Tumbangnya Restoran di Rest Area Jalan Tol

176 dibaca

Rantai berkarat dan gembok mengikat gagang daun pintu rumah makan yang tutup di rest area (tempat istirahat) Jalan Tol Cikampek Km 39, Cikarang Pusat, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Selasa (9/2/2021).

Kaca buram, di dalam ruangannya kursi ditata terbalik dan lantai berdebu. Tempat rehat yang biasanya ramai oleh lalu-lalang warga kini tampak sepi. Pengendara hanya mampir ke tempat istirahat tol untuk membeli bahan bakar minyak, ke toilet, ataupun mampir sebentar ke minimarket.

Restoran dan gerai makanan usaha kecil menengah sebagian besar sudah tutup. Beberapa masih bertahan meski sepi omzetnya.  Sebagian yang habis masa sewanya tidak memperpanjang dan gerai dibiarkan kosong.

Kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) hingga pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) yang membatasi jumlah pelanggan makan di tempat maksimal 25 persen hingga 50 persen dari kapasitas semakin mengurangi omzet restoran di tempat rehat jalan tol.

Mobilitas warga yang jauh berkurang akibat pandemi Covid-19 menjadi penyebab utama tutupnya sejumlah rumah makan dan gerai makanan usaha kecil menengah di tempat istirahat jalan tol.

Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) melaporkan, sebanyak 1.033 tempat usaha restoran dan hotel di Indonesia saat ini tutup secara permanen akibat pandemi Covid-19.

”Sejak Oktober 2020 sampai sekarang, bisa diperkirakan sekitar 125 hingga 150 restoran yang tutup per bulan,” kata Ketua Badan Pimpinan PHRI Sutrisno Iwantono, seperti dilansir dari Antara, Jumat (5/2/2021).

Wakil Ketua PHRI Bidang Restoran Emil Arifin memaparkan, jumlah tenaga kerja di restoran se-DKI Jakarta sebelum pandemi Covid-19 sekitar 300.000 orang. Saat ini, jumlahnya berkisar 120.000 orang. Jumlah restoran yang tutup diperkirakan mencapai 400 unit.

Sementara Ellen menegaskan, ketidakpastian benar-benar tengah melanda pelaku usaha di ekosistem pusat perbelanjaan dan ritel sehingga tidak bisa membuat perencanaan jangka panjang.

Biasanya, periode Ramadhan-Lebaran menjadi puncak belanja. Namun, tak banyak yang berani berproduksi karena khawatir mubazir.

”Untuk Imlek, acara terdekat saat ini, kami juga belum berani (mengadakan acara). Padahal, biasanya kami menyiapkan acara untuk mendatangkan konsumen,” ujarnya.(kmp/psm)