Taman Nasional Ujung Kulon Menyimpan Sejuta Kisah Mistis

1,254 dibaca

▪︎BANTEN-POSMONEWS.COM,-
HUTAN keramat di tanah perdikan Pasundan, menyimpan banyak ekosistem spesies langka dan mempunyai keindahan alam cukup memukau. Namun, di dalam hutan lindung tersebut menyimpan sejuta misteri.

Ujung Kulon merupakan salah satu kawasan taman nasional berada di Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten. Hutan keramat ini sangat dilindungi Pemerintah Indonesia.
Namun, dibalik keindahan Ujung Kulon, kawasan ini diyakini menjadi salah satu hutan yang mempunyai cerita mistis sangat kental beredar di tengah-tengah masyarakat.

Ujung Kulon ini diyakini masyarakat setempat sebagai kawasan cukup dikeramatkan, dan menjadi sebuah tempat tujuan utama para ahli supranatural memperdalam ilmu kebatinan (lelaku, red).

Menurut cerita para ahli spiritual, hutan lindung Ujung Kulon di Kabupaten Pandeglang, Banten, disebut-sebut salah satu hutan pusat makhluk gaib dan hantu. Kisah hutan ini tidak jauh berbeda dengan kemistisan Alas Purwo, Banyuwangi, Jatim.

Selain menjadi pusat makhluk gaib, Ujung Kulon Banten juga dikenal sebagai tempat pertapaan Raja Pajajaran Prabu Siliwangi.
Namun kawasan Ujung Kulon Banten dipercaya pusat makhluk gaib itu merupakan kawasan Taman Nasional.

Taman Nasional Ujung Kulon atau dikenal dengan kawasan Ujung Kulon secara administratif terletak di Kecamatan Sumur dan Kecamatan Cimanggu, Kabupaten Pandeglang, Banten.

Kawasan Ujung Kulon berada di ujung barat Pulau Jawa, menyimpan banyak ekosistem dan keindahan alam luar biasa tersebut luasnya mencapai 120.000 hektare.

Hutan Ujung Kulon merupakan sebuah area cagar alam yang dilindungi pemerintah melalui undang-undang. Sebagaimana diketahui terdapat beberapa spesies langka di kawasan hutan Ujung Kulon ini salah satunya badak bercula satu.

Tama Nasional Ujung Kulon salah satu situs warisan dunia menyimpan banyak keindahan dan eksotisme alam. Wilayah tersebut tidak berpenghuni, sudah bisa tentu taman nasional ini menjadi hunian bagi makhluk gaib dan dianggap sebagai tempat disakralkan.

Taman Nasional Ujung Kulon menjadi mitos dan kearifan lokal yang patut diketahui jika ingin berkunjung ke salah satu tepat paling angker di Indonesia tersebut.

Di tempat itu terdapat larangan saat makan, dan minum dilarang berdiri, larangan bicara sembarangan, mematahkan ranting, menyebut buaya, buang air kecil sembarang serta kewajiban duduk dengan alas. Sebagian larangan memang diperuntukkan menjaga kelestarian alam serta menghindarkan dari bahaya hewan atau tumbuhan di dalam taman nasional.

Bila pengunjung melanggar aturan tersebut, dipercaya dapat menimbulkan petaka. Salah satunya larangan kencing sembarangan. Tidak sedikit orang yang melanggar aturan tersebut, akan dikejar-kejar penunggu hutan berwujud harimau bernama Abah Gede.

Selain mitos Abah Gede tersebut, Ujung Kulon juga terkenal dengan Gua Sanghyang Sirahnya dipercaya sebagai tempat aktivitas gaib. Aktivitas tersebut diyakini dilakukan oleh bangsa jin pengikut Prabu Siliwangi.

Pada zaman Oemerintahan Belanda, wilayah ini dikukuhkan menjadi Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) telah didiami oleh warga 6 desa (Desa Ujung Jaya, Taman Jaya, Cigorondong, Tunggal Jaya, Kerta Mukti dan Kertajaya) di Kecamatan Sumur, Pandeglang, Banten. Keenam desa merupakan hasil pemekaran dari Desa Cigorondong pada tahun 1977.

Keberadaan masyarakat Desa Ujung Jaya terdiri dari 5 kampung: Cikawung Sabrang, Legon Pakis, Cikawung Girang, Sempur, Taman Jaya Girang telah berlangsung turun temurun dengan mengandalkan penghidupannya dari mengolah lahan pertanian (sawah dan kebun). Sebagian besar penduduk hingga saat ini menjadi petani.

Dari penuturan masyarakat, Kampung Cikawung Girang, Legon Pakis, Cikawung Sabrang merupakan hadiah (upah kerja) dari Pemerintah Kolonial Belanda setelah masyarakat melaksanakan kerja pembuatan Lapangan Banteng dan jalan.

Secara administratif, Desa Ujung Jaya merupakan hasil dari pemekaran Desa Taman Jaya pada tahun 1982. terdiri dari 3.641 jiwa dengan 869 kepala keluarga, luas desa mencapai 900 hektare, termasuk tanah yang diserobot oleh TNUK.

Ujung Kulon diakui memiliki keanekaragaman hayati flora dan fauna. Atas dasar itu kemudian pada tahun 1921, Ujung Kulon dan Pulau Panaitan ditetapkan oleh Pemerintah Belanda sebagai Cagar Alam Ujung Kulon-Panaitan Melalui SK. Pemerintah Belanda No. 60 tanggal 16 Nopember 1921.▪︎[ZA/ALAMS]