Ahli Epidemiolog: Lanjutkan PPKM, Tahan Relaksasi

172 dibaca

Ahli Epidemiolog dari Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman, meminta pemerintah untuk terus memperpanjang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) secara leveling di Indonesia.

Perpanjangan itu menurutnya, harus dilakukan selama pandemi pada virus corona (Covid-19) belum dicabut secara global.

Selain perpanjangan, Dicky juga mewanti-wanti kepada pemerintah agar tidak banyak melakukan relaksasi pada mobilitas warga, lantaran sebaran kasus Covid-19 di Indonesia masih sangat fluktuatif dan berpotensi mengalami gelombang ketiga pada akhir atau bahkan awal tahun mendatang.

“Sejak awal saya katakan Indonesia bahkan semua negara perlu strategi pengawal selama pandemi, strategi yang bertingkat. Nah, di Indonesia ya diadopsi dalam PPKM bertingkat yang bahkan akan terus ada selama pandemi ini,” kata Dicky kepada CNNIndonesia.com, Senin (4/10).

Dicky mengatakan, pemerintah harus terus memantau dan transparan soal data-data indikator penilaian daerah selama PPKM. Kebijakan-kebijakan yang mengundang mobilitas warga secara cukup bebas, menurutnya, harus benar-benar dipikirkan secara matang.

Dicky lantas menilai, pemerintah harus menahan diri untuk melakukan banyak relaksasi kebijakan mobilitas warga, lantaran indikator penilaian di mayoritas daerah menurutnya masih belum ideal. Hanya beberapa kota-kota besar seperti DKI Jakarta yang penanganan pandemi Covid-19 nya terukur dan cukup ideal.

Hal itu juga Dicky sampaikan guna merespons pemerintah yang berniat mengizinkan penyelenggaraan kegiatan berskala besar seperti resepsi pernikahan, pesta, festival, konferensi hingga konser musik meski pandemi Covid-19 belum usai. Izin akan diberikan asal protokol kesehatan dipatuhi.

“Jadi positivity rate kan dijadikan acuan penilaian pelonggaran. Namun di daerah-daerah itu memang positivity rate kecil karena testing mereka sedikit, jadi ini kan belum menggambarkan keadaan sepenuhnya di lapangan sehingga pelonggaran itu juga bisa bias ya, jadi harus dipikirkan matang,” kata dia.

Dicky kemudian mencontohkan, ketika pemerintah melakukan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) di sejumlah daerah yang tingkat positivity-nya diklaim rendah, namun buktinya masih muncul banyak kasus klaster sekolah selama PTM dilakukan.

Kondisi itu menurut Dicky cukup menjadi bukti, bahwa klaim-klaim pemerintah dalam indikator penilaian daerah selama PPKM belum cukup ideal dan valid. Untuk itu, ia mengingatkan pemerintah untuk hati-hati dan melakukan pilot project terlebih dahulu sebelum memutuskan kebijakan pelonggaran terhadap mobilitas warga.

“Bikin lah pilot project sebelum kebijakan dikeluarkan, seperti di luar ada acara konser maka dipantau seluruhnya, lalu output-nya dilihat apakah setelah dua minggu kasus naik atau seperti apa, jadi harus begitu dulu sebelum mengeluarkan kebijakan pelonggaran ya,” ujar Dicky.

PPKM Levelling baik di Jawa-Bali maupun luar kedua wilayah itu yang dimulai sejak 21 September berakhir hari ini, Senin (4/10). Kendati demikian, masih belum diketahui secara pasti apakah pemerintah bakal menghentikan PPKM secara total, atau hanya memperluas kebijakan dalam relaksasi mobilitas warga.

Pemerintah sebelumnya mengaku bakal terus mengevaluasi pelaksanaan PPKM di Indonesia setiap dua pekan sekali. Dalam hal ini, pemerintah akan mengkategorikan sejumlah kabupaten/kota dalam level 1-4 berdasarkan indikator penilaian yang ditetapkan.

Indikator yang dihitung di antaranya jumlah kasus covid-19, kematian, kesembuhan, testing dan tracing, keterisian tempat tidur rumah sakit, hingga capaian jumlah warga yang sudah menerima dosis vaksin covid-19 di wilayah masing-masing tersebut.
**(cnn/ram)