Ritual Mayat Berjalan Ma’nene di Tanah Toraja

138 dibaca

“Tradisi mayat berjalan, Ma’nene, biasanya diadakan dalam sebuah upacara adat. di Toraja.” (Foto: indonesiakaya.com)

Ma’nene di Toraja merupakan upacara membersihkan jasad leluhur yang telah ratusan tahun meninggal. Sudah sedikit daerah di Tanah Toraja yang masih melakukan upacara adat ini. Akan tetapi, kamu masih bisa menjumpainya di Desa Pangala di Kecamatan Rindingallo dan Kecamatan Baruppu, Sulawesi Selatan.

Dilansir dari genpi.id masyarakat yang masih menjalankannya, upacara adat Ma’nene adalah bentuk menghormati mereka yang sudah meninggal. Ma’nene memiliki kaitan erat dengan kepercayaan yang masih dipegang teguh masyarakat Tanah Toraja. Mereka percaya bahwa leluhurnya berasal dari langit dan bumi.

Sehingga, tak semestinya orang yang sudah meninggal jasadnya berada di dalam tanah. Hal itu akan merusak kesakralan bumi sehingga berakibat pada kesuburan tanah.

Masyarakat Toraja melakukan ritual Ma’nene setiap tiga tahun sekali, lebih tepatnya pada bulan Agustus. Masyarakat percaya apabila ritual Ma’nene tidak dilaksanakan sebelum masa panen, maka akan menyebabkan musibah pada ladang dan sawahnya.

Asal Muasal

Pemburu binatang yang bernama Pong Rumasek dikabarkan merupakan asal muasal adanya tradisi ini. Saat tengah berburu di hutan pegunungan Balla pada bulan Agustus, beliau menemukan mayat manusia. Jasad tersebut terbaring dalam kondisi menyedihkan dengan hanya tersisa tulang.

Akibat dari kondisi mengenaskan dari jasad yang ia temukan, hati Pong Rumasek pun tergerak. Ia akhirnya merawat mayat tersebut. Jasad dari mayat tersebut akhirnya dikenakan pakaian, lalu Pong Rumasek melanjutkan perburuannya di hutan.

Setelah itu, hal yang tak disangka-sangka pun terjadi. Setiap Pong Rumasek berburu, ia selalu mudah mendapatkan buruannya. Baik saat berburu buah-buahan maupun binatang di hutan. Hasil panennya pun berlimpah, sehingga ia bisa pulang ke rumah lebih awal.

Hal yang aneh pun muncul. Saat ia kembali berburu di hutan, Pong Rumasek selalu menemukan roh dari jasad yang pernah ia rawat sebelumnya.

Dengan ditandainya hal-hal baik yang menimpanya, maka Pong Rumasek mewariskan peristiwa tersebut menjadi upacara adat. Pong mewariskan amanahnya kepada penduduk Baruppu.

Mulai dari situlah, setelah panen di bulan Agustus diadakan Ma’nene. Ritual ini diadakan untuk menghormati jasad penduduk Tanah Toraja yang telah meninggal, salah satunya Pong Rumasek.

Pelaksanaan Tradisi Ma’nene

Tubuh jenazah yang baru saja meninggal akan diberikan sejumlah pengawet. Hal ini dimaksudkan agar tubuh mereka tetap utuh suatu saat nanti ketika akan melakukan upacara Ma’nene.

Lalu, jenazah akan diberi pakaian serta benda dan makanan kesukaan saat ia masih hidup.
Sebelum Ma’nene digelar, petua adat akan membacakan doa-doa terlebih dahulu untuk meminta keberkahan dari leluhur. Jenazah akan dikeluarkan dari peti yang disebut Patane (kuburan berbentuk rumah). Setelah itu, anggota keluarga dari jenazah akan dibersihkan, dijemur, lalu diganti pakaiannya.

Saat proses dilakukan, kaum pria akan membentuk lingkaran dengan menyanyikan lagu serta tarian. Lagu serta tarian yang dinyanyikan meluapkan kesedihan yang mereka rasakan. Selain itu juga untuk menyemangati para keluarga yang ditinggalkan.

Masyarakat Tanah Toraja masih memegang kepercayaan Aluk Tdolo. Bahkan, apapun agama resmi mereka, kepercayaan Aluk Todolo masih dipegang teguh oleh mereka. Dalam kepercayaan ini, arwah para leluhur dipercaya tetap hidup berdampingan dengan orang-orang yang masih hidup di dunia.

Oleh karena itulah, keluarga mendiang akan menggantikan pakaiannya, meletakkan makanan di sekitar kuburnya, bahkan mengorbankan kerbau. Proses upacara ini untuk satu jenazah hanya membutuhkan waktu sekitar 30 menit.

Upacara Ma’nene sudah berubah dari hanya untuk kegiatan religius menjadi memiliki nilai tambah lain, yaitu pariwisata. Kini, masyarakat luar Tanah Toraja bisa melihat prosesi upacara Ma’nene meskipun bukan merupakan bagian dari suku Toraja.

Mungkin upacara ini terdengar ngeri bagi kamu yang berada di luar Tanah Toraja. Namun, dibalik kengerian upacara ini, tersimpan banyak nilai serta sejarah yang terkandung, lho! Seperti bagaimana masyarakat Tanah Toraja melestarikan adat leluhurnya dan mencintai tanah yang mereka pijak.**(zub/genpi)