Gambar Cara Angkut Batu-batu Pembangunan Piramida Mesir

118 dibaca

“Lukisan pada makam Djehutihotep, yang menyingkap bagaimana orang Mesir Kuno memindahkan batu-batu dalam pembangunan monumen makam.”

Di balik kemegahan piramida, ada satu teka-teki besar. Bagaimana bahan baku bangunan megah, yang bahkan terlihat dari antariksa itu, dibawa ke lokasi pembangunan?

Pertanyaan itu didasari pada beratnya pekerjaan membawa batuan di gurun, dan minimnya teknologi pendukungnya. Batu tersebut dibutuhkan dalam jumlah besar. Sementara itu, alat canggih yang bisa digunakan untuk mengangkutnya melewati gurun pasir belum ada pada zaman Mesir Kuno.

Dilansir dari Nationalgeographic.co.id
bahwa rang-orang Mesir kuno yang melintasi padang pasir untuk memindahkan ribuan balok batu besar, ternyata menggunakan air untuk memudahkan kerjanya, demikian kesimpulan penelitian terbaru.

Seorang guru besar bidang ilmu fisika, Daniel Bonn, dari University of Amsterdam menyatakan berhasil memecahkan teka-teki itu dalam hasil riset berjudul Sliding Friction on Wet and Dry Sand.

Penelitian itu terbit di jurnal Physical Review Letter pada 2014. Bonn menyelidiki kekuatan yang dibutuhkan untuk menarik benda berat pada kereta luncur berukuran raksasa di atas padang pasir.

Bonn dan rekannya mengatakan, orang-orang Mesir Kuno mungkin membawa batuan dengan strategi jitu. Mereka menggunakan alat semacam gerobak untuk membawa batu, lalu menariknya di gurun yang telah dibasahi dengan air.

Dalam penelitian, Bonn melakukan percobaan di laboratorium menggunakan miniatur gerobak Mesir Kuno dan wadah berisi pasir yang telah dikeringkan di oven.

Dan hasil penyelidikan, mereka menyimpulkan bahwa orang-orang Mesir kuno  membasahi pasir dengan air sehingga mengurangi gesekan antara peranti pengangkut batu dan pasir di bawahnya. Akibatnya, pengangkut itu lebih mudah untuk beroperasi.

Seperti dilaporkan situs Livescience, temuan terbaru ini membantu menjawab salah satu misteri sejarah yang paling abadi: bagaimana orang-orang Mesir kuno mampu menyelesaikan pembangunan piramida yang tampaknya mustahil.

Gambar skematis dari adegan pengangkutan patung raksasa yang dibuat pada 1 January 1854. Tampak adegan yang menunjukkan air dituangkan di jalur kereta luncur. Awalnya, para ahli budaya Mesir Kuno menganggapnya ritual. Akan tetapi, sekarang adegan ini dikonfirmasi sebagai cara untuk meningkatkan kekakuan pasir dan mengurangi kekuatan yang diperlukan untuk mengangkut sebesar 50 persen.

Air yang ditambahkan pada pasir hingga level basah tertentu akan membentuk ‘jembatan kapiler’. Tetesan air akan bertindak seperti lem yang merekatkan pasir, membuatnya menjadi kaku dan meminimalisasi gesekan dengan benda yang bergerak di atasnya.

“Saya terkejut bahwa total gaya tarik bisa dikurangi hingga 50 persen,” kata Bonn seperti dikutip Washington Post.

Jumlah orang yang dibutuhkan untuk menarik gerobak berisi batu juga berkurang setengahnya, dibandingkan saat melintasi gurun pasir dalam keadaan kering. Berkurangnya gesekan dan gaya tarik terjadi karena pembasahan menyebabkan peningkatan kekakuan pasir gurun.

“Kereta luncur bergerak lebih mudah pada pasir gurun yang basah karena pasir itu tidak membentuk gundukan di depan gerobak, tidak seperti yang terjadi bila gerobak ditarik di atas pasir kering,” urai Bonn.

Simpulannya,  air memudahkan pengangkutan batu ke lokasi pembangunan piramida diperkuat dengan temuan arkeolog tentang lukisan di kuburan Djehutihotep. Kuburan itu dibangun pada 1900 Sebelum Masehi.

Makam Djehutihotep terkenal dengan kualitas dekorasinya yang luar biasa. Sebuah lukisan adikarya dari seniman bernama Amenaankhu mengekalkan cara pembangunan monumen ini. Belakangan makam ini terkenal karena dekorasinya menunjukkan pengangkutan patung kolosal dirinya yang memiliki tinggi hampir tujuh meter.

Pengangkutnya adalah 172 pekerja yang menggunakan tali dan kereta luncur. Di salah satu adegannya, terlihat seseorang berdiri di bagian depan kereta luncur, sedang menuangkan air di atas pasir, kata Bonn. Lukisan itu menggambarkan adanya percikan warna abu-abu dan oranye dengan orang yang berdiri di depan gerobak sambil menyiramkan air.

Lukisan itu sebelumnya memang telah memicu banyak perdebatan.
Patung Djehutihotep seberat 58 ton itu diukir oleh seorang juru tulis bernama Sipa, putra Hennakhtankh. Sayangnya, ahli arkeologi tidak menemukan keberadaan jejak patung raksasa ini. Patung itu dirusak dan dihancurkan pada 1890, dan semua gambar yang ada didasarkan pada satu foto yang diambil tahun sebelumnya oleh Mayor Brown.

Menurut perhitungan mereka, tingkat lima persen air akan memudahkan pengangkutan hingga sekitar 30 persen.
Penelitian ini memberi penjelasan ilmiah fungsi air dalam pembangunan piramida yang semula cuma dikaitkan dengan pencucian.

“Para ahli Mesir kuno mengatakan, pemindahan balok-balok batu raksasa itu semata dari sisi seremonial belaka, “kata Bonn kepada Live Science.

“Pertanyaannya kemudian: mengapa mereka melakukan hal itu?”

Bonn dan rekan-rekannya kemudian melakukan percobaan dengan menarik benda berat melalui hamparan pasir.
Ketika peneliti menyeret balok batu di atas pasir kering, mereka melihat gumpalan pasir di depan alat penariknya, sehingga membutuhkan tenaga ekstra untuk menariknya.

Kemudian mereka menambahkan air ke pasir tersebut, dan balok itu mampu meluncur lebih mudah di seluruh permukaannya. Hal ini terjadi, karena tetesan air menjadi semacam jembatan di antara butiran-butiran pasir, kata para peneliti. Berkat penelitian ini para peneliti kini bisa menjelaskan bagaimana cara orang-orang Mesir kuno membangun piramida.

“Ini mirip membangun istana pasir yang lebih mudah dengan menggunakan pasir basah ketimbang menggunakan pasir kering,” kata Bonn.**(ika)