Karomah Wali Kutup KH. Moh. Hasan Sepuh Genggong, Probolinggo, Jawa Timur (2-habis)
KH. Moh. Hasan Sepuh, memiliki karomah diantara suatu ketika, saat ada seorang haji hendak sowan kepada Kiai Hasan. Untuk mempermudah perjalanan, tamu itu menyewa mobil yang kebetulan disopiri Ahli Bait (Habib/Syarif). Hanya saja, pak haji ini tidak tahu kalau sopir itu adalah Ahli Bait.
Sebelum tamu Kiai Hasan tersebut tiba, beliau berpesan pada anak-anaknya; “Tolong kamar tidur dirapikan kita mau kedatangan Habib”. Habibnya siapa? Tanya putra Kiai Hasan. “Nanti saya tunjukkan kalau sudah datang di sini,” jawab Kiai Hasan.
Setelah pak haji itu tiba di rumah Kiai Hasan, lalu beliau bertanya pada pak haji itu; “Haji….. sopirmu tadi dimana….?” “Sopir kuleh asaren kiai, (sopir saya tidur kiai,” jawabnya.
Kemudian Kiai Hasan balik bertanya, e’ka’emmah (dimana)? “Di mobil kiai,” jawab pak haji. “Saya mau datangi dia boleh ya,” tegas kiai meminta izin.
Setelah mendekat pada sopir tadi, “Jik bungoh Jik (Habib bangun Bib). Sopir itu kaget, karena seumur-umur dia, tidak ada yang manggil dirinya Sayyid atau Habib. Ternyata sang sopir tersebut bermarga al Jufri.
Kiai Hasan ditanya; “Darimana tahu sopir itu Habib? Dari bau keringatnya, bau keringat Kangjeng Nabi, kata Kiai Hasan. Itu hebatnya ulama-ulama kita dahulu, sejauh itu pandangannya, dari hormatnya pada Ahli Bait Nabi. Dan tokoh-tokoh itu bukan satu dua, Imam Subki, Qadhi Iyadh tahu bagaimana kedudukan Ahli Bait dan Nabi serta ulama-ulama lain,” ujar Al Habib M. Lutfi bin Ali Yahya.
Salah satu karomah KH. Moh. Hasan Genggong diceritakan oleh KH. Akhmad Mudzhar, Situbondo. Beliau bercerita bahwa, pada suatu hari selepas salat Jum’at, KH. Moh. Hasan Genggong (atau yang dikenal dengan kiai sepuh) turun dari Masjid Jami’ Al-Barokah Genggong menuju dalem (kediaman) beliau.
Dalam perjalanan antara masjid dan kediamannya, beliau (kiai sepuh) berjalan sambil berteriak mengucap “Innalillah, Innalillah” sambil menghentak-hentakkan tangannya yang kelihatan basah. Pada waktu itu jam menunjukkan pukul 13.00.
Setelah itu, tepat pada hari Senin pagi, ketika Kiai Hasan menemui tamunya yang juga terdapat KH. Akhmad Mudzar (salah seorang santrinya dan perawi kisah ini), datang dua orang tamu menghadap kiai sepuh yang merautkan paras kelelahan seakan-akan baru mengalami musibah yang begitu hebat.
Tatkala dua orang tersebut bertemu dan melihat wajah Kiai Hasan, terlontarlah ucapan dari salah seorang dari keduanya. “Ini orang yang menolong kita tiga hari yang lalu,” ujarnya.
Bersamaan dengan itu, Kiai Hasan mengucap kata; “Alhamdulillah… Alhamdulillah….Alhamdulillah.. ”sebanyak tiga kali dengan wajah berseri-seri.
Dari kejadian tersebut membuat heran KH. Mudzhar dan beliau mengambil keputusan untuk bertanya kepada kedua tamu tersebut, sehingga berceritalah tamu Kiai Hasan tersebut.
“Tiga hari yang lalu, tepatnya hari Jum’at kami berdua dan beberapa teman lain menaiki perahu menuju Banjarmasin, tiba-tiba perahu oleng akibat angin topan dan perahu kami karam. Namun kami sempat diselamatkan berkat kehadiran dan pertolongan yang datang dari seorang sepuh yang tidak kami kenal, waktu itu menunjukkan sekitar pukul 13.00 atau setelah Jumat, setelah itu kami sudah tidak sadar lagi apa yang terjadi hingga kami terdampar di tepi Pantai Kraksaan (Kalibuntu)”.
Lalu setelah kami sadar, kami merasa sangat gembira dan bersyukur karena masih terselamatkan dari bencana itu. Dan kami ingat bahwa yang menolong kami dari malapetaka tiga hari yang lalu itu adalah orang tua yang nampaknya sangat alim. Hingga hati kami terdorong untuk sowan atau bersilaturrahim kepada kiai yang sepuh dan tempat tinggalnya dekat dengan tempat kami terdampar.
Setelah kami bertanya kepada orang-orang yang kami jumpai, “Adakah di sekitar tempat ini ada seorang kiai yang sepuh….?” Lalu kami disuruh menuju ke tempat ini (Genggong). Setelah sampai disini ternyata orang yang menolong kami waktu itu adalah orang ini. (bersamaan dengan itu tangan tamu tersebut menunjuk ke arah KH. Moh. Hasan Genggong.
Selain itu, ada sebagian masyarakat sekitar menceritakan salah satu karomah Kiai Hasan. Bahwa pada masa itu, keadaan ekonomi masyarakat sekitar ponpes dilanda kesulitan ekonomi yang mencekam. Dari saking sulitnya, banyak dari penduduk terjangkit wabah penyakit hingga tidak sedikit yang meninggal dunia.
Pada saat itu, sosok Kiai Hasan muncul sebagai penolong kesulitan tersebut dengan membagikan bantuan uang yang setiap hari dikeluarkannya. Hampir setiap pagi pada masa itu, beliau memberikan sejumlah uang yang tidak sedikit jumlahnya. Hampir seluruh warga disekitar rumah beliau tidak percaya akan banyaknya jumlah uang yang Kiai Hasan keluarkan.
Suatu ketika pernah ada yang mengintip di rumah Kiai Hasan saat bangun dari tidurnya, dia langsung membuka bantal dan mengambil beberapa lembaran uang. Hal ini terjadi cukup lama sampai kondisi perekonomian masyarakat kala itu berangsur membaik.
Dari karomah tersebut pulalah yang banyak kalangan tertentu menjuluki beliau dengan gelar Sang Wali Kutub. Walau keterangan ini tidak begitu akurat namun, tidak mustahil hal ini terjadi karena bagi seorang waliullah yang benar-benar dekat hubungannya dengan sang pencipta. Subhanallah…..
(zubairi indro/berbagai sumber)