Pertama Sembuh

202 dibaca

Tidak ada berita yang lebih menggembirakan dari pada ini: penderita virus Corona No. 01 di Indonesia dinyatakan sembuh. Sudah boleh pulang.
Doa kita terkabul. Berarti perawatannya tidak sampai 14 hari. Atau hanya dalam 14 hari –kalau dihitung sejak awal.
Penderita No. 01 ini memang harus kita puji. Inisiatifnya untuk segera ke rumah sakit adalah faktor penentu kesembuhan itu.
Tentu ditambah kondisi badan pasien yang baik. Dan penanganan yang baik pula.
Mestinya penderita No. 02 –yang adalah ibu pasien No. 01– juga segera sembuh. Semoga. Kan penanganan terhadap pasien No. 02 sama cepat dengan yang No. 1.
Sedang orang asing yang meninggal di Bali itu –kasus pertama yang meninggal di Indonesia– kondisinya memang sudah berat sejak sebelum masuk RS. Saat itu dia sudah dalam keadaan komplikasi: gula darah, tekanan darah tinggi, dan kelainan paru-paru.
Bahkan dia hanya sempat dirawat satu hari di rumah sakit.
Begitulah penjelasan juru bicara tim penanggulangan wabah virus Corona di Indonesia, Ahmad Yurianto.
Yang saya sukai dari penjelasan juru bicara itu adalah: semua penderita disebutkan asal-usul sakitnya –pasien nomor berapa tertular dari pasien nomor berapa. Atau, pasien itu tiba di Indonesia sudah bervirus Corona sejak dari negara lain.
Dengan demikian kita jadi tahu apakah ada cluster-cluster virus Corona di Indonesia.
Sejauh penjelasan itu hanya ada satu cluster di Jakarta. Yakni dari lokasi pesta valentine yang disertai dansa itu. Yang juga diikuti wanita Jepang yang belakangan diketahui positif mengidap virus Corona sejak dari Malaysia.
Tidak ada cluster lain di luar itu. Penderita lain adalah individual yang datang dari luar negeri, sudah dalam keadaan bervirus.
Saya juga memuji Tom Hanks, bintang film yang sudah Anda kenal itu. Ia membuka rahasia bahwa dirinya terkena virus Corona. Demikian juga istrinya.
Perdana Menteri Kanada juga mengumumkan bahwa istrinya mengurung diri di rumah –setelah sang istri tidak enak badan sepulang dari London.
Kian banyak tokoh dunia yang mengumumkan kondisi diri mereka terkait dengan virus Corona.
Itu sangat baik. Virus Corona bukanlah penyakit pribadi biasa. Ini wabah. Yang masyarakat umum harus lebih banyak tahu. Karena itu membuka diri seperti Tom Hanks sangatlah baik.
Contoh lain dilakukan seorang gadis di Inggris. Dia membuka diri kepada media, SkyTv. Publik bisa belajar banyak dari gadis yang menceritakan kesehatan dirinyi terkait virus Corona itu.
Waktu itu, 15 Februari 2020, dia liburan ke Italia utara. Yakni di kawasan Lombardi –yang belakangan diketahui sebagai basis penderita virus Corona di Italia.
Di kota kecil Romagna itu gadis tersebut merayakan ulang tahunnya yang ke-28.
Dari Inggris dia mendarat di bandara Bologna. Seorang petugas yang mengenakan jas dan dasi memeriksa dirinya. Petugas itu mengenakan masker. Dia lolos. Lalu naik mobil ke arah utara, ke Romagna.
Selama di kota kecil yang indah itu dia bergaul dengan beberapa teman setempat. Termasuk dengan seorang ibu yang mempunyai anak kecil. Umur anak itu baru 3 tahun.
Tanggal 19 Februari –setelah 4 hari di kota Romagna– dia menyaksikan anak kecil itu sakit panas. Disertai batuk-batuk. Si kecil dibawa ke rumah sakit dan mendapatkan obat. Tapi tidak sampai dilakukan pemeriksaan sakit apakah si kecil itu.
Keesokan harinya si ibu juga sakit serupa.
Tanggal 23 Februari –setelah delapan hari di Romagna– dia pulang ke Inggris. Lewat bandara Bologna lagi.
Hari itu dia mendengar kawasan Italia utara mulai di lock-down. Wabah virus Corona sudah berkembang di situ. Tapi gadis 28 tahun itu merasa normal-normal saja. Pun di bandara Bologna. Tidak ada pemeriksaan apa pun.
Demikian juga setiba di bandara Stansted, London Utara. Dia juga tidak diperiksa.
Dia pun langsung ke apartemennya di kota Stansted. Di apartemen itu dia tinggal dengan adik perempuannya dan tiga teman lainnya.
Keesokan harinya pacar si gadis datang menemuinya. Ia memberi tahu adanya sebuah berita yang baru saja tersiar: semua orang yang baru kembali dari Italia-utara harus mengurung diri di rumah.
Gadis itupun melapor ke NHS 111 –via telepon. Tidak ada anjuran harus mengurung diri, kecuali merasakan ada gejala sakit. Tapi dia diminta untuk waspada. Harus menganggap dirinya lagi berada dalam masa inkubasi virus.
Artinya: kalau ada gejala sakit harus segera melapor ke NHS 111.
Tidak ada gejala apa-apa yang dia rasakan. Maka keesokan harinya dia tetap masuk kerja –di sebuah sekolahan. Hanya saja dia tidak pelukan atau salaman dengan teman-teman kerjanya.
Sorenya si gadis masih makan malam dengan sang pacar dan adiknya.
Baru seminggu kemudian dia merasakan meriang. Sangat ringan. Kalau saja bukan baru datang dari Italia dia akan menganggap gejala itu hanya flu biasa.
Keesokan harinya kakinya mulai terasa pegal-pegal dan njarem. Dia masih merasa itu karena sudah lebih satu minggu tidak ke gym.
Tapi tenggorokannya tiba-tiba gatal dan batuk-batuk. Dia masih anggap itu biasa. Apalagi setelah tiga hari batuk itu hilang sendiri. Tenggorokannya itu enakan lagi.
Dia pun terus bekerja seperti biasa. Hanya saja tetap menghindari saling memeluk teman sekerja.
Sampailah pada apa yang tidak dia harapkan. Itu datang pada tanggal 4 Maret 2020. Yakni saat bangun pagi.
Dia merasa sangat lelah. Tidak berdaya.
Tapi dia tetap masuk kerja.
Barulah saat pulang kerja dia merasa lebih lelah lagi. Lalu tertidur.
Sore itu, saat terbangun, badannya demam. Menggigil.
Maka dia pun menghubungi NHS 111. Saat itulah dia diminta mengisolasi diri di rumah.
Dia tahu apa yang harus dia lakukan di apartemen itu. Dia baru ke dapur setelah teman lainnya selesai ke dapur. Itu pun dia bersihkan semua barang dan benda yang pernah dia sentuh. Termasuk pintu.
Demikian juga ke toilet. Dia baru ke toilet setelah semua teman seapartemennya selesai urusan toilet. Dia juga bersihkan benda apa pun di tempat itu sebelum meninggalkan toilet.
Dua hari kemudian, 6 Maret 2020, dia mendapat telepon dari NHS 111. Dia diminta datang ke rumah sakit bersama pacarnya –karena sudah berhubungan dengan si pacar.
Pagi itu, setiba di rumah sakit, sepasang kekasih itu tidak boleh keluar dari mobil. Harus menunggu petugas kesehatan.
Ketika perawat datang, kaca jendela mobil diturunkan. Dia diperiksa –hidungnya dan tenggorokannya.
Hasilnya baru akan diketahui lima hari kemudian.
Sambil menunggu hasil itu dia harus mengisolasi diri sampai tanggal 18 Maret depan. Harus ke dapur dan ke toilet sebagai orang yang terakhir –dan membersihkannya.
Sang pacar tidak ikut dites. Tapi diminta tidak usah masuk kerja. Sampai 10 hari ke depan. Itu karena sang pacar –sampai dia menceritakan kisah ini– tidak merasakan apa-apa.
Sang gadis tiap hari hanya ke taman di kompleks apartemen itu. Jalan-jalan di situ. Lalu masuk rumah lagi.
Dia selalu membuka jendela. Melihat daun-daun di luar. Dia membayangkan bisa segera seperti burung yang bebas terbang ke sana ke mari.
Dia optimistis akan bisa melewati masa kesendirian itu. Dia pun merenung alangkah bahagianya punya teman –tidak hidup sendirian seperti itu.
Cita-citanya setelah wabah ini selesai sangatlah sederhana: akan memeluk teman-temannya seerat-eratnya. (dahlan iskan)