Tafakur, Konsepsi Islam Jalan Menuju Tuhan (4)

334 dibaca

Wedaran ilmu tasawuf kali ini membahas Sabar.  Sebuah maqam paling tinggi dalam ilmu tasawuf. Maqam ini ditempuh setelah menjalani kehidupan di terminal Faqr.  Dari kemiskinan, untuk meningkatkan ketaqwaannya maka seorang zahid harus meneruskan perjalanan ke terminal Sabar. Kata sabar memang sangat ringan diucapkan, sesungguhnya amat berat dijalankan. Karena itu Nabi Muhammad SAW dalam sebuah hadits menegaskan bahwa, kesabaran itu adalah harta terpendam di surga.
Begitu beratnya sabar, maka dalam kabar-kabar dan atsar-atsar disebutkan bahwa iman itu terdiri atas dua bagian. Setengahnya adalah kesabaran, dan setengahnya lagi rasa syukur. Nabi Muhammad ditanya tentang iman, maka beliau menjawab “kesabaran dan tenggang rasa.”
Sabar artinya menahan diri tidak berbuat sesuatu, seperti menahan ucapan, dan menahan nafsu, akibat sesuatu yang timbul mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Hakikat kesabaran menurut Abu Hamid Al Ghazali, terdiri atas pengetahuan, keadaan, dan amal. Pengetahuan di dalamnya seperti pohon (induk), keadaan seperti ranting-ranting, dan amal adalah merupakan buahnya. Karena itulah mashlahat, terhadap/dalam kesabaran, akibatnya, timbul kekuatan dan dorongan untuk melakukan kesabaran.
Sangat jarang seseorang di dunia mampu berenang di lautan kesabaran. Karena yang disabari sangatlah luas. Hamba Allah swt yang terkenal sabar adalah Rasul-Nya, Nabi Ayyub AS. Beliau sabar dalam menghadapi segala ujian. Kehilangan seluruh hartanya hingga jatuh miskin, beliau sabar. Kehilangan semua anak-anaknya beliau tetap sabar, kehilangan kedudukannya hingga beliau di usir dari negerinya, tetap sabar, ditinggal pergi istri tercintanya, beliau tetap sabar, bahkan diuji Allah dengan penyakit kulit bertahun-tahun, tetap sabar.
Seseorang bersabar bukan hanya ketika menerima musibah. Misalnya kehilangan orang-orang yang dicintai, seperti anak, istri, orang tua, dan lainnya. Juga bukan saja kemiskinan atau kekurangan harta. Kemiskinan sudah tidak asing bagi seorang Zahid. Tetapi bersabar ketika menerima kenikmatan, misalnya mendapat harta yang melimpah. Harus disadari bahwa harta itu bekal untuk berjalan menuju Allah.
Merasa yang bangga, senang, dan bergembira ketika mendapat harta, termasuk tidaklah sabar. Sebab, didalam hati jelas terbersit perasaan senang, dan rasa senang itu dari nafsu. Berarti cinta dunia. Jika sudah demikian, maka akan timbul keinginan untuk memperoleh yang lebih banyak lagi. Pada akhirnya akan diperbudak dunia. Padahal, dunia bukanlah tujuan bagi seorang Zahid.
Dalam ucapan, hendaknya berhati-hati. Tidak asal bunyi, atau ikut-ikutan. Tidak mudah marah begitu mendengar ucapan atau perbuatan anak-anak atau istri yang tidak mengenakkan. Banyak kalimat bijaksana yang bisa diucapkan, ketimbang mengeluarkan kata-kata kasar, apalagi umpatan. Sabar itu ada empat yaitu :
1. Menahan diri dari segala perbuatan jahat, menuruti dorongan hawa nafsu yang angkara murka, menghindarkan diri dari dari segala perbuatan yang mungkin dapat menjerumuskan diri ke jurang kehinaan dan merugikan bagi orang yang beriman.
Agaknya hal ini remeh. Sesungguhnya berat. Sesuatu yang ringan, misalnya, dipelototi seseorang, dapat membangkitkan emosi kemarahan. Jika tidak mampu menahan diri, tentu terjadi pertengkaran. Bahkan bisa menuju pada pembunuhan.
Sabar dalam maksiat adalah pertahanan terhadap dorongan-dorongan hawa nafsu yang menggoda manusia untuk berbuat dosa. Rasulullah saw bersabda: “Surga itu dikelilingi kebencian-kebencian hawa nafsu, sedangkan neraka itu dikelilingi oleh kesenangan hawa nafsu.” (HR. Muslim)
2. Sabar dalam menjalankan kewajiban, yaitu jangan sampai bosan dalam menjalankan ibadah, karena segala sesuatu itu membutuhkan kesabaran. Banyak dalil mengenai kesabaran dalam menjalankan kewajiban ini. Dalam Surat Al-Baqarah ayat 45, “Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan, sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk.”
3. Sabar dalam membela kebenaran, melindungi kemaslahatan, menjaga nama baik bagi diri sendiri, keluarga, dan bangsanya. Sabar dalam hal ini adalah berani membela kebenaran.
4. Sabar dalam kehidupan dunia, yaitu sabar terhadap tipu daya dunia, tidak terpikat oleh gemerlapnya kehidupan dunia, dan tidak menjadikan kehidupan dunia sebagai tujuan, tetapi hanya sebagai alat untuk mempersiapkan diri menghadapi kehidupan yang kekal di akhirat kelak.
Ibnu Abbas RA, berkata, “Kesabaran dalam al-Qur’an ada tiga macam, yaitu kesabaran untuk menunaikan kewajiban-kewajiban karena Allah SWT, yang demikian ini mempunyai 300 derajat, kesabaran untuk tidak melanggar larangan Allah SWT dan ia mempunyai 600 derajat, dan kesabaran dalam menghadapi musibah pada pukulan pertama dan ia mempunyai 900 derajat.”
Dan kesabaran yang paling bagus ialah tidak berbeda ketika mendapat musibah atau rahmat, perilaku yang demikian ini tidak mungkin dapat dicapai kecuali dengan latihan yang lama dalam masa yang lama pula.
Menurut Imam Al Ghazali dalam Ihya’ Ulumuddin, kesabaran terbesar adalah sabar dalam menahan diri dari melampiaskan syahwat dan berlarut-larut dalam melakukannya, dan juga seseorang harus sabar bila diganggu oleh seseorang dengan perkataan atau perbuatan yang tidak menyenangkan. (bersambung). Bung Yon N.