Para Sinden Menangis Setelah Laksanakan Pesan Ki Seno

682 dibaca

Tangis para pengrawit dan sinden pecah saat jenazah Ki Seno Nugroho diberangkatkan ke makam Semaki Umbulharjo, Jogja, Rabu (4/11) siang. Sebelum proses keberangkatan sang dalang wayang kulit nan fenomenal itu, para pengrawit dan sinden memainkan Gending Ladran Gajah Seno.

Sesuai permintaan Ki Seno, apabila meninggal pengin diantar dengan gending Jawa itu ke tempat peristirahatan terakhir.

Gending mulai dimainkan saat prosesi pemberangkatan jenazah. Suara gamelan berpadu dengan suara sinden yang tergabung dalam Margo Laras. Sesaat usai pemberangkatan jenazah, gending berhenti berkumandang berganti suara tangis.

“Tentang iringan gending, baru tahu dari teman-teman di Margo Laras. Cerita dua tiga tahun lalu saat gending bunyi, Ki Seno kirim pesan ke grup. ‘Kalau saya meninggal tolong diiringi dengan gending ini’. Namun, saat itu tidak terpikirkan karena mendoakan agar tidak kejadian seperti itu,” kata komposer Gending Ladran Gajah Seno, Joko Porong ditemui di kediaman rumah duka Dusun Gayam, Argosari, Sedayu Bantul, Rabu (4/11) pagi.

Gending Ladran Gajah

Seno sendiri tercipta tiga tahun lalu. Gending ini awalnya menjadi pengiring saat Ki Seno Nugroho istirahat di tengah mendalang. Tujuannya agar tak ada celah kosong selama sang dalang mengistirahatkan tubuh sejenak.

Terciptanya Gending Ladran Gajah Seno merupakan inovasi. Joko mengatakan, Ki Seno ingin agar ada ide baru tentang gending dalam pakelirnya. Hingga akhirnya terpikirkan untuk mengolaborasi suluk dalang dan gending.

Gending tak dibuat dengan durasi panjang. Ini karena tempo untuk masuk ke sesi berikutnya sangatlah singkat. Dalam kondisi normal, gending ini bisa dimainkan dengan durasi tiga hingga lima menit.

“Memang tidak dibuat panjang, sepraktis mungkin untuk kebutuhan pakeliran. Namun, kalau tidak disuluk oleh dalang ya bisa berputar terus. Saya aransemen jadi sajian Gending untuk istirahat dalang dan masuk ke jejer kaping pindo (kedua),” katanya.

Joko menegaskan gending ini dibuat bukanlah untuk mengantar kepergian sang dalang, sebab telah tercipta tiga tahun sebelumnya. Ditambah lagi ide dari gending ini adalah isian selama proses mendalang. Suasana sedih sangat terasa saat gending mulai dimainkan.

Tak hanya pengrawit dan sinden, rombongan pelayat juga terbawa suasana. Isak tangis, seiring dengan pukulan gending dan nyinden yang makin keras. Lalu perlahan lirih saat jenazah Ki Seno Nugroho berangkat menuju peristirahatan terakhirnya.

“Jadi gending memang bukan tercipta untuk pengantar meninggal. Kalau tahu seperti ini saya tidak ingin (membuat gending) ini,” katanya. (radarjogja)