Satu Suro, Tradisi Sakral Masyarakat Jawa

220 dibaca

Perayaan malam satu Suro begitu melegenda bagi masyarakat Jawa, khusunya di Jogjakarta dan Solo (Surakarta) masih memegang teguh ajaran yang diwarisi oleh para leluhurnya. Tradisi apa saja yang berkaitan penyambutan malam satu Suro?

SALAH satu ajaran masih dilakukan adalah tradisi malam satu Suro, malam tahun baru dalam kalender Jawa yang dianggap sakral bagi masyakarat Jawa.

Tradisi malam satu Suro bermula saat zaman Sultan Agung sekitar tahun 1613-1645. Saat itu, masyarakat banyak mengikuti sistem penanggalan tahun Saka yang diwarisi dari tradisi Hindu. Hal ini sangat bertentangan dengan masa Sultan Agung yang menggunakan sistem kalender Hijriah yang diajarkan dalam Islam.

Sultan Agung kemudian berinisiatif untuk memperluas ajaran Islam di tanah Jawa dengan menggunakan metode perpaduan antara tradisi Jawa dan Islam. Sebagai dampak perpaduan tradisi Jawa dan Islam, dipilihlah tanggal 1 Muharam yang kemudian ditetapkan sebagai tahun baru Jawa. Hingga saat ini, setiap tahunnya tradisi malam satu Suro selalu diadakan oleh masyarakat Jawa.

Malam satu Suro sangat lekat dengan budaya Jawa. Iring-iringan rombongan masyarakat atau yang biasa kita sebut kirab menjadi salah satu hal yang bisa kita lihat dalam ritual tradisi ini.

Para abdi dalem keraton, hasil kekayaan bumi berupa gunungan tumpeng serta benda pusaka menjadi sajian khas dalam iring-iringan kirab yang biasa dilakukan dalam tradisi malam satu Suro.

Di Solo (Surakarta) biasanya dalam perayaan malam satu Suro terdapat hewan khas yakni kebo (kerbau) bule. Kebo bule menjadi salah satu daya tarik bagi warga yang menyaksikan perayaan malam satu Suro. Keikutsertaan kebo bule ini konon dianggap keramat oleh masyarakat setempat.

Berbeda dengan Solo, di Yogyakarta perayaan malam satu Suro biasanya selalu identik dengan membawa keris dan benda pusaka sebagai bagian dari iring-iringan kirab.

Tradisi malam satu Suro menitikberatkan pada ketentraman batin dan keselamatan. Karenanya, pada malam satu Suro biasanya selalu diselingi dengan ritual pembacaan doa dari semua umat yang hadir merayakannya. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan berkah dan menangkal datangnya marabahaya.

Selain itu, sepanjang bulan Suro masyarakat Jawa meyakini untuk terus bersikap eling (ingat) dan waspada. Eling disini memiliki arti manusia harus tetap ingat siapa dirinya dan dimana kedudukannya sebagai ciptaan Tuhan. Sementara, waspada berarti manusia juga harus terjaga dan waspada dari godaan yang menyesatkan.

Satu Suro merupakan hari pertama dalam kalender Jawa yang  bersamaan dengan 1 Muharram dalam kalender Hijriyah. Meski hanya peralihan tahun, satu Suro dianggap keramat oleh banyak pihak.

Momen malam satu Suro kerap dijadikan melakukan berbagai ritual, terlebih bagi masyarakat Jawa. Karena telah disesuaikan dengan penanggalan hijriyah, ada banyak yang melatarbelakangi berbagai peristiwa penting di bulan Suro. Berikut beberapa ritual malam satu Suro:

1.  Siraman

Ritual ini dilakukan dengan mandi besar dengan menggunakan air dan kembang setaman sebagai bentuk sembah raga. Tujuannya menyucikan raga dan menjadi pertanda dimulainya tirakat sepanjang bulan Suro. Bentuk tirakatnya antara lain; menjaga dan menyucikan hati, pikiran, serta menjaga panca indera dari hal-hal negatif.

2. Jamasan Pusaka

Jamasan pusaka dilakukan dalam rangka merawat dan melestarikan warisan para leluhur. Pusaka merupakan hasil karya dalam bidang seni dan keterampilan yang diyakini mempunyai kesaktian. Jamasan pusaka dilakukan dengan memandikan pusaka dengan cairan tertentu.

3. Larung Sesaji

Larung sesaji merupakan ritual sedekah bumi yang dilakukan dengan melarung berbagai bahan ke laut, gunung, atau tempat-tempat tertentu. Meski banyak yang menganggap musrik, namun ritual ini punya berbagai makna. Salah satunya adalah kesadaran kosmos, penghargaan manusia terhadap alam.

4. Topo Bisu

Ritual ini cocok banget buatmu yang pengin puasa berbicara, Millens! Topo bisu dilakukan dengan bersikap dan mengontrol ucapan selama bulan Suro. Berbagai tirakat dan doa dipercayai mudah terwujud di bulan Suro. Sehingga bagi yang percaya akan menjaga ucapan agar hal-hal baik terjadi.

5. Menggiatkan Ziarah

Kebiasaan masyarakat Jawa berziarah ke makam para leluhurnya. Selain tu, juga berziarah ke makam tokoh terkenal. Selain mendoakan, secara tidak langsung, ziarah juga sebagai bentuk penghormatan pada para leluhur.

6. Menyiapkan Sesaji

Ritual ini dilakukan dengan menyiapkan bunga setaman yang diletakkan di dalam wadah dengan air bening. Sesaji mempunyai makna tertentu. Selain itu, bunga juga melambangkan doa baik yang dipanjatkan kepada Tuhan YME.
Itulah berbagai ritual yang dilakukan pada malam satu Suro. (zubairi indro)