Mangrove Indonesia untuk Dunia

752 dibaca

▪︎Oleh: Ariyanto
(Tenaga Ahli Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan)

USAI acara sosialisasi, pembagian 19.346 bibit gratis dari Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung (BPDASHL) Pemali Jratun, dan penanaman pohon di Brebes dan Tegal pada 13-14 Juli 2022, saya menyempatkan diri melihat kondisi mangrove di Brebes. Beberapa tahun lalu jajaran Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menanam mangrove di daerah Wanasari. Hasilnya cukup bagus. Tumbuh subur. Sudah setinggi orang dewasa.

Dulu, daerah Wanasari, Brebes, Jawa Tengah, sudah ada ekosistem mangrove alami. Namun, seiring pergeseran zaman, dikembangkan tambak udang windu besar-besaran yang mengubah mangrove menjadi tambak-tambak yang sangat banyak. Udang windu tidak bertahan lama. Tambak-tambak ditinggalkan dan mangrove terlanjur rusak. Padahal, waktu itu ikan banyak dari mangrove. Masyarakat kehilangan mata pencaharian.

Kini timbul kesadaran di kalangan masyarakat. Dengan sosialisasi penyadaran terus menerus dan kegiatan-kegiatan tanam mangrove dari berbagai elemen, maka tumbuh kembali ekosistem mangrove yang sekarang ini ada di Desa Sawojajar, Wanasari, Brebes. Sedangkan Pulau Cemara berasal dari tanah timbul yang kemudian ditanam mangrove dan cemara untuk mempertahankan keberadaannya dan menjadi wisata mangrove. Kegiatan-kegiatan yang ada di Pulau Cemara antara lain rehabilitasi mangrove BPDASHL Pemali Jratun.

Kegiatan rehabilitasi mangrove, BPDASHL Pemali Jratun, Direktorat Jenderal Pengendalian DAS dan Hutan Lindung, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan di Pulau Cemara, Desa Sawojajar, Kec. Wanasari, Kab. Brebes, dilakukan mulai 2019.

Penanaman mangrove bersama Oase pada 2019 sebanyak 10.000 batang, tanaman kebun Bibit Rakyat pada 2019 sebanyak 70.000 batang, penanaman bersama Forum DAS pada 2019 sebanyak 5.000 batang, persemaian Kebun Bibit Rakyat pada 2019 sebanyak 70.000 batang, Padat Karya Mangrove pada 2020 sebanyak 250.000 batang, dan Gerakan Tanam mangrove BPDASHL Pemali Jratun pada 2020 sebanyak 5.000 batang.

Ketua Kelompok Pelestari Sumber Daya Alam Wana Lestari, Munasir, menceritakan sejak adanya mangrove, kondisi ekologi dan ekonomi masyarakat berubah. Bukan hanya mampu menekan abrasi dan gelombang pasang ekstrem akibat perubahan iklim. Tapi juga menghidupkan ekonomi warga melalui ekowisata dan penjualan aneka makanan laut. Biota laut seperti kepiting, udang, dan ikan semakin banyak.

’’Kita bisa menangkap Udang Jari 2-3 kilo per hari. Per kilo Rp35 ribu. Udang Peci pas waktu kemasukan sehari 20 kilo. Tapi kalau normal 4 kilo sehari. Per kilo Rp40 ribu ukuran sedang, kalau yang besar Rp60 ribu,’’ ungkap Munasir.

Di Pulau Cemara yang memiliki panjang 6.000 meter dan lebar 200 meter ini memang berdiri banyak rumah makan. Pengelolanya warga desa setempat. Ada banyak kuliner unggulan yang tidak tersedia di tempat lain. Ada Sate Tiram, Urap Anglur, kerang, Ingser, Kundul (semacam ektraksi dari tetes rebon sebagai bahan pembuatan terasi), dan Ikan Etong yang rasanya seperti ayam. Di pantai sangat mudah dijumpai tiram, ingser, bukur, kerang, dan kijing. Pengunjung bebas mencari di sekitar pantai. Ini bisa menjadi atraksi tersendiri. Makanan khas Pulau Cemara ini sangat menggugah selera.

Bukan hanya aneka makanan memanjakan lidah. Di pulau eksotik dengan dua sisi pantai berbeda ini juga dilengkapi sarana dan prasarana memadai. Ada fasilitas panggung hiburan untuk kegiatan seperti pentas musik, senam, dan teater. Panggung ini sudah sering digunakan untuk lomba karaoke, organ tunggal, dan fashion show. Ada pula camping ground, fasilitas yang disiapkan untuk berkemah. Tempatnya nyaman, bagus, dan sudah disediakan tenda. Banyak digunakan anak-anak pramuka, OSIS, dan Mapala.

Masih ada lagi nih fasilitas yang biasanya disukai anak-anak milenial, yaitu spot swafoto. Spot swafoto sangat ramah lingkungan. Terbuat dari limbah sampah yang terdampar di pantai, seperti kayu, botol, dan ban bekas. Di sini juga terdapat persemaian mangrove. kita bisa belajar jenis-jenis dan manfaat mangrove.

Selain kulineran dan menikmati aneka sarana dan prasarana, para pengunjung tentu saja bisa menikmati pantai. Kawasan Pantai Pulau Cemara ini sangat panjang. Bisa untuk mandi, volley pantai, tanam mangrove, dan atraksi seru lainnya. Pantainya terbuka. Kita bisa melihat matahari terbit dan tenggelam. Bahkan, jika cerah, kita dapat menyaksikan Gunung Slamet di timur dan Gunung Ciremai di barat. ’’Atap Jawa Tengah’’ dan ’’Atap Jawa Barat’’ itu tampak gagah.

Di sini kita juga bisa menyaksikan Sumur Jalatunda. Sumur artesis sedalam 150 meter yang mengalir terus menerus. Meskipun berada dekat pantai, airnya berasa tawar asin. Semua kebutuhan air terpenuhi dari sini.

Sebelum tiba di Pulau Cemara, kita menyusuri sungai menggunakan perahu terlebih dulu kurang lebih 20 menit. Sungai itu semacam lorong yang kanan kirinya ditumbuhi mangrove lebat. Kita bisa menyaksikan aneka satwa sepanjang perjalanan. Airnya hijau. Sungguh memanjakan mata.

Penanaman mangrove dan ekowisata seperti di Pulau Cemara, Brebes, ini sangat banyak di Indonesia. Mangrove terbukti mampu menjaga ekologis sekaligus mendatangkan nilai ekonomis. Apalagi jika dikuantifikasi dalam bentuk nilai ekonomi karbon (NEK).

Di tengah situasi perubahan iklim (climate change), ekosistem mangrove punya peranan sangat penting dan potensial. Mangrove termasuk karbon biru (blue carbon) efektif menyerap dan menyimpan karbon tiga hingga lima kali lipat. Pemerintah sudah menanam mangrove hingga 2020 lebih dari 80 ribu hektare. Targetnya, pada 2024, akan dilakukan penanaman sampai 600 ribu hektare lebih.

Pada 26 Juli 2022 ini kita memperingati Hari Mangrove Sedunia yang ditetapkan UNESCO sejak 2015. Peringatan ini bertujuan meningkatkan kesadaran tentang pentingnya ekosistem mangrove. Indonesia tidak hanya menunjukkan komitmennya, namun telah memberikan contoh melalui aksi nyata. Selamat Hari Mangrove Sedunia 2022.

#Mangrove Indonesia untuk Dunia. (*)