Memiliki Jiwa Sosial Perhatikan Nasib Kaum Fakir Miskin

349 dibaca

▪︎Mengenang Jejak Sunan Drajat, Paciran, Lamongan, Jawa Timur

▪︎POSMONEWS.COM,-
RADEN QOSIM merupakan nama kecil Sunan Drajat. Beliau putra Sunan Ampel, lahir di Ampel Denta, Surabaya, tahun 1470 M, wafat di Desa Drajat, Paciran, Lamongan, tahun 1522 M. Ia merupakan saudara Sunan Bonang.

Ketika dewasa mendapat tugas dari ayahnya untuk berdakwah ke pesisir Gresik, melalui laut. Dalam perjalanan itu, ia terdampar di Kampung Jelak pesisir Banjarwati atau Paciran, Lamongan.

Setahun berikutnya ia mendirikan Padepokan Santri Dalem Duwur, (sekarang bernama Desa Drajat, Paciran, Lamongan). Dalam berdakwah tidak beda jauh dengan ayahnya dengan budaya lokal.

Sejak kecil, Sunan Drajat terkenal cerdas. Setelah Islam dikuasai secara mendalam, ia bertempat di Desa Drajat sebagai pusat kegiatan dakwahnya pada abad XV atau XVI Masehi. Ia memegang kendali keprajaan di wilayah perdikan Drajat sebagai otonom Kerajaan Demak selama 36 tahun.

Saat itu, Sunan Drajat dikenal memiliki jiwa sosial sangat tinggi, memperhatikan nasib kaum fakir miskin dan kesejahteraan rakyat. Ia selalu memberikan motivasi kerja keras, kedermawanan untuk mengentas kemiskinan.

AJARAN dan KAROMAH

1. Menehono teken marang wong wuto:

(Berilah tongkat orang buta)
Beliau menyeru agar yang buta dibantu sampai tujuannya. Selalu mendidik agar tidak buta ilmu pengetahuan, kemiskinan, dan kebodohan.

2. Menehono mangan marang wong kang luwe:

(Berilah makan orang lapar) Anjuran agar para pemimpin untuk selalu peduli kepada masyarakat miskin, serta memberdayakan perekonomian rakyat.

3. Menehono busono marang wong kang mudo:

(Berilah pakaian orang telanjang)
Pemimpin harus mengayomi rakyat, berperilaku sesuai etika agama dan mempunyai akhlak mulia.

4. Menehono ngiyub marang wong kang kudanan:

(Berilah payung orang kehujanan). Pemimpin harus berlaku adil, tidak melakukan penindasan kepada rakyatnya.

KAROMAH

Ketika bertugas menyebarkan Islam di Gresik, tahun 1485 M, Sunan Drajat menumpang perahu nelayan. Saat di tengah laut, ombak besar dan perahunya pecah. Nelayan itu terlempar ke laut, beliau masih sempat meraih pecahan perahu. Dengan izin Allah SWT, ia ditolong seekor ikan cucut dan terdampar di tepi pantai Kampung Jelak, Banjarwati, Paciran, Lamongan.

Penyelamatan itu tercatat dalam sejarah tahun 1485 M. Kedatangannya ternyata sudah dinantikan dua orang tokoh penting di Kampung Jelak, Mbah Mayang Madu dan Mbah Banjar. Kedua tokoh itu akhirnya memeluk Islam dan mempersiapkan dirinya membantu dakwahnya.

Akhirnya ia mendirikan surau (masjid kecil). Lambat laun pengajian yang digelarnya selalu dipadati umat. Beberapa tahun kemudian, ia pindah ke Desa Drajat. Disinilah ia menyebarkan Islam dan terkenal.

PENINGGALAN SITUS

1. Rumah peninggalan Sunan Drajat di Desa Drajat, Paciran, Lamongan, Jatim, masih terawat. Keturunan Sunan Drajat enggan memugarnya berlebihan.

2. Surau peninggalan Sunan Drajat ini sebagai tempat mengajar para santri. Termasuk mengajarkan ajaran-ajarannya, lokasinya berada di sebelah kompleks makam Sunan Drajat.

3.Gamelan untuk mengiringi tembang mocopatnya. Gamelan, kitab, piring keramik, mangkuk keramik, dan sendok tersimpan di museum Sunan Drajat.

4. Bedug sebagai alat komunikasi untuk mengetahui datangnya waktu salat.

REKONSTRUKSI SECARA FISIK

1. Rumah:

Peninggalan rumah Sunan Drajat di Desa Drajat, Paciran, Lamongan, Jatim, masih terawatt dengan baik. Bangunan dari kayu jati tersebut masih utuh dan terawat. Satu-satunya rumah Walisongo yang masih utuh.

2. Surau:

Peninggalan Sunan Drajat ini sebagai tempat mengajar para santri. Termasuk mengajarkan ajaran-ajarannya, lokasinya berada di sebelah kompleks makam Sunan Drajat.

3. Bedug:

Peninggalan Sunan Drajat itu sebagai alat komunikasi untuk mengetahui datangnya waktu salat.**(tim posmo)