Ahli Arkiolog Temukan Fosil Anak Homo Naledi di Afrika Selatan

169 dibaca

Selama ratusan ribu tahun, fosil seorang anak kecil yang mati di usia antara 4-6 tahun tersimpan di Gua Rising Star, Afrika Selatan. Tengkorak tersebut adalah yang pertama diketahui milik kerabat manusia purba yang disebut Homo naledi.

Dilansir dari CNN, Kamis (4/11/2021) anak tersebut kemungkinan hidup antara 236 ribu hingga 335 ribu tahun yang lalu.

“Ini adalah tengkorak parsial pertama dari anak Homo naledi dan fosil ini mulai memberi kita pengetahuan tentang semua tahap kehidupan spesies yang luar biasa ini,” ujar profesor.

Sejauh ini tidak diketahui apakah anak itu laki-laki atau perempuan, tetapi para peneliti menjuluki fosil tersebut sebagai “Leti”. Mereka meyakini, Leti adalah perempuan.

Leti adalah kependekan dari “letimela”, artinya “yang hilang” dalam bahasa Setswana, salah satu dari 11 bahasa resmi Afrika Selatan.

Penelitian itu dipublikasikan dalam dua makalah di jurnal PaleoAnthropology. Satu makalah menggambarkan tengkorak itu sendiri dan makalah satu lagi berfokus pada lokasi di dalam sistem gua tempat Leti ditemukan.

Tim peneliti ini dipimpin oleh Lee Berger, seorang profesor dari Universitas Witwatersrand. Mereka menemukan sebagian tengkorak, yang tersusun dari 28 fragmen dan enam gigi. Berger pulalah yang mengumumkan penemuan spesies Homo naledi pada tahun 2015. Tidak diketahui bagaimana Leti mati. Namun, peneliti berhasil menentukan usianya berdasarkan giginya.

“Saat ini kami belum menetapkan secara pasti seberapa cepat anak-anak Homo naledi tumbuh, jadi kemungkinan dia lebih muda,” kata para peneliti.

Sementara itu, Leti ditemukan pada tahun 2017 lalu, berjarak 12 meter dari tempat tim Berger menemukan sisa-sisa Homo naledi pertama di gua Rising Star. Sistem gua ini terletak di Cradle of Humankind, sebuah situs warisan dunia UNESCO di provinsi Gauteng, Afrika Selatan.

Para peneliti masih menyelidiki apakah sistem gua itu benar-benar tempat pemakaman Homo naledi. Pasalnya, sebelumnya diyakini bahwa manusia modern yang menguburkan mayat mereka.

“Tempat di mana Leti ditemukan adalah bagian dari jaring laba-laba dari lorong-lorong sempit,” jelas Maropeng Ramalepa, yang merupakan salah satu anggota eksplorasi.

Pemimpin tim penggalian, Marina Elliott mengatakan, bahwa menggali Leti sangat sulit dilakukan.

“Ini adalah salah satu situs yang lebih menantang dengan fosil hominin yang harus kami kunjungi dalam sistem Rising Star,” imbuhnya.

Di sisi lain, tengkorak Leti tidak menunjukkan tanda-tanda kerusakan, dan tidak ada bukti bahwa aliran air telah membawa tengkorak tersebut ke dalam lorong.

“Penemuan tengkorak seorang anak, di lokasi terpencil di dalam sistem gua menambah misteri tentang bagaimana banyak sisa-sisa (fosil) ini bisa berada di ruang gelap dan terpencil dari sistem gua Rising Star,” tutur Berger.

Spesies Homo Naledi

Setelah menyusun kembali sebagian tengkorak, para ilmuwan membandingkannya dengan manusia purba dengan ukuran yang sama, seperti Australopithecus africanus.

Berdasarkan analisis mereka, otak yang dimiliki Leti akan menunjang otak yang berukuran sekitar 450 hingga 610 cm kubik, atau sekitar 90 persen hingga 95 persen dari ukuran otaknya jika dia mencapai usia dewasa. Hal tersebut akan membuatnya mirip dengan spesiesnya yang lain.

Ilmuwan menjelaskan, bahwa otak Homo naledi tidak lebih besar dari jeruk, dan tangannya sangat mirip manusia.

“Homo naledi tetap menjadi salah satu kerabat manusia purba paling misterius yang pernah ditemukan,” kata Berger.

Sejak penemuan awal Homo naledi pada 2013, tim telah menemukan hampir 2.000 fragmen dari lebih dari dua lusin individu pada berbagai tahap kehidupan.

“Ini menjadikan ini situs terkaya untuk fosil hominin di benua Afrika dan menjadikan naledi salah satu spesies hominin purba paling terkenal yang pernah ditemukan,” ungkap John Hawks, profesor di University of Wisconsin-Madison yang juga penulis utama studi sebelumnya tentang kerangka fosil Neo.
**(kmp/ram)