Ekskavasi Situs Pendem Tahap 4 Dilanjutkan

203 dibaca

Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jatim kembali melanjutkan ekskavasi tahap keempat di Situs Pendem. Penggalian berlangsung hingga 18 November 2020. Tujuannya, memperluas bentuk candi.

Arkeolog BPCB Jawa Timur, Wicaksono Dwi Nugroho menuturkan, situs pandemi terletak di Desa Pendem, Kecamatan Junrejo, Kota Batu, merupakan sisa banguan candi yang memiliki pondasi bangunan bata berukuran 7,5 meter x 7,5 meter, yang tersusun dari 6 lapis bata, dengan dimensi bata penyusun berukuran panjang 35 sampai 36 cm, lebar 25 sampai 26 cm dan tebal 9 sampai 10 cm.

Sementara bentuk bangunan memiliki arah orientasi 103 derajat dari arah utara kompas. Pada bagian tengah bangunan ditemukan konsentrasi tumpukan bongkah-bongkah batu-batu andesit yang kemudian menyulitkan proses ekskavasi.

Namun saat batu-batu tersebut diangkat, pada kedalaman 1 meter dari tanah permukaan ditemukan lubang sumuran berbentuk bujur sangkar berukuran 2,1 m x 2,1 m. Konsentrasi batu-batu andesit pun masih menutup lubang sumuran hingga ke dalam.

Seperti dilansir detikcom, pada lubang sumuran di kedalaman 1,80 meter ditemukan batu peripih di tengah sumuran, yang dikelilingi perkerasan bata di sekelilingnya sebagai dasar landasan sumuran. Peripih berbentuk bujur sangkar dengan panjang 49 cmx 48 cm, memiliki lubang tengah berukuran 15 cm x 15 cm dengan kedalaman lubang 38 cm.

“Terdapat juga bekas cuilan di sisi timur lubang peripih yg menandakan bahwa tutup peripih ini pernah dibuka paksa untuk mengambil isi dari peripih,” kata Dwi, Minggu (15/11/2020).

Sebagai sesaji, peripih pada candi biasanya berisi lempengan emas yang bertuliskan mantra, batu mulia, biji-biji, sisa arang. Bukti bahwa sumuran ini pernah digali juga tampak dari bekas lubang pada dinding sisi timur dari sumuran yang rusak berbentuk lingkaran dengan diameter 80 cm.

Sementara pada bagian dasar sumuran ditemukan cukup banyak pecahan perunggu yang telah mengalami patinasi. Belum diketahui bentuk dan fungsi dari pecahan-pecahan logam tersebut.

Wicaksono mengatakan, ekskavasi yang menggunakan anggaran dari Pemkot Batu bertujuan untuk mencari bentuk, keluasan dan fungsi dari struktur bata yang telah nampak dari hasil kegiatan ekskavasi tahap sebelumnya.

Dalam ekskavasi sebelumnya, kata Dwi, ditemukan beberapa pecahan tembikar dari beberapa wadah berhias, seperti bejana, tempayan, dan vas. Ditemukan cuma pecahan mulut botol kaca, yang diduga berasal dari masa kolonial.

“Temuan ekskavasi berupa peripih kali ini, semakin menguatkan dugaan sebelumnya yang memperkirakan bahwa struktur bata kuno yang berada di Situs Pendem ini merupakan sisa bangunan candi, yang telah runtuh,” tegasnya.

Menurut Dwi, satu hal cukup menarik adalah keberadaan candi di Situs Pendem tidak terdeteksi dalam catatan masa Hindia-Belanda tentang tinggalan purbakala di Indonesia, yaitu Rapporten Oudhe-inkudig Commisie op Java en Madoera (ROC) pada awal 1900 dan di dalam Oudheidkundg Verslag (OV) pada 1920.

“Kedua sumber laporan itu hanya memuat keberadaan yoni dan nandi di Pendem, tapi tidak menyebut adanya candi,” ungkap Dwi.

Namun dari sumber sejarah lain, yaitu catatan perjalanan seorang asal Belanda yang bernama JI Van Sevenhoven, disebutkan bahwa telah menjelajah Malang pada 1812.

Dalam sumber tertulis, JI Van Sevenhoven melintasi kebun kopi di Naya saat bernama Dinoyo, dan kemudian melintasi Alu, kemungkinan saat ini dikenal sebagai Ngelo.

“Setelah dari Alu, JI Van Sevenhoven berlanjut ke Kaling yang kini menjadi Sengkaling. Setelah dari Kaling, Sevenhoven kemudian menyeberangi Sungai Brantas dan menjumpai adanya candi. Namun dalam catatan Sevenhoven tidak menyebutkan nama candi tersebut,” terang Dwi.

Perkiraan kemudian memunculkan bahwa bangunan candi di Situs Pendem diduga kuat merupakan bangunan candi yang disebut dalam Prasasti Sangguran yang menurut catatan Verbeek pada tahun 1836 ditemukan di Ngandat, Mojorejo, Kota Batu.

Letak Ngandat dengan situs Pendem hanya berjarak 1 KM, yang kedua lokasi ini dipisahkan oleh Sungai Brantas. Prasasti Sangguran berangkat tahun 850 saka atau 928 masehi, menyebutkan tentang sebuah candi I Sang Hyang Prasada Kabhaktyan ing sima Kajurugusalyan ing Mananjung.

Wicaksono menambahkan, berdasarkan sumber sejarah dan bukti arkeologis, bangunan candi di Situs Pendem masih berdiri hingga tahun 1812. Akan tetapi tahun 1900-an, bangunan candi tak ditemukan kembali.

“Dengan demikian, bangunan candi di lokasi ini, sepertinya sengaja di pendam dengan bongkah batu-batu andesit dan tanah di antara tahun 1812-1900,” imbuhnya.

Sementara temuan koin bertuliskan ‘Nderland Indie 1825’, dan koin bertuliskan ‘Java 1810’, serta pecahan mulut botol yang ditemukan diantara tatanan bata saat ekskavasi memperkuat dugaan tersebut.

“Sepertinya peristiwa itu pun terekam dalam memori masyarakat dan kini menjadi nama desa, yaitu Desa Pendem,” pungkas Dwi.(**)