Gus Baha: Kebenaran bisa Datang dari Mana Saja

164 dibaca

Mungkin, seorang bapak yang kencing sembarangan, punya anak alim, mungkin saja. Makanya kamu pede aja, apalagi bapakmu tidak separah itu. Insya Allah masih mungkin. Karena teori atau syariat Nabi Nuh.

إِنَّكَ إِن تَذَرْهُمْ يُضِلُّوا عِبَادَكَ وَلَا يَلِدُوا إِلَّا فَاجِرًا كَفَّارًا

“Sesungguhnya jika engkau biarkan mereka tinggal, niscaya mereka akan menyesatkan hamba-hambaMu, dan mereka hanya akan melahirkan anak-anak yang jahat dan tidak tahu bersyukur” (Nuh: 27)

Ayat ini dibatalkan oleh syariat Nabi Muhammad saw. Makanya sekarang banyak TPQ/TPA. Anak TPQ juga kadang bapaknya tidak pernah salat kan? Tentu banyak yang seperti itu.

Saya (Gus Baha) ini kyai, peneliti, jadi tahu. Sering mendengar cerita tetangga, (yang mengakui) dulu mereka tidak salat. Baik itu di Jogja atau dimana pun, sama saja.

“Kok sekarang sholat?” “Malu sama anak saya”. “Anak saya masih kecil puasa sendirian, kasihan, jadi saya temani”. “Jadi niatmu apa?” “Menemani anak”.

Jadi dia tidak tahu niat puasa, karena niatnya adalah menemani anak. Jadi, TPQ sekarang menjadi bukti kebenaran teori Nabi. Kadang hidayah itu datang dari anak yang menjalar ke bapaknya. Tidak harus dari bapak ke anaknya.

Nabi Nuh pun diingatkan Allah. Dia seorang Nabi, tapi mempunyai anak yang tidak beriman, Kan’an. Dari situ jelas. Makanya Nabi Muhammad saw. disebut Nabi yang paling hebat. Hebat ilmunya maupun pengetahuannya. Gen itu memang penting tapi tidak menjamin.

Buktinya Nabi Nuh punya anak Kan’an. Kyai-kyai tidak boleh kepedean dan sombong, Nabi Nuh aja punya anak Kan’an yang kafir. Tapi memungkiri nasab juga tidak bener.

Semua orang tahu, orang baik anak orang baik anak orang baik anak orang baik. Nabi Yusuf putra Nabi Ya’kub, Ya’kub putra Nabi Ishaq, Nabi Ishaq, putra Nabi Ibrahim. Tapi macet karena Ibrahim anak dari Azar.

Makanya bagi yang punya nasab (tidak baik), contohlah Nabi Ibrahim yang menjadi putra Azar. Bagi yang punya nasab (baik) belajarlah dari Nabi Yusuf. Yusuf bin Ya’kub bin Ishaq bin Ibrahim (putra macet tadi) bin Azar.  Itu artinya syariat Nabi saw. lebih kaya.

Nasab juga penting. Tapi percaya (hanya) pada nasab juga salah. Karena Allah memberi contoh kekuasaan Allah bermacam-macam. Makanya saya (Gus Baha) benar. Tiap kali ngaji, tidak bosan mengingat-kan dalam surat Ath -Thalaq:

اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ وَمِنَ الْأَرْضِ مِثْلَهُنَّ يَتَنَزَّلُ الْأَمْرُ بَيْنَهُنَّ لِتَعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ وَأَنَّ اللَّهَ قَدْ أَحَاطَ بِكُلِّ شَيْءٍ عِلْمًا

“Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. Perintah Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu.” (At-Talaq: 12)

Di bagian ini, “… perintah berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwasannya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu…”. Pokoknya urusan dunia variasi macam-macam, agar kalian tahu bahwa Allah Maha Kuasa.

Bagaimana tidak, ada orang bodoh menjadi kaya, punya rumah sakit yang berisikan karyawan para profesor doktor. Profesor doktor tentu orang pintar. Jika mereka bekerja di yayasan, ketua yayasannya bodoh atau pintar? Rata-rata? Orang bodoh! Tapi kaya. Mendirikan yayasan besar. Ada kampus dan rumah sakit. Yang memimpin itu bahkan tidak lulus SMP. Tapi punya banyak uang. Dan kayawannya profesor, doktor.

“Kamu yang menangani medis, karena kamu doktor medis”, “Kamu yang menangani bisnis karena kamu PhD, MBA”. “Iya siap”.

Padahal ketuanya tidak lulus SMP. Begitulah Allah, suka bikin ‘pertunjukkan’.  Kelak Indonesia juga sama. Calon Presiden hanya ada dua. Profesor doktor mau tidak mau harus dipimpin presiden itu.

Makanya ada guyonan, kamu kalo nyoblos itu satu, gak boleh dua, maksudnya kalau nyoblos dua sekaligus kan jadi batal suaranya. Tapi kata kubu nomor urut dua, caranya nyoblos itu, satu dibuka, (nomor) dua dicoblos. Hebat sekali bermain kata. Saya (Gus Baha) juga tidak tahu, meski alim, kok ada orang sepintar itu 🙂

Memang seseorang kalau sudah di bidangnya itu sangat pintar. Kalo nyoblos itu satu saja kalau dua tidak sah, batal. Kata kubu yang lain, satu dibuka, (nomor) dua dicoblos, cerdik sekali.

Saya (Gus Baha) yang sealim ini pernah dikalahkan orang kampung, sekali. Seumur hidup, cuma sekali. Gara-gara ada santri minta bapaknya belikan sepeda motor.

Kata si santri :”bapak saya memang bodoh, Gus!”.

“Anak zaman sekarang semua naik motor, tapi saya tidak dibelikan”.

“Padahal bapak saya kaya, punya sawah dan kebun”.

Saya anggap  logika itu cerdas. Anak zaman sekarang tidak punya motor kan kurang gaul. Ternyata bapaknya itu pinter. Lebih pintar dari saya, dalam hal ini.

“Anak saya itu goblok, Gus! Saya terangkan tidak pernah paham!”.

“Bukankah sepeda motor itu butuh bensin? Harta kok menghabiskan harta kok disukai?!”.

“Jika pintar, Gus, harta itu menghasilkan harta yang lain”.

“Contoh sapi, beranak pinak”. ” Berarti itu yang benda melahirkan benda lainnya”.

“Motor itu harta yang bodoh! Yang menghabiskan harta yang lain!”.  Pintar juga dia! “Kok Anda bisa begitu pintar, pak?”

Berarti orang yang punya mobil Alphard semua bodoh semua menurut dia. Karena harta ini menghabiskan harta lain. Harta yang bermanfaat itu yang melahirkan harta lain, seperti sapi. Maka akhirnya:

“Nak, ternyata bapakmu pintar”.

Ternyata Gus Baha kalah pintar. Ternyata kita harus tetap belajar. Kadang orang kampung bisa lebih pintar.

Jadi kita itu, namanya manusia, gak bisa ditebak. kadang orang awam seperti tadi bisa begitu pintar, sekarang, kita ingin harta yang berkembang atau berkurang? Berkembang! Mobil itu akhirnya semakin rusak atau semakin bagus? Makin rusak. Kalo sapi? Makin sering selingkuh kan makin untung.

Rasional mana, punya sapi atau motor? Lebih rasional sapi. Berarti yang punya motor tidak rasional. Jadi menurut sang bapak, anaknya itu bodoh.

Untung saya (Gus Baha) ulama, jadi biasa mendengarkan dua belah pihak. Jadi belum sampai kecelakaan (dalam mengambil sikap). Sama seperti poligami, logikanya begitu. Santri-santri yang sudah mapan mulai ingin poligami.

“Menurut saya Gus, orang yang beristri satu itu bodoh”. Kata yang ingin poligami.

Alasannya mau satu atau pun tiga, sama judesnya. Kalau sama-sama judes, lebih baik tiga, karena bisa tahu rasanya.  Sementara orang yang tidak poligami beralasan, dimarahi satu istri saja sakitnya bukan main, apalagi dimarahi 3 istri. Tidak bisa dibayangkan dimarahi tiga istri. Sama-sama masuk akal. Begitulah alasan mereka.

Meski di zaman sekarang tidak punya motor itu salah, tapi setidaknya kita mendengar alasan. Makanya dulu di zaman sahabat, zaman Nabi, kadang orang kampung juga didengarkan logikanya, masuk akal. Makanya itulah pentingnya mendengar.

Orang Arab yang paling berkesan bagi saya (Gus Baha) adalah kisahnya Abu Musa Al Asy’ari. Dia membuat satu dalil, mengajari orang supaya mengenal Allah. Bahwa dunia ini ada yang menciptakan, dia menyusun dalil “alam itu desain yang berubah-ubah tidak konsisten, sesuatu yang tidak konsisten berarti hal yang baru. Hal Yang baru pasti butuh designer (Pencipta)”

Logika itu dirasa sulit. Lalu bagaimana orang kampung menemukan Tuhan? Ketika dia meneliti ke kampung dan bertanya pada orang disana. Bagaimana cara menemukan Tuhan. Orang kampung malah marah. Dan mengatakan bahwa setiap ada kotoran pasti ada kuda atau unta. Kalau ada kotoran berarti ada yang buang hajat. Setiap jejak kaki, pasti menunjukkan orang telah lewat. Artinya jika ada makhluk (jejak penciptaan) pasti ada yang menciptakan (sebab).

Akhirnya Abu Musa, Abu Mansur, Abul Hasan, semua mengakui, bahwa orang kampung juga cerdas. Ternyata mereka tidak mau punya mobil dan motor, karena harta yang bermanfaat adalah yang melahirkan harta lain. Jangan justru menghabiskan harta lain. Tapi jangan diikuti, nanti orang Islam tertinggal. Nanti kamu tidak akan maju.

فَأَوْحَيْنَا إِلَيْهِ أَنِ اصْنَعِ الْفُلْكَ بِأَعْيُنِنَا وَوَحْيِنَا فَإِذَا جَاءَ أَمْرُنَا وَفَارَ التَّنُّورُ

“Lalu Kami wahyukan kepadanya: “Buatlah bahtera di bawah pengawasan dan petunjuk Kami, maka apabila perintah Kami telah datang dan tanur (dapur pembuat roti) telah memancarkan air…” [Al Mu’minun: 27]

Jadi Nabi Nuh dikasih tanda akan datangnya banjir bandang itu jika dapurnya Nabi Nuh sudah memancarkan air. Tapi Allah itu unik. Jadi datangnya banjir itu bukan angin, hujan atau sungai yang meluap, tapi dapurnya Nabi Nuh memancarkan air.

Akhirnya Nabi Nuh bisa menghindarinya. Karena beliau paham akan kode khusus itu. Andai banjir itu datang dari sungai, orang bisa lari. Karena tanda datangnya diketahui secara masal. Tapi Allah ingin menyelamatkan Nabi Nuh sekeluarga.  Kecuali Kan’an dan istrinya. Jadi tanda tersebut hanyalah kode (bagi Nabi Nuh seorang).**(za/ist)