Ponpes Al-Furqon Cabang Lamongan Dibakar

252 dibaca

Kasus pembakaran Pondok Pesantren (Ponpes) Al-Furqon Muhammadiyah Cabang Laren, Kabupaten Lamongan,  Jumat (8/1/2021) lalu, mendapat tanggapan serius dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur (Jatim). MUI meminta polisi agar mengusut tuntas tersebut.

Pembakaran Ponpes Al-Furqon diduga dilakukan secara sengaja dan bermotif provokasi. Ketua Umum MUI Jatim, KH. Hasan Mutawakkil Alallah mengatakan, dalam kasus ini aparat kepolisian harus segera hadir dan menindak tegas pelaku pembakaran. Sebab, bisa jadi pembakaran tersebut bermotif provokasi untuk menimbulkan ketidakharmonisan umat beragama, khususnya di Kabupaten Lamongan.

“Jadi, pada prinsipnya, kejadian seperti ini harus diantisipasi. Sebab, pembakaran ini bisa mengancam harmonisasi,” kata KH Hasan Mutawakkil Alallah, Senin (11/1/2021).

Dia menduga, pembakaran itu diduga dilakukan secara sengaja. Apalagi sudah  terjadi sebanyak dua kali. Anehnya, yang menjadi sasaran pembakaran, kata dia, hanya tempat sepatu dan sandal. Bukan gedung pondok pesantren maupun asrama.

“Dari sisi agama, jelas perbuatan itu (pembakaran) adalah perbuatan zolim dan tidak dapat dibenarkan. Sejumlah organisasi masyarakat di Lamongan, baik Muhammadiyah maupun Nahdlatul Ulama (NU) juga telah meminta agar polisi hadir dan mengusut kasus tersebut,” kata Mutawakkil.

Diketahui, dalam aksi pembakaran pada Jumat (1/1/2021), yang menjadi sasaran adalah asrama santri laki-laki. Kejadian yang kedua, pada Jumat (8/1/2021), yang dibakar asrama santri putri.

Sasarannya sama, yakni rak sepatu, sepatu serta puluhan timba untuk mencuci pakaian para santri. Peristiwa tersebut terjadi di saat para santri sedang melaksanakan salat Jumat.

Kejadian ini sudah dilaporkan ke Polsek Laren dan Polres Lamongan. Sejauh ini belum diketahui siapa pelaku pembakaran tersebut, apakah satu orang atau lebih, termasuk motifnya. Polisi agak kesulitan mengungkap kasus ini lantaran tidak ada saksi dan tidak ada petunjuk seperti kamera pengintai.

Sebelumnya, Wakil Sekretaris PW Muhammadiyah Jawa Timur (Jatim), Biyanto mendesak aparat kepolisian segera menangkap pelaku pembakaran. Dia juga meminta  aparat kepolisian untuk membuka garis polisi atau police line di sekitar lokasi pembakaran. Sebab, pihaknya berencana melakukan perbaikan. Dengan begitu, proses pembelajaran bisa kembali dilakukan.

“Pondok pesantren tidak bisa melakukan pembelajaran daring karena keterbatasan fasilitas,” katanya.

Saat ini, sebagian besar berada di rumah orang tuanya. Banyak santri yang masih trauma akibat asrama mereka dibakar. Bagi yang trauma, akan mendapatkan pendampingan trauma healing dari Universitas Muhammadiyah (UM) Sidoarjo.

“Para santri masih trauma kembali ke pondok. Mereka khawatir ketika di pondok dan sedang istirahat, asrama mereka kembali dibakar,” kata Biyanto.(DANAR SP)