Polemik Investasi Miras, Siapa Berdosa?

191 dibaca

• KH. Marsudi Syuhud: Yang Meloloskan Berdosa

Perpres Nomor 10 Tahun 2021masih menjadi polemik di tengah-tengah masyarakat. Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH. Marsudi Syuhud menyatakan Perpres Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal yang juga mengatur investasi industri minuman keras (miras).

Menurut Marsudi, gubernur wilayah lain di luar empat provinsi (Bali, NTT, Sulut, Papua) yang ditetapkan dalam Perpres Nomor 10 Tahun 2021, juga berpeluang mengajukan izin investasi industri miras di wilayahnya. Karena hal itu dimungkinkan jika diusulkan oleh mereka.

“Ya enggak usah diandai-andai, wong kalau gubernurnya ingin saja, itu sudah jadi. Kan sudah terbuka izinnya dari daftar negatif investasi menjadi dibolehkan. Jadi mudah saja meski bukan di empat wilayah itu,” katanya dalam YouTube TvOne, Senin (1/3/21).

Nahdlatul Ulama (NU) tetap pada pendirian menolak Perpres ini. Bahkan penolakan soal legalisasi miras ini telah disampaikan jauh sebelumnya yaitu pada 2013 ketika DPR menyusun UU soal Miras.

“Sejak 2013 sudah kami sampaikan, sekarang juga kami sampaikan, tetapi itu tidak didengarkan. Saya yakin pengambil kebijakan mengerti dan paham tentang sikap-sikap ini,” lanjutnya.

Marsudi Syuhud yang juga Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan PBNU akan terus menyampaikan sikap ini kepada pengambil kebijakan. Manfaat ekonomi yang dijadikan dasar pemerintah tidak sebesar mudaratnya kepada umat.

“Nanti kalau masyarakat sudah mabuk semua, akan terasa dampaknya, lha sekarang saja polisi pada bingung menegakkan hukumnya ketika mereka (pengonsumsi miras, red) ngumpet-ngumpet minum minuman keras. Miras ini sumber dari kejahatan-kejahatan lainnya,” tegasnya.

PBNU juga mempersoalkan masalah perdagangan eceran miras atau alkohol yang diatur dalam jaringan distribusi.

Ini menunjukkan bahwa pedagang kaki lima boleh menjual miras jika tempatnya khusus.

“Ini saya ajak membayangkan, tangan kanannya bawa ember jual barang halal ada air mineral, soft drink. Lha karena ini yang penting tempatnya beda maka tangan kirinya bisa bawa ember isinya miras. itu kira-kira apa yang akan terjadi nantinya?,” cetus Kiai Marsudi Suhud.

Hal itu juga memicu keprihatinan banyak kalangan. Bukan hanya kiai-kiai di Majelis Ulama Indonesia (MUI) tetapi para kiai dan ustadz NU di berbagai wilayah Indonesia.

“Semua kiai di MUI, di pojokan mana saja, di kampung terpencil mana pun, kalau ditanya soal miras ya jawabannya tetap sama (menolak),” ujarnya.

Ditegaskannya kembali, pada 2013 PBNU sudah mengkritisi saat DPR menyusun undang-undang soal miras. Makanya PBNU heran kok muncul Pepres ini.

“Nah itu nanti anak cucunya DPR sekarang, ketika sudah tidur di emperan jalan karena pada mabuk, itu baru terasa. Ini yang dosa nanti yang meloloskan ini,” tegasnya.

Sementara itu Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) dan Pengurus Wilayah Persis Jawa Barat (Jabar) tak sepakat dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal yang mengatur investasi minuman keras atau miras.

Perpres yang diteken Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 2 Februari 2021 itu juga akan membuka keran investasi untuk industri minuman beralkohol. Karena itu, Ketua PWNU Jawa Barat KH Hasan Nuri Hidayatullah blak-blakan menyatakan penolakan terhadap Perpres miras tersebut.

“Kami menyarankan sebaiknya presiden membuka investasi di bidang lain yang lebih banyak manfaatnya. Kami secara khusus dari NU, khususnya PWNU Jabar tak sepakat dengan kebijakan tersebut,” tegas Kiai Hasan Nuri Hidayatullah, Senin (1/3/21) malam.

Kiai Hasan Nuri pun menyampaikan dampak negatif dari minuman keras tidak hanya dirasakan saat ini, akan tetapi bisa mengancam generasi yang akan datang.

“Karena apa pun alasannya kalau kita bicara soal manfaat dan mudarat, sisi manfaat dan perkara yang membahayakan, miras sisi mudaratnya lebih banyak dari sisi manfaatnya,” kata Kiai Hasan Nuri.

Ulama yang akrab disapa dengan panggilan Gus Hasan ini juga mengatakan investasi memang bisa mendongkrak perekonomian Indonesia, namun dia mewanti-wanti jangan berasal dari miras.

“Saran kami lebih baik mengejar investasi di sisi lain yang bisa membawa negeri ini lebih berkah untuk masa yang akan datang. Jadi kami dari NU Provinsi Jabar, tidak setuju dengan adanya pembukaan investasi dalam minuman keras,” tegas Kiai Hasan Nuri.

Sementara itu, PW Persis Jabar juga sangat menyayangkan terbitnya Perpres 10/2021 tersebut.

“Jadi jangan mengundang azab dari Allah SWT dengan sikap, perilaku dan kebijakan kita yang tidak baik. Kami sangat menyayangkan kebijakan pemerintah yang tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2021,” kata Ketua PW Persis Jabar, Iman Setiawan Latief.

Imam mengatakan seharusnya pemerintah bisa mencegah peluang yang bisa menimbulkan kerusakan, khususnya akhlak dan perilaku masyarakat dengan memberikan restriksi atau pembatasan.

“Bukan malah sebaliknya, ini diberikan legalitas hanya karena mengharap keuntungan materil dengan masuknya investasi asing,” tegas Iman.

Dia juga mengingatkan bahwa seharusnya undang-undang di Indonesia tidak boleh mengabaikan norma agama, budaya dan etika bangsa yang baik dan religius. Karena itu pihaknya menilai dampak kerusakan moral dan akhlak anak bangsa akan jauh lebih besar dibandingkan harapan keuntungan materi.

Sebelumnya, Kebijakan perizinan investasi bagi industri minuman keras di Papua, Bali, Nusa Tenggara Timur, dan Sulawesi Utara tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal yang diteken Jokowi pada 2 Februari 2021. Perpres tersebut merupakan aturan turunan dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Berdasarkan perpres tersebut, industri minuman keras dapat memperoleh investasi dari berbagai sumber, baik investor asing maupun investor domestik. Dengan izin tersebut, koperasi hingga UMKM juga dapat menyuntikkan investasi kepada industri minuman keras.
(jpnn/alam)