. Istri Pangeran Dalem bernama Kumalarena juga meninggal di Bawean.

Sepeninggal istrinya, Pangeran Dalem menuju ke  Rajekwesi, Bojonegoro sampai mangkat dan dimakamkan di Kadipaten, Bojonegoro. Mengapa Pangeran Dalem justru menuju ke Bojonegoro yang begitu dekat dengan Tuban?

Ternyata salah satu alasan yang masuk akal adalah karena Pangeran Dalem mempunyai saudara bernama R. Ayu Djamus yang sangat berpengaruh di Bedander, Bojonegoro.

Makam Buyut Dalem berada di dalam sebuah cungkup yang terawat dengan baik. Namun, di samping makam utama tersebut bersemayam pula seorang tokoh wanita pujaan hati Buyut Dalem bernama Srihuning yang mendapat julukan  Mustika Tuban karena semangatnya “labuh tresna sabaya pati”.

Bersumber dari keterangan pihak Dinas Pariwisata Kabupaten Bojonegoro dan dua orang juru kunci makam Buyut Dalem, “Di makam ini selalu diadakan semacam sedekah bumi yaitu jatuh pada setiap hari Rabu Wage, bulan September. Kegiatan ritual ini diawali pada hari Rabu Pahing dengan “mayu alang-alang” yaitu mengganti atap cungkup yang terbuat dari alang-alang. Selain itu juga dilakukan penggantian pasir yang ada di dalam makam.”

Di dalam buku Kumpulan Cerita Rakyat Daerah Bojonegoro (2003:20) dijelaskan: “Payon cungkup saka makam Pangeran Dalem saben tahun ajeg didandani (saka alang-alang), nanging sing ngerjakake sawijinging nom-noman lan kudu kramas dhisik. Sing ngresiki platarane kudu tandhak, nanging ora oleh diganggu.”

Artinya: “Atap cungkup dari makam Pangeran Dalem setiap tahun selalu diganti baru (dari alang-alang), namun yang mengerjakan adalah seorang pemuda dan harus keramas terlebih dahulu. Yang membersihkan pelatarannya harus seorang tandak, akan tetapi dia tidak boleh diganggu.”

Kegiatan ritual utama jatuh pada hari Rabu Wage. Kegiatan yang dilakukan adalah sedekah bumi dengan menggelar uyon-uyon dan langen tayub di sekitar makam.

Bupati ke-18: Pangeran Podjok

Terusirnya Pangeran Dalem dari singgasana Kadipaten Tuban menandai pergantian garis keturunan penguasa Tuban yakni dari garis keturunan Kyai Ageng Papringan ke tangan garis keturunan Mataram.
(zi/berbagai sumber)