MITOS PERKAWINAN TERLARANG ORANG LAMONGAN DENGAN BOJONEGORO

316 dibaca

• Tragedi Asmara Tak Sampai Srihuning (2-Habis)

Srihuning mustiko Tuban. Labuh tresno lan saboyo pati. Marang Raden Wiratmoyo. Kang wis prasojo hanambut branti. Srihuning daton ngrahito. Kang rinipto kadange pribadi Wiratmoyo putra niro Ronggolawe adipati Tuban.

Srihuning putrane abdi Wongso pati nalikane uni. Kapupuk ing madyo logo. Duk prang tandhing lawan Minakjinggo. Katresnane Wiratmoyo tinampi dene Roro Srihuning. Senadyan wekasan niro. Prapteng lampus alabuh negoro.

TEMBANG yang sering didengar di kesenian tradisional tayub di kota Lamongan, Tuban, Bojonegoro dan beberapa daerah di Jawa Timur ini mengkisahkan asmara yang menjadi
cerita legendaris dari tiga wilayah yang dulu merupakan eks Karsidenan Bojonegoro ini.

Dia seorang prajurit wanita’ asal Tuban bernama Srihuning. Konon ia adalah putri Demang Wangsapati (juru penongsong) Adipati Ranggamurni yang gugur waktu peperangan. Dan
akhirnya Srihuning diangkat menjadi saudara Raden Wiratmoyo dan Raden
Wiratmoko putra adipati Tuban kala itu.

Namun tidak disangka ternyata Srihuning dan Raden Wiratmoyo saling mencintai. Sedangkan Raden Wiratmoyo
sudah terlanjur dijodohkan dengan Kumalaretno, seorang Putri Adipati Bojonegoro. Sehingga cinta mereka abadi di dalam hati masing-masing.

Di saat yang sama Adipati Lamongan bernama Jala Sudibyo juga hendak melamar Kumalaretno, karena kedahuluan sehingga ditolak dan menumbuhkan permusuhan. Ia
dengan pasukannya menyerang Kadipaten
Bojonegoro sehingga pasukan kadipaten ini kalah dan luluh lantak.

Hal yang membuat Srihuning maju ke medan laga menyerang pasukan Lamongan. Namun karena kesaktian Adipati Jala Sudibyo ini Srihuning gugur sebagai Mustika Tuban.

Melihat Srihuning telah gugur, Raden Wiratmoyo pun menantang Adipati Lamongan. Naasnya Raden Wiratmoyo kalah dan gugur pula. Jala Sudibyo baru bisa disirnakan oleh Raden Wiratmoko dan pasukannya.

Akhirnya Kumalaretno menikah dengan Raden Wiratmoko, sedangkan jasad Srihuning serta Raden Wiratmoyo disemayamkan di Tuban.

Tragedi yang melingkupi tiga kota ini oleh sebagian orang pun dianggap mitos larangan dalam perjodohan. Khususnya Lamongan dan Bojonegoro. Sehingga jika itu terjadi maka pasangan pengantin diyakini akan mengalami nasib buruk, seperti perceraian, kesulitan ekonomi, sakit bahkan kematian. Benarkah?

Budayawan dan ahli sejarah Lamongan KH.Achmad Chambali menolak mitos ini. Bahwa rujukan pada cerita Sri Huning hauh berbeda dengan sejarah Panji Laras Liris dan Putri Kediri yang melegenda itu.

“Kalau dirunut dari gagalnya pernikahan Adipati Lamongan dan putri Bojonegoro ini tak bisa dijadikan mitos. Lebih pada persoalan sifat antagonisnya Jala Sudibyo. Jadi tidak ada mitos larangan perkawinan di tiga kota yakni Lamongan, Bojonegoro dan Tuban,” kata Chambali menegaskan.
*DANAR SP*