Prosesi Siat Sampian, Upacara Sakral

176 dibaca

Sebelum siat sampian dimulai, dari acara Puja Wali yang jatuh pada Purnama kadasa sebagai upacara ngusaba yang sakral. Siat sampian ini dilaksanakan 4 hari setelah Puja Wali dilaksanakan.
Rangkaian upacaranya sebagai berikut: (1). Semua warga desa bedulu nangkil ke Pura Samuan Tiga jam 07.00 wita, sebelum rangkaian acara dimulai.
(2). Pakaian yang dipakai oleh pengayah permas yaitu kebaya putih dan kain hitam dilengkapi dengan selendang putih, ikat rambut berupa kain putih, menggunakan bunga pucuk rajuna (kembang sepatu merah), sedangkan parekan memakai kwaca putih, kain putih, saput putih, destar putih.
(3). Sebelum Permas (pengayah istri) dan Parekan (pengayah lanang) melaksanakan ayah-ayahannya, terlebih dahulu mereka melaksanakan sembahyang bersama yang diawali dari Pura Beji, kemudian dilanjutkan ke Pura Ratu Sakti, Sedan Atma, Ratu Panji, Pura Anyar, Ajeng atau Pura Utama (Luhur).
Pukul 08.00 wita permas yang banyaknya sekitar 500 orang, dan parekan yang banyaknya sekitar100 orang semua melingkari pura sebanyak tiga kali, setelah selesai dilanjutkan dengan upacara mebajra, setelah selesai dilanjutkan dengan upacara ngober, setelah itu dilanjutkan dengan upacara medandan selendang dan kancut, dimana upacara madandan selendang ini hanya dilakukan oleh permas saja dengan membawa dupa secara beriringan mengelilingi pura sebanyak tiga kali, dan yang terakhir dilanjutkan dengan ngombak, dimana upacara ngombak ini dilakukan oleh permas dan parekan dengan cara berpegangan tangan mengelilingi pura sebanyak tiga kali.
Setelah semua rangkaian upacaranya dilaksanakan mulailah upacara siat sampian tersebut. Sampian yang digunakan adalah sampian Dangsil atau Jerimpen. 1. Permas yang melaksanakan siat sampian terlebih dahulu. 2. Dilanjutkan oleh Parekannya menarikan tarian rejang.

Mengenyahkan Kejahatan
Tradisi siat sampian hanya ada di Pura Samuan Tiga dan dilanjutkan dengan upacara tedun Ratu dilakukan oleh para parekan. Setelah tedun Ratu para permas mempersembahkan segehan Agung dan dilanjutkan dengan upacara mapalengkungan siat pajeng (tedung), setelah selesai upacara tersebut Ratu Manca budal kemasing-masing pura. Ratu Samuan Tiga kembali melinggih di Pengaruman dan nyejer 11 hari.
Siat sampian sudah merupakan tradisi yang diakukan pada saat empat hari setelah pujawali. Karena sudah merupakan tradisi tersebut harus dilaksanakan dan juga sudah merupakan bagian dari rangkaian upacara di pura Samuan Tiga. Kalau tidak dilakukan maka para penyungsung pura atau warga pura merasa upacara yang dilakukan belum lengkap dan masih ada yang kurang karena upacara dan tradisi tersebut bermanfaat juga sebagai penyucian dan pembersihan.
Karena penyungsung pura tidak pernah tidak melaksanakan tradisi tersebut dan akan dilakukan atau diwariskan secara turun-temuru. Mereka menganggap bahwa tradisi di sana harus dilakukan karena tradisi mereka itu sangat langka dan harus dijaga dan dilestarikan dan melekat di desa Bedulu, Blahbatuh dan Gianyar.
Siat Sampian Sampian itu merupakan lambing senjata Dewa Wisnu, dan senjata ini dipergunakan untuk memerangi Adharma (kejahatan). Filosofi yang diambil dari tradisi ini adalah untuk mengenyahkan Adharma atau kejahatan dari muka bumi Selain symbol perang terhadap kejahatan, siat sampian juga untuk merayakan bersatunya berbagai sekte keagamaan (Hindu) di Bali, di samping untuk memohon kesejahteraan lahir dan batin. Pada abad ke-10 Masehi, di Pura ini digela rpertemuan besar antar berbagai sekte Hindu yang ada di Bali dengan mediator pemerintah yang berkuasa di Bali waktu itu.
Pertemuan ini menyepakati penyudahan konflik antar sekte Hindu di Bali dan menjadi awal konsep pura Tri Kahyangan Jagat di Bali, serta penerimaan konsep Tri Murti (Tiga Dewa Utama) di setiap desa yang ada di Bali. Pada intinya, Siat Sampian itu bermakna untuk menyucikan Bhuana Agung (alam semesta) dan Bhuana Alit (bumi). DANAR S PANGERAN