Kisah Istilah “Duit” Sudah Populer Sejak Zaman VOC

117 dibaca

“Indonesia telah menggunakan istilah duit sejak lama. Tampaknya, duit memiliki arti historis panjang dan tak berkesudahan sejak zaman VOC.” (EDUCATION COIN)

Duit sudah sangat akrab terdengar di Indonesia sebagai sebutan lain dari kata uang. Indonesia umumnya telah menggunakan istilah duit sejak lama, begitu juga di wilayah Malaysia.

Tampaknya, duit memiliki arti historis yang cukup lama berkembang. Kabarnya, istilah duit mulai diperkenalkan orang-orang Eropa saat menduduki Indonesia, lebih tepatnya Hindia-Timur saat Verenigde Oostindische Compagine (VOC) berkuasa pada abad ke-17.

Seperti dilansir di laman Nationalgeographic.co.id
Ryūto Shimada dalam bukunya yang dimuat pada Brill, berjudul The Intra-Asian Trade in Japanese Copper by the Dutch East India Company During the Eighteenth Century, yang dipublikasi tahun 2006, menjelaskan seluk beluk tentang duit Belanda.

“Duit adalah koin tembaga Belanda senilai 2 Penning, atau 8 buah duit sama dengan satu kelip, serta 160 buah duit sama untuk satu gulden” tulisnya. Kata “duit” berasal dari kata “duit” atau “doit”, sebutan untuk uang koin kuno eropa yang dibuat pada abad ke-14.

Koin duit digunakan di Belanda sampai 1854. Secara etimologis, kata duit/deut berasal dari kata bahasa Norse Kuno thveit yang artinya sejenis koin kecil, namun arti harfiahnya ialah “kepingan-kepingan”. Mungkin secara sederhana, di Indonesia lebih dikenal dengan uang kencring atau koin recehan, karena nilainya yang kecil.

Untuk memenuhi kekurangan mata uang di wilayahnya yang berkembang, dari tahun 1726 hingga 1794, wilayah Nusantara yang saat itu dikuasai oleh VOC, memesan koin khusus dengan monogram yang diembos di atasnya, logo VOC dan lambang Belanda. Duit dicetak untuk diedarkan di Hindia Belanda, India, Ceylon, dan Malaka.

“Ia juga merupakan bagian dari mata uang yang digunakan untuk membeli pulau Manhattan dari penduduk setempat” tambah Shimada.

Robin L. Dazinger dalam salah satu artikelnya berjudul The VOC Copper Duit pada 2011 lalu, menjelaskan tentang perkembangan duit yang masuk dan beredar di wilayah Hindia-Belanda berkat adanya pengaruh dari VOC.

“VOC yang menduduki hampir seluruh wilayah Indonesia yang disebut Hindia-Belanda, mulai menyebar luaskan mata uang yang ia gunakan sebagai alat transaksi kala itu” tulisnya. Tidak heran, hampir seluruh pelosok Nusantara pernah menemui duit VOC yang beredar.

Para pegawai VOC dalam menggunakan duit, mengekspresikannya ke dalam beberapa bentuk di kehidupan sehari-hari. “Mengambil duit dari kantong” (Een duit in het zakje doen), istilah yang digunakan untuk menyumbangkan sesuatu, atau “Dia adalah pencuri duit” (Hij is een duitendief) yang digunakan untuk menyebutkan bahwa dia sangat rakus.

Ada juga ungkapan “Dia punya banyak kotoran, tapi sedikit duit” (Hij heeft veel kak, maar weinig duiten) untuk menyebutkan bahwa dia adalah seorang pembual dan terlalu banyak bicara. Konon, seringnya penggunaan ungkapan-ungkapan tentang duit, membuat penyebutan duit semakin populer juga dikalangan pribumi.

Satu-satunya penerima koin duit VOC terbesar adalah di Jawa. Karena satuan moneternya tersebar luas di seluruh kepulauan Melayu (Indonesia dan Malaysia), kata duit akhirnya diserap ke dalam kosakata bahasa Melayu menjadi kata slang untuk ‘uang’ selain wang (ejaan Malaysia) dan uang (ejaan bahasa Indonesia).

Selain diresmikan sebagai bahasa tidak baku dalam menyebut uang dalam KBBI, duit juga diserap ke dalam bahasa daerah-daerah di Indonesia, yang membuat istilah ini semakin meluas pengaruhnya.
**(anis)