Benarkah Sendang Made Jombang Tempat Pelarian Airlangga?

277 dibaca

Arkelog Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jatim hingga kini belum temukan bukti Sendang Made jadi tempat pelarian Airlangga. Bukti arkeologi yang ditemukan di situs purbakala sejauh ini justru merujuk masa kekuasaan Ratu Suhita, zaman Majapahit akhir.

Arkeolog BPCB Jatim Wicaksono Dwi Nugroho mengatakan, terdapat sejumlah struktur dari bata merah kuno di Sendang Made. Hanya saja struktur tersebut banyak yang sudah ditata ulang sehingga sulit untuk diekskavasi, apalagi dipugar.

Namun, terdapat temuan penting di situs tersebut yang sedikit bisa menjawab ihwal sejarah Sendang Made. Yaitu berupa tulisan pada batu kuno atau inskripsi yang menggunakan aksara Kediri Kwadrat.

“Paling penting adanya inskripsi di Sendang Made. Inskripsi ini menarik karena ada angka tahun 1363 saka atau 1441 masehi, itu masanya Suhita. Kalau tidak salah isinya ‘Menari di Musim Semi’,” kata Wicaksono kepada wartawan, Minggu (5/9/2021).

Meski hanya berisi sepenggal kalimat, lanjut Wicaksono, inskripsi tersebut menjadi bukti arkeologi Sendang Made di Desa Made, Kecamatan Kudu, Jombang merujuk pada zaman Majapahit akhir. Yakni pada masa Ratu Suhita yang berkuasa di Majapahit tahun 1429-1447 masehi.

Angka tahun pada inskripsi di Sendang Made merupakan masa yang cukup jauh setelah Perang Paregreg. Yaitu perang antara istana barat Majapahit yang dipimpin Wikramawardhana melawan istana timur yang dipimpin Bhre Wirabhumi tahun 1404-1406 masehi.

Sedangkan Raja

Airlangga mendirikan dan memerintah Kerajaan Kahuripan atau Daha atau Panjalu tahun 1009-1042 masehi. Ia putra pasangan Raja Udayana dan Mahendradatta. Ayahnya menjadi Raja Bedahulu di Gianyar, Bali dari Wangsa Warmadewa.

Ibunya putri Raja Sri Makutawangsawardhana, penguasa Kerajaan Medang periode Jatim dari Wangsa Isyana. Makutawangsawardhana merupakan cucu Mpu Sindok, raja pertama Kerajaan Medang periode Jatim yang berkuasa pada 929-947 masehi.

“Tidak ada narasi seperti itu (Airlangga lari ke Sendang Made) dalam sejarah kalau kita bicara teks. Kalau misalnya Sendang Made dikaitkan dengan Airlangga buktinya apa? Sedangkan bukti arkeologi angka tahunnya malah dari masa Suhita, Majapahit akhir 1363 saka atau 1441 masehi,” terangnya.

Ia menegaskan, cerita pelarian Airlangga dari invasi Raja Wurawari asal Lwaram (sekarang wilayah Cepu, Blora), memang benar adanya. Karena cerita itu tertuang di Prasasti Pucangan yang sejak ratusan tahun silam menjadi koleksi museum di Kalkuta, India.

Wurawari meluluh lantakkan Kerajaan Medang yang mempunyai ibu kota di Watan, sekarang diperkirakan menjadi wilayah Maospati, Magetan. Serangan tersebut menewaskan Dharmawangsa Tguh, Raja Medang yang merupakan paman sekaligus mertua Airlangga.

Airlangga memperistri putri Dharmawangsa Tguh, Galuh Sekar. Ia terpaksa kabur ke hutan untuk menyelamatkan diri. Kala itu Airlangga ditemani pembantunya, Mpu Narotama. Tidak disebutkan tempat persembunyian Airlangga di dalam Prasasti Pucangan.

“Poin Airlangga melarikan diri itu benar, lalu masuk ke hutan. Apakah itu merujuk daerah Jombang, nanti dulu, buktinya apa dulu? Nah kekeliruan selama ini kemungkinan karena inskripsi di Sendang Made ditulis dalam aksara Kediri Kwadrat. Kalau orang awam yang hanya tahu jenis aksara menilai ini dari masa Kediri, Kahuripan, Airlangga. Kalau dibaca itu tahunnya 1363 saka atau 1441 masehi, masa Suhita zaman Majapahit akhir,” jelasnya.

Cerita pelarian Airlangga dikait-kaitkan dengan Sendang Made juga karena keyakinan sebagian orang bahwa Prasasti Pucangan ditemukan di Gunung Pucangan, Jombang. Seperti diketahui, Sendang Made terletak di lereng gunung tersebut.

Padahal, belum diketahui persis tempat penemuan Prasati Pucangan. Beberapa ahli meyakini prasasti peninggalan Airlangga itu justru ditemukan di Gunung Penanggungan, Mojokerto. Prasasti Pucangan dibawa ke India oleh Thomas Raffles sekitar 200 tahun silam.

“Harus dirunut lagi dan disesuaikan dengan bukti arkeologi. Peristiwa itu kan dimuat dalam Prasasti Pucangan yang diduga berada di Gunung Pucangan, Jombang. Bila demikian harus dilakukan penelusuran kembali. Apakah di pucangan itu masa Airlangga menjadi resi atau pertapa, atau bagaimana? Karena agak gamang juga kalau Prasasti Pucangan ditemukan di Gunung Pucangan, harus ditelusuri lagi catatannya. Karena beberapa narasi sejarah menuliskan begitu saja tanpa rujukan itu diambil dari mana. Sehingga perlu ditelusuri lagi apa benar larinya ke Jombang perbatasan dengan Lamongan atau ke mana,” tandasnya.
**(dtk/ris)