Kisah Satria Wirang – Pecundang yang Ingin Jegal Pemimpin Pinilih

92 dibaca

▪︎Oleh : Danar S Pangeran
(Jurnalis posmonews.com di Lamongan)

RAMALAN atau Jangka Prabu Jayabaya Raja Kediri selalu bertalian dengan benang merah dan tanda-tanda jaman. Misalnya gejolak alam dan manusia itu, beriringan dengan peristiwa yang sudah dan akan terjadi, sebagai peringatan dari Sang Akarya Jagad, Tuhan Yang Maha Esa, Allah SWT.

Peristiwa alam misalnya, banjir bandang, tsunami, tanah longsor, gempa bumi dan letusan gunung api, dalam mitos ataupun pandangan spiritual Jawa adalah satu tengara. Misalnya negeri sedang berada dalam karut marut atau bahaya. Dalam istilah lain yang sering disebut oleh Romo Permadi SH, akan muculnya goro-goro. Simbol yang sering kita lihat dalam pakem pewayangan diawali oleh perang kembang hingga perang Baratayudha.

Nah, khusus isyarat metafisik dari letusan gunung api, Prabu Jayabaya menyebut setiap Gunung Slamet bergemuruh atau erupsi, maka akan disusul kemunculan Satrio Wirang (baca : pecundang, red).  Apalagi status Gunung Slamet salah satu gunung api aktif, yang hingga saat ini masih menyisakan sejumlah misteri.

Ramalan Jayabaya seperti dikutip dalam sejumlah buku, menyebutkan jika Gunung Slamet menunjukkan tanda-tanda akan meletus, maka di saat itu akan hadir Satrio Wirang. Tokoh ini bukan nama, tapi julukan bagi seseorang dengan sifat-sifat tertentu.

Satrio Wirang dikatakan akan muncul setelah Satrio Piningit memenangkan pertempuran dengannya. Satrio Wirang akan kehilangan banyak pasukan karena pada akhirnya dia kalah. Satrio Wirang berarti atau bermakna seorang pemimpin yang telah bertarung dalam medan peperangan kemudian kalah.

Cermin dari tatanan politik dan kenegaraan bisa menjadi kacabenggala, yakni goro-goro ramainya Pemilu-Pilpres 2024 yang kini telah berada di persidangan MK. Simpulnya bisa ditafsir oleh publik, siapa sang Satria Piningit dan siapa itu Satria Wirang alias si pecundangnya.

Bahwa, selain kalah, Satrio Wirang ini nanti tetap tidak terima dengan kekalahannya. Mereka dengan akal piciknya terus mencari-cari celah dan kesalahan untuk menjatuhkan pemimpin terpilih oleh rakyat. Misalnya dikisahkan juga pada “Babad Tanah Jawi” Satrio Wirang, kemudian mengajak ke pengikutnya untuk menjegal pemimpin sang pemenang dalam peperangan tadi.

Ada banyak versi dari Satrio Wirang ini. Dari sudut pandang tertentu Satrio Wirang adalah korban sedangkan pada sudut pandang lain, Satrio Wirang bagaikan sosok jahat yang kalah bertarung.

Versi pertama menyebut Satrio Wirang memang tidak sepopuler tokoh Satrio Piningit. Karena dalam kehidupannya selalu difitnah. Namun, dia tetap bekerja keras mengabaikan fitnah yang menimpa dirinya. Hati dan kehidupannya sudah terbiasa dengan fitnah dan cemooh.

Dalam sudut pandang lain, Satrio Wirang dikatakan setelah kalah justru merecoki yang menang yakni Sang Satria Piningit itu.  Kemudian satu persatu para prajuritnya yang ikut dalam peperangan akan meninggalkan Satrio Wirang.

Satu hal yang disepakati dua versi tersebut adalah wataknya yang keras dan mudah tersinggung tapi cepat melupakan dan memaafkan kesalahan orang lain pada dirinya.

Rangkuman Hastamitra tentang suluk dalam Kitab Jayabaya mengatakan Satrio Wirang muncul dalam lakon pewayangan Parikesit pasca perang Bharatayuda dan/atau lakon Aswatama Nglandak. Munculnya Satrio Wirang dan sosok pemimpin layaknya Brawijaya ini disusul kemunculan empat pemimpin yang mendampingi Brawijaya dalam memimpin dan membangun negeri ini.

Dua versi ini juga punya tandingan. Ada yang meyakini Satrio Wirang adalah Satrio Piningit. Dia seorang satria yang dipermalukan karena fitnah. Dia tersimpan dalam sejarah nusantara dan akan muncul kembali bila waktunya sudah tiba.

Dia merupakan Satrio Pinilih atau sosok terpilih yang dikehendaki rakyat dan direstui oleh para leluhur Nusantara.

Terlepas dari kebenaran mitos,  ceritanya atau legenda bab letusan Gunung Slamet yang selalu menyimpan misteri. Memang sulit diterjemahkan tapi menarik dituturkan atau dilihat bagaimana hasil pesta demokrasi Pilpres 2024 yang diibaratkan sebagai peperangan. Tentu ini sebuah fakta bahwa mitos itu nampak jelas, siapa yang kalah dan menang, serta siapa yang pesohor dan pecundang.***