Masih Bebas Puluhan Orang Terlibat Perkara Korupsi Mantan Bupati Malang

320 dibaca

MALANG–POSMONEWS.COM,-Kepala Dinas PUBM Kabupaten Malang, Ramdhoni serta puluhan lainnya dalam perkara gratifikasi mantan Bupati Malang, Rendra Kresna (berstatus terpidana dalam dua kasus korupsi, yaitu suap dengan hukuman 6 tahun dan gratifikasi dengan pidana 4 tahun penjara.

Anehnya dalam perkara ini adalah bebasnya puluhan orang yang terlibat, karena hingga hari ini belum ada tersangka baru. Pihak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sepertinya enggan melakukan pengembangan atau menyeret pihak-pihak yang terlibat. KPK tidak lagi ‘segarang’ dulu saat KPK dipimpin Antasari dan Abraham Samat.

Banyangkan, pihak-pihak yang terlibat sesuai fakta yang terungkap dalam persidangan, di antaran; Suhardjito (Direktur PT Dharma Utama), Ramdhoni (Kepala Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga (PUBM) Kabupaten Malang sejak tahun 2017 hingga sekarang), Bagus Trisakti selaku Direktur PT. Jakarta Smart Media, Kris Haryanto, Komisaris PT Intan Pariwara, Tukini, Direktur PT Intan Pariwara, Khusnul Farid selaku Ketua Panitia Pengadaan yang menjabat Kepala Bidang (Kabid) Sekolah Menengah Dinas Pendidikan Kabupaten Malang, Pudianto (Kabid Dinas Pendidikan Menengah), Suwandi, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Malang tahun tahun 2007 – 2012, 10. Tri Darmawan Sambodo (Staf PPE – LPSE).

Kemudian, Edi Suhartono, selaku Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Malang tahun 2012 – 2013, Galih Putra Pradhana (Hecker yang dilibatkan dalam proses lelang melalui LPSE), Zaeni Ilyas (CV Sawunggaling), Andik Dwi Putranto (Dirut CV Adi Kersa), Nurhidayat Prima (dari PT Araya Bumi Megah), Heri Sujadi (Kabid Dinas PU BM), Khoiriyah (CV Kartika Fajar Utama), Nata Elianda (adik terdakwa Eryk Armando Talla) dan Nurhidayat Prima (PT Araya Bumi Megah) yang mengerjakan renovasi dan pembungunan rumah anak terdakwa Rendra Kresna, yaitu Kresna Utari Devi Phoksakh di Perumahan The Araya, Jl Araya Valley Nomor 29 Kabupaten Malang senilai 1 miliar rupiah.

Dalam perkara korupsi suap mantan Bupati Malang Rendra Kresna tahun 2011 – 2014 sangat jelas, yaitu penerima suap adalah Rendra Kresna dan Eryk Armando Talla. Keduanya dijerat dalam pasal 12 huruf b Undang-Undang Tipikor (Tindak Pidana Korupsi). Untuk Eryk Armando Talla baru diadili akhir tahun 2020 dalam 2 perkara sekaligus, yaitu Suap dan Gratifikasi dan divonis pidana penjara selama 3 tahun pada tanggal 27 April 2021.

Pasal 12 berbunyi: Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Pasal 5 ayat (1) berbunyi : Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) setiap orang yang :

huruf b : memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya

Anehnya, perkara Korupsi Gratifikasi Bupati Malang Rendra Kresna ini, seperti “panggung sandiwara, ada yang tampak dan ada pula yang tidak”. Sebab si penerima Gratifikasi berupa uang sebesar Rp 6.375.000.000, yaitu terdakwa Rendra Kresna dan terdakwa Eryk Armando Talla sudah diadili dan dinyatakan bersalah melanggar pasal 12 huruf B Undang-Undang Tipikor.

Namun Eryk Armando Talla baru diadili akhir tahun 2020 dalam 2 perkara sekaligus, yaitu Suap dan Gratifikasi bersama Rendra Kresna untuk perkara yang ke 2 yaitu grtaifikasi.

Pada tanggal 27 April 2021, Majelis Hakim menjatuhkan hukuman pidana penjara selama 4 tahun terhadap Rendra Kresna dan membayar uang pengganti sebesar Rp 6.3 M.

Sedangkan Eryk Armandon Talla dijatuhui hukam pidana penjara selama 3 tahun dalam 2 perkara, yaitu Suap dan Gratfikasi dan membayar uang pengganti sejumlah Rp 895 juta.

Pasal 12 B ayat (1) berbunyi : Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggaran negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, dengan ketentuan sebagai berikut :

a. yang nilainya Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) atau lebih, pembuktian bahwa gratifikasi tersebut bukan merupakan suap dilakukan oleh penerima gratifikasi; b. yang nilainya kurang dari Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah), pembuktian bahwa gratifikasi tersebut suap dilakukan oleh penuntut umum.

Ayat (2) berbnyi : Pidana bagi pegawai negeri atau penyelenggaran negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun, dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah.

Yang “tidak tampak” adalah si pemberi Gratifikasi berupa uang sebesar Rp 6.375.000.000. padahal, dalam pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b, dan atau pasal 13 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi sangat jelas berbunyi, “……dipidana penjara…..”

Pasal 5 ayat (1) berbunyi : Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) setiap orang yang :

Huruf a berbunyi : memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya; atau huruf b berbunyi : memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya.

Pasal 13 berbunyi : Setiap orang yang memberikan hadiah atau janji kepada pegawai negeri dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya, atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan tersebut, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) dan atau denda paling banyak Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).

Anehnya lagi adalah, dalalam surat dakwaan dan surat tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sessuai fakta persidangan maupun dalam putusan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Surabaya (27 April 2021) sangat jelas menyebutkan, bahwa uang sebesar Rp 6.375.000.000 sebagai fee proyek di Dinas Pendidikan Kabupaten Malang sejak 2012 hingga 2018 yang diterima terdakwa Rendra Kresna. Direktur PT Dharma Utama sejumlah Rp1 M termasuk dari Ramdhoni selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga (PUBM) Kabupaten Malang sejak tahun 2017 hingga sekarang sebesar Rp 1.5 miliar

Yang lebih anehnya lagi adalah, si pemberi Gratifikasi berupa uang sebesar Rp 6.375.000.000 yang hingga hari ini belum “tampak” di gedung pengadil Koruptor sebagai tersangka/terdakwa.

Pertanyaannya adalah. Apakah si pemberi Gratifikasi berupa uang sebesar Rp 6.375.000.000 terhadap terdakwa Rendra Kresna selaku Bupati Malang dan terdakwa Eryk Armando Talla dianggap benar dan dibenarkan oleh Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi? Atau hanya Ali Murtopo yang layak dijadikan tersangka/terdakwa/terpidana dalam perkara ini?

Menanggapi hal ini, JPU KPK Arif Suhermanto mengatakan (Senin, 3 Mei 2021), hingga saat ini belum menerima informasi apakah ada pengembangan. “Sampai saat ini belum dapat informasi,” kata JPU Arif Suherman.
**(ahmad/jono/ade)