Hukum Kurban buat Orang Sudah Meninggal, Apa Boleh?

453 dibaca

▪︎POSMONEWS.COM,-
SEBENTAR lagi hari Raya Idul Adha (kurban) 1443 H/2022 datang. Banyak umat Islam menanyakan tentang hukum berkurban untuk orang tua atau saudara yang sudah wafat. Berikut hukum berkurban atas nama orangtua yang sudah meninggal menurut penjelasan ustadz Abdul Somad (UAS) dan KH. Yahya Zainul Ma’arif (Buya Yahya).

Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah telah menetapkan tanggal jatuhnya 10 Dulhijjah 1443 H. Menurut PP Muhammadiyah, 10 Dzulhijjah 1443 H atau Hari Raya Idul Adha 2022 jatuh, Sabtu, 9 Juli 2022.

Hal tersebut sesuai dengan Maklumat Nomor 01/MLM/I.0/E/2022 tentang Penetapan Hasil Hisab Ramadan, Syawal dan Zulhijjah 1443 Hijriah. Sementara itu, pemerintah seperti biasa baru akan menetapkan awal Zulhijjah 1443 H melalui sidang isbat.

Namun sampai saat ini, belum ada pemberitahuan resmi dari pemerintah kapan sidang isbat penetapan Idul Adha 2022 akan digelar.

Menjelang Idul Adha yang tidak lama lagi akan tiba, umat muslim yang memiliki kemampuan, mungkin sudah mulai mempersiapkan segala hal untuk ibadah kurban.

Seperti diketahui, ibadah kurban diperuntukkan bagi yang mampu, tetapi belum mendapat kesempatan untuk melaksanakan haji. Atau bagi mereka yang sudah melaksanakan haji, maka dianjurkan pula untuk tetap melaksanakan kurban setiap tahunnya.

Lantas bagaimana dengan kurban untuk orang yang sudah meninggal? Mungkin saja pada Idul Adha kali ini, ada yang berencana untuk menyertakan nama orang tua atau keluarga yang sudah meninggal dalam kurbannya.

Namun pertanyaannya, apakah boleh berkurban untuk orang yang sudah meninggalkan dunia?
Bagaimana dengan pahalanya, apakah tetap sampai pada mereka?

Soal hukum berkurban untuk orang yang telah meninggal ini sebenarnya sudah pernah dibahas oleh pendakwah nasional Ustadz Abdul Somad atau UAS, baik secara tertulis di laman blog UAS maupun dalam ceramahnya yang diunggah di kanal YouTube Bujang Hijrah.

Berikut penjelasan ustadz UAS tentang hukum kurban untuk orang yang sudah meninggal
Seperti ditulis ustadz UAS di halamannya somadmorocco.blogspot.com, ada ikhtilaf ulama mengenai hukum menyembelih kurban untuk orang yang sudah meninggal dunia.

Menurut mazhab Syafi’i, dalam tulisan ustadz UAS, tidak boleh berkurban untuk orang lain tanpa seizinnya. Begitu juga bagi orang yang sudah meninggal dunia, tidak boleh berkurban untuknya jika mereka tidak meninggalkan wasiat untuk mengerjakan ibadah tersebut.

Sebaliknya, jika mereka sudah memberikan wasiat sebelum meninggal dunia, maka boleh menyembelih kurban untuknya.

“Dengan wasiatnya itu maka pahala kurban tersebut menjadi miliknya dan seluruh daging kurban tersebut mesti diserahkan kepada fakir miskin,” katanya.

“Orang yang menyembelihnya dan orang yang mampu tidak boleh memakannya karena orang yang telah meninggal tersebut tidak memberi izin untuk itu,” tulis UAS seperti dikutip dalam sebuah artikelnya di laman somadmorocco.blogspot.com dan serambinews.com;

Sementara itu, dalam mazhab Maliki, lanjut ustadz UAS, makruh hukumnya berkurban untuk orang yang telah meninggal dunia jika ia tidak menyebutkannya sebelum ia pergi menghadap sang Ilahi.

Tapi jika orang tersebut sempat menyatakannya dan bukan nazar, maka dianjurkan bagi ahli waris untuk melaksanakan kurban untuknya.

Sedangkan menurut mazhab Hanafi dan Hanbali, boleh menyembelih kurban untuk orang yang telah meninggal dunia.

“Sama seperti kurban untuk orang yang masih hidup, dagingnya disedekahkan dan boleh dimakan oleh orang yang melaksanakan kurban. Sedangkan pahalanya untuk orang yang telah meninggal dunia,” terang ustadz UAS dalam tulisannya.

Akan tetapi, tambah ustadz UAS, menurut mazhab Hanafi, haram hukumnya bagi pelaksana kurban memakan daging kurban yang ia lakukan untuk orang yang telah meninggal berdasarkan perintah dari orang tersebut.

Pahala Kurban bagi Orang Wafat

Mengenai bagaimana pahala kurban untuk orang yang sudah meninggal, dijelaskan ustadz UAS dalam sebuah video kajiannya yang diunggah oleh YouTube Bujang Hijrah.

Penjelasan ustadz UAS terkait kurban untuk orang yang sudah meninggal berawal dari sebuah pertanyaan yang dilempar dari salah seorang jamah.

“Bagaimana hukum kurban atas nama orang yang sudah meninggal? Bukankah orang yang mati itu tak bisa beribadah?,” tanya seorang jamaah pada ustadz UAS secara tertulis.

Ustadz UAS mengatakan, bahwa orang yang sudah meninggal memang tak lagi bisa melakukan ibadah. Namun ibadah orang yang masih hidup yang ditujukan pada mereka yang telah meninggal dunia tetap akan sampai.

“Jika tak sampai ibadahnya tak ada salat jenazah,” terang ustadz UAS.

“Jadi tak ada tu, ibadah orang hidup untuk yang mati putus,” tambahnya.

Sedangkan, lanjutnya, sedekah yang diberikan oleh mereka yang hidup atas nama orang yang telah meninggal saja tetap sampai. Ustadz UAS pun memberikan dalil yang berkaitan dengan soal tersebut.

“Mana dalilnya? ‘Ya Rasulullah, ibuku sudah mati. Kalu aku bersedekah sampai tak sedekah ini untuk ibuku?’.

Kata Nabi sampai,” papar ustadz UAS.

“Apa sedekah yang paling afdhal? kasih air minum,” sambungnya.

Pejelasan KH. Buya Yahya

Lantas mana lebih utama kurban untuk orang hidup atau yang sudah meninggal? Soal ini, pendakwah sekaligus pengasuh Lembaga Pengembangan Da’wah dan Pondok Pesantren Al-Bahjah, KH. Yahya Zainul Ma’arif atau yang dikenal Buya Yahya telah memberikan jawabannya.

Dalam sebuah video penjelasannya yang diunggah di Instagram @buyayahya_albahjah, KH. Buya Yahya mengatakan, lebih diutamakan untuk orang yang masih hidup. Kecuali jika orang yang ingin berkurban tersebut punya kelebihan.

“Misalnya keluarganya tujuh, sudah ada satu sapi, nambah dua kambing untuk mbah dan neneknya yang sudah meninggal,” jelas KH. Buya Yahya.

Soal kurban bagi orang yang sudah meninggal, kata KH. Buya Yahya, memang ada ikhtilaf di dalamnya.

Menurut mazhab Syafi’i boleh kurban atas orang yang sudah meninggal jika diwasiatkan.

“Jika orang yang sudah meninggal itu berwasiat, maka kita kurbankan. Kalau ada masih yang hidup, dahulukan yang hidup,” ujar KH. Buya Yahya.

Sementara bagi orang yang sudah meninggal dunia tidak sudah selesai segala urusannya di dunia.
Tidak ada istilah orang tua saya meninggal sebelum berkurban, makanya dikatakan kalau memang dia berwasiat, maka berkurban.
Kalau tidak juga mengatakan tidak ada kurban bagi orang yang sudah meninggal.**(zub)