Sosok Firaun Perempuan Penguasa Peradaban Mesir Kuno

132 dibaca

Sosok penguasa identik dengan laki-laki. Begitu juga dengan penguasa peradaban Mesir Kuno, yang dikenal dengan sebutan Firaun adalah laki-laki.

Namun ada beberapa Firaun bukanlah seorang laki-laki, melainkan seorang perempuan yang biasanya naik takhta pada masa-masa pemerintahan, dan pada masa-masa pergolakan atau kekosongan kekuasaan.

Seperti diketahui, sepanjang sejarah Mesir, ada banyak ratu, istri, dan ibu para Firaun, yang menjalankan kekuasaan dan pengaruh besar atas keputusan-keputusan Negara.

Lantas siapa saja deretan Firaun wanita tersebut?
Merneith
Pada masa Dinasti Pertama (2900-2730 SM), sosok Memeith yang memiliki arti “yang dicintai dewi Neith” dipercaya memegang gelar kerajaan. Dia adalah istri Raja Djet/Uadji.

Seperti dilansir dari Nationalgeographic.co.id
setelah menjanda, dia harus bertindak sebagai wali untuk putranya Den, pewaris takhta.

Ahli Mesir Kuno Flinders Petrie menemukan mastaba kerajaan yang mewah tempat Merneith dimakamkan di Abydos dan awalnya mengkatalogkannya sebagai milik seorang Firaun laki-laki.

Fakta bahwa Merneith pernah memegang gelar Firaun ialah ketika penemuan kuil pemakaman yang didedikasikan untuk wanita ini di Abydos, penemuan kapal surya di Saqqara, dan penemuan beberapa kapal dengan nama Merneith tertulis yang terletak di mastaba 3503.

Khentkaus I dan Khentkaus II
Kedua ratu ini hidup masing-masing pada akhir Dinasti Keempat (2543-2436 SM) dan selama Dinasti Kelima (2435-2306 SM). Anehnya, representasi keduanya ditemukan dengan atribut kerajaan, seperti janggut palsu. Uraeus (kobra dan burung nasar, simbol kekuatan Firaun).

Khentkaus I adalah putri Menkaure, pemilik piramida terkecil di Giza. Pada tahun 1932, arkeolog Selim Hassan menemukan makamnya, sebuah mastaba megah dalam bentuk sarkofagus raksasa.

Ratu adalah istri Firaun terakhir dari Dinasti Keempat, Shepseskaf, dan ibu dari firaun pertama Dinasti Kelima, Userkaf. Khentkaus I ternyata bertindak sebagai wali bagi tiga anaknya: Userkaf, Sahure, dan Neferirkare Kakai. Di makam penguasa di Giza, prasasti menunjukkan dia sebagai Firaun yang berkuasa, tetapi dia juga tidak ada dalam daftar kerajaan selanjutnya.

Adapun Khentkaus kedua, Darinya kami memiliki piramida tambahan dan kuil pemakaman Abusir, di samping beberapa representasi dirinya dengan atribut kekuatan Firaun.

Imam Manetho, penulis daftar raja Mesir, mengatakan bahwa nama Nitocris sebagai Firaun efektif Mesir dari Dinasti Keenam Mesir kuno (2305- 2118 SM).

Dalam History of Egypt-nya, Manetho mengatakan sebagai berikut:

“Ada seorang wanita, Nitocris, yang memerintah; dia lebih berani dari semua pria dan lebih cantik dari semua wanita pada masanya, diberkahi dengan kulit yang indah dan pipi kemerahan. Nitocris membangun piramida ketiga yang terlihat seperti gunung.”

Dikabarkan bahwa Nitocris menikahi saudara laki-lakinya Merenre II, tetapi ketika dia segera menjadi janda (tampaknya raja dibunuh) dia memerintah sendirian selama dua tahun sebagai Firaun.

Setelah masa pergolakan akhir Kerajaan Lama, Firaun Theban dari dinasti ke-12 (1939-1760 SM) melakukan reunifikasi kedua Mesir. Dua ratus tahun sejarah Mesir ini digambarkan sebagai masa makmur dengan manfaat besar bagi negara. Namun pada akhir dinasti, serangkaian perselisihan dan membawa kembali periode ketidakstabilan.
Dalam konteks inilah sosok Ratu Sobekneferu muncul. Dia adalah putri Amenemhat III. Ia juga dikabarkan saudara perempuan Amenemhat IV, tetapi tidak ada bukti.

Dari semua ini, mungkin yang paling menonjol adalah Hatshepsut, Firaun kelima dari dinasti ke-18 Mesir Kuno (1539-1292 SM). Putri dan istri Firaun, Hatshepsut berkuasa sebagai wali untuk keponakan dan anak tirinya Thutmose III, tetapi akhirnya memerintah Mesir kuno selama sekitar dua puluh tahun, dan tidak hanya sebagai wali dari firaun kecil, tetapi menampilkan dirinya sebagai Firaun yang dimahkotai.

Ia dianggap sebagai Ratu Pemerintah yang paling awal dikenal dalam sejarah dan perempuan kedua yang diketahui naik tahta sebagai “Raja Mesir Hulu dan Hilir” setelah Ratu Sobekneferu dari Dinasti ke-12.

Ratu terkenal lainnya yang memegang gelar Firaun adalah Cleopatra VII Philopator. Dia mendapatkan takhta setelah menikahi saudara laki-lakinya Ptolemeus XIII dan Ptolemeus XIV.

Mendapatkan gelar sebagai istri Raja nampaknya tak cukup bagi Cleopatra. Dirinya kemudian membunuh saudara laki-lakinya, sebelum akhirnya mendapat status sebagai penguasa.

Cleopatra diketahui bunuh diri sewaktu Oktavianusus naik takhta dan menyerang Mesir dengan cara memasukkan tangannya sendiri ke dalam kandang penuh ular berbisa (sejenis Ular Cobra asal Afrika Utara).**(fait)