Makam Megah Putri Cleopatra dari Kerajaan Mauretania di Aljazair

202 dibaca

Mausoleum dari Kerajaan Mauretania, biasa disebut sebagai Mausoleum Juba dan Cleopatra Selene, dapat ditemui di jalan yang terletak di antara kota Aljir dan Cherchell, tepatnya terletak di Tipaza, Aljazair.

Monumen ini masuk dalam daftar Warisan Dunia UNESCO pada tahun 1982. Mausoleum adalah situs peradaban kuno yang sangat penting bagi Aljazair bersama dengan sejarahnya.

“Tempat itu menjadi penting karena merupakan tempat peristirahatan terakhir Juba II dan Cleopatra Selene II, yang merupakan raja dan ratu terakhir Mauretania. Makam ini dibangun pada 3 SM,” tulis Micah Spangler.

Dia menulis tentang jejak situs arkeologi Mausoleum kepada Atlas Obscura, dalam artikelnya berjudul Royal Mausoleum of Mauretania, Tipaza, Algeria: The original resting place of Queen Cleopatra and Mark Antony’s only daughter, yang dipublikasikan pada 2019.

Di antara peninggalan terbesarnya, terdapat makam megah dan menakjubkan dari putri satu-satunya, dari salah satu pemimpin paling terkenal dalam sejarah, Ratu Cleopatra.

“Mausoleum adalah makan dimana anak semata wayang Cleopatra VII (Ratu Ptelomeus Mesir), bernama Cleopatra Selene II,” tulisnya.

Dilansir dari laman Nationalgeographic.co.id
Putri Cleopatra Selene II kurang dikenal. “Lahir di Mesir sekitar 40 SM, Cleopatra Selene II dibawa ke Roma setelah orang tuanya bunuh diri menyusul kekalahan ayahnya, Mark Antony dalam Pertempuran Actium,” tambahnya.

“Sekitar 10 hingga 16 tahun kemudian, dia menikah dengan Juba II, seorang pangeran Berber dari Aljazair modern,” lanjut Spangler.

Pada pertengahan abad ke-1 SM, orang Arab menyebutnya “Al-Kbur Rumiya”, yang artinya “Makam Orang Kristen”. Namun, nama itu tidak ada hubungannya dengan agama Kristen, tetapi terhubung dengan salib yang terukir di salah satu pintu bangunan. Ia merupakan makam Kristen atau seperti yang dikenal dalam bahasa Prancis La Tombeau de la Chretienne.

“Meskipun simbol (salib) itu sering ditemukan di antara artefak dari zaman itu jauh sebelum munculnya agama Kristen, penggunaannya murni sebagai ornamen dekoratif,” tulis Kevin Dyck.

Ia menggambarkan arsitektur megah Mausoleum kepada Mosaic north Africa, dalam artikelnya berjudul Brief History of the Royal Mausoleum of Mauretania in Algeria, publikasi pada 2019.

“Bangunannya berbentuk kerucut, dapat terlihat dari kejauhan. Mausoleum ini sebenarnya adalah bangunan batu melingkar yang kuat dengan keliling 185 meter, berdiameter 61 meter, dan tinggi mencapai 32 meter,” tambahnya.

“Sepertinya fasadnya terbuat dari tangga yang terletak di pilar berbentuk silinder,” lanjutnya.

Di sebelah timur makam, para arkeolog telah menemukan dasar sebuah kuil kecil atau mungkin kuil kamar mayat yang merupakan bagian dari keseluruhan kompleks.

Sebuah pintu masuk yang sempit dan rendah, tersembunyi di dasar makam mengarah ke ruang pemakaman.

“Lurus ke depan, sebuah pintu masuk terbuka memperlihatkan dataran datar dengan singa dan singa betina, yang dipercaya sebagai penjaga kematian,” tulis Dyck.

“Pada pandangan pertama, seseorang yang berkunjung ke Mausoleum akan memiliki perasaan bahwa tempat ini dipenuhi dengan lorong-lorong dan kamar-kamar kecil yang membentuk sistem batu-batu besar,” imbuhnya.

“Pada bagian tengah monumen, terdapat galeri dengan dinding halus dan relung datar. Mungkin, ini berkaitan dengan abu orang mati yang disimpan pada guci,” pungkas Dyck dalam tulisannya.

Masih menjadi misteri tentang tujuan dibangunnya makam ini, untuk siapa makam ini sebenarnya dipersembahkan?

Yang jelas.”Selama bertahun-tahun monumen itu tidak menarik perhatian dan secara bertahap membusuk karena terabaikan,” tambah Dyck.

Kemudian, pada paruh pertama abad ke-20, beberapa upaya dan studi sastra oleh mantan Kepala Arsitek, dilakukan untuk merestorasi Monumen Sejarah di Aljazair, dalam lingkup yang luas.
**(anis)