Kekalahan Ganjar dan Hilangnya Mitos Wahyu Keprabon Pilpres 2024 (2-Habis)

468 dibaca

▪︎Oleh : Danar S Pangeran
(Jurnalis posmonews.com di Lamongan)

BANYAK yang meyakini bahwa legitimasi Satrio Piningit yang mengkhusus pada penyebutan Satrio Pinandito Sinisihan Wahyu, artinya pemimpin yang bertakwa dan benar-benar taat pada hukum. Sosok pemimpin yang cerdas, memiliki ketaatan pada hukum, menjadikan kewibawaannya menjadi sangat luar biasa. Hal itu disematkan pada pribadi seorang Joko Widodo (Jokowi) yang telah memimpin negeri ini selama 2 periode.

Karena itulah dalam konsepsi cakramanggilingan pada peristiwa suksesi pemerintahan di Nusantara sebelum turunnya Joko Widodo maka mitos Wahyu Keprabon itu diyakini masih berada pada diri presiden ke-7 itu.

Dalam keyakinan para winasis di negeri ini memberi referensi metafisik atau spiritual pada penulis, bahwa siapapun yang dekat, berdampingan dan dipilih oleh Jokowi maka dialah yang akan memiliki peluang besar sebagai penerima Pulung Keprabon itu. Sedangkan dari pandangan fisik, bahwa siapapun tokoh yang ditunjuk atau dipilih Jokowi sebagai penggantinya maka secara otomatis kepopulerannya meningkat. Terangkat karena terdongkrak oleh kesuksesan Jokowi sebagai pemimpin yang dicintai oleh rakyat.

Salah satu winasis yang memberi pandangan pada penulis terhadap hal tersebut adalah KRT. Eko Wahyudi Reksomulyo, MM, Pemangku Padepokan Silat dan Tenaga Dalam Bhakti Persada, Mojokerto, Jawa Timur. Yang secara kebetulan di awal fase munculnya Ganjar Pranowo yang kemudian sangat dekat dengan Jokowi karena mereka berada di partai yang sama, yakni PDIP. Kepopuleran Ganjar Pranowo pun terus meningkat karena ia membranding dirinya sebagai penerus Jokowi. Sedangkan sebaliknya Jokowi juga di beberapa kesempatan terus menyebut dengan bahasa simbol bahwa Ganjar sangat layak meneruskan kepemimpinan dan keberhasilan programnya.

Namun politik yang dinamis merubah semuanya. PDIP memasangkan Ganjar dengan Mahfud MD, sedangkan di lubuk hati Jokowi ingin menyandingkan Ganjar sebagai wapres Prabowo yang kala itu belum memiliki pendamping. Situasi makin sulit karena Prabowo akhirnya memilih Gibran Rakabuming Raka sebagai wakil lewat goro-goro di MK. Akhirnya kedekatan Ganjar dengan Jokowi mengalami sandyakalaning.

Berpisah lewat jalan berbeda itulah menurut KRT. Eko Wahyudi Reksomulyo sebagai penyebab Pulung Wahyu Nusantara yang seharusnya jatuh pada Ganjar meredup. Dari pandangan fisik, elektabilitas Ganjar merosot karena berkomunikasi gaya oposisi dan ditinggal pendukung Jokowi.

Dicuplik penulis dari Peneliti di Media Survei Nasional (Median) Ade Irfan Abdurrahman yang mengatakan, gaya komunikasi calon presiden nomor urut 3, Ganjar Pranowo yang bersikap layaknya oposisi dengan pemerintahan Presiden Joko Widodo menjadi penyebab elektabilitasnya merosot.

Gaya komunikasi Ganjar ini dinilai merugikan, karena dari hasil survei menyebut tingkat kepuasan kepada pemerintah Jokowi masih tinggi yaitu sekitar 71,8 persen. Sedangkan di setiap kesempatan di proses Pilpres, Ganjar juga sering mengkritik Prabowo, maka itu menggerus trust yang telah ia bangun sebelumnya.

Sedangkan penyebab lain menurut Eko adalah ambisi dan nafsu kekuasan, seseorang pemimpin negara sehingga Wahyu Nusantara yang seharusnya sedang mencari Satria Piningit menjadi oncat dan tidak bisa menemukan wadahnya. Meski hasil Pilpres 2024, kemenangan berada pada Prabowo-Gibran, menurut KRT. Eko, Wahyu Keprabon masih murca, hilang, nglambrang dan melayang-layang di langit Nusantara. Sehingga dimungkinkan di masa pemerintahan presiden terpilih itu diprediksi terus terjadi goro-goro. Seperti yang kini terjadi dalam kacamata gejolak manusia berupa gugatan di MK itu akan berlanjut dengan goro-goro lainnya. Sedangkan gejolak alam juga mengikuti berupa bencana, banjir, tanah longsor, tsunami, erupsi gunung api, dll.

Meskipun demikian dengan pandangan para winasis, kita berharap Nusantara tetap berada di keadaan aman dan sejahtera, gemah ripah loh jinawi, tata tentrem kertas Raharja. Bahkan ketika dipercaya wahyu keprabon yang kini masih murca itu memiliki peran besar dalam takdir seseorang menjadi pemimpin, tetapi faktor yang sangat menentukan adalah Tuhan. Seluruh alam semesta ada dalam kendali-Nya.

Wahyu keprabon memang merupakan bagian dari kepercayaan masyarakat Jawa yang hingga kini masih menjadi panduan. Dunia mistik alam roh berada dalam kendali-Nya. Sekalipun ada ramalan, tetapi itu bukan faktor penentu. Penentu dari segala sesuatunya adalah Tuhan.

Dalam dunia politik, ramalan politik berjalan dinamis dan belum tentu tepat. Pandulum dan prediksi yang bicara tentang pribadi seseorang, biasanya itulah yang terjadi bila yang bersangkutan meyakini ramalan tersebut.

Tetapi prediksi dalam dunia politik dapat berubah, karena dunia politik dinamis. Bagaimana pun juga, ramalan tak bisa diandalkan. Segala sesuatunya berada dalam kendali-Nya sebagai Tuhan yang awal dan yang akhir, Yang Maha Kuasa dari segalanya yang terjadi di jagad raya. ***