Gempa Magnitudo 9,1 Ancam Selatan Jawa

228 dibaca

• Tsunami Berpotensi Sapu Pesisir Banten Sampai Jawa Timur

Waspa….! Badan Nasional Penanggulangan Bencana dan Institut Teknologi Bandung mengungkap potensi gempa yang dapat membangkitkan tsunami di kawasan Selatan Jawa. Benarkah bencana mengerikan itu mengancam pulau Jawa?

Dua lokasi tersebut berada di kawasan selatan Banten – Jawa Barat dan selatan Jawa Tengah – Jawa Timur.

Temuan itu telah dipublikasikan dalam jurnal internasional Nature. Plt. Direktur Pemetaan dan Evakuasi Risiko Bencana BNPB Abdul Muhari, Ph.D.

Abdul Muhari menuturkan, berdasarkan hasil riset ini, terdapat segmen yang berada di selatan Banten – Jawa Barat dengan potensi energi hingga magnitudo 8,8.

“Sedangkan segmen Jateng – Jatim berpotensi memiliki energi magnitudo 8,9 yang jika terlepas secara bersamaan akan menghasilkan potensi energi setara magnitudo 9,1,” ujar Abdul Muhari dalam siaran pers, Selasa, 28 Desember 2020.

Sebagai antisipasi hal tersebut, BNPB  telah mendesain upaya mitigasi terintegrasi. Salah satu Langkah yakni pembangunan greenbelt yang akan dilakukan dalam waktu dekat.

Greenbelt atau sabuk hijau yang akan dibangun merupakan gugusan tanaman yang mengkombinasikan dua jenis pohon, yaitu mangrove dan pohon palaka.

Mangrove ditanam di sisi menghadap ke laut dengan jenis pandanus atau jenis mangrove lain yang bisa tumbuh di substrat pasir.

Tanaman ini berfungsi untuk mereduksi energi tsunami. Sedangkan palaka, pohon yang termasuk tanaman keras ini berfungsi sebagai lapisan pelindung di sisi belakang atau sisi darat.

Abdul Muhari, Ph.D mengatakan, ketebalan dan formasi penanaman vegetasi ini akan diatur sedemikian rupa, berbasis perhitungan ilmiah agar penetrasi tsunami tidak terlalu jauh ke arah darat dan dapat meminimalisir korban dan kerusakan di daratan.

“Kegiatan penanaman ini diupayakan akan dimulai pada awal tahun dengan berkoordinasi dengan Pemda setempat,” ujar Muhari.

Menurut Muhari, sejauh ini beberapa daerah teridentifikasi telah memiliki tempat evakuasi sementara (TES), namun tidak seluruhnya karena beberapa daerah terletak di dataran rendah.

Untuk itu, Dr. Abdul Muhari menyampaikan untuk daerah-daerah yang berada di dataran rendah, TES dapat memanfaatkan sekolah atau bangunan-bangunan tinggi yang tahan gempa dan tsunami.

Selain itu, fasilitas umum seperti jembatan penyeberangan juga dapat digunakan sebagai temporary vertical evacuation, seperti yang sudah dilakukan di Jepang. Fasilitas tersebut harus didesain sedemikian mudah dijangkau oleh masyarakat yang akan berlari untuk menyelamatkan diri.

Riset mengenai potensi tsunami ini disampaikan oleh Abdul Muhari dan peneliti Institut Teknologi Bandung (ITB) Prof. Sri Widyantoro dan Rahma Hanifa di hadapan Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Tengah, para bupati di kawasan selatan Jawa, TNI, Polri, serta Forkopimda lingkup Provinsi Jawa Tengah.

Menyikapi potensi tersebut, Gubernur Jawa Tengah Ganjar menyampaikan perlu dilakukan pertemuan dengan pihak Pertamina yang memiliki fasilitas penampungan bahan bakar minyak di Kabupaten Cilacap.

Pertemuan ini bertujuan untuk mendiskusikan perlunya penguatan atau perbaikan fasilitas-fasilitas vital yang akan berpotensi memberikan collateral damage pada saat tsunami terjadi.
Di sisi lain, pemerintah juga perlu memperkuat upaya pengurangan risiko bencana (PRB), seperti kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana tsunami.

Kesiapsiagaan tersebut dapat dilakukan dengan memperkuat desa tangguh bencana, melakukan latihan kesiapsiagaan bersama dengan pemerintah dan masyarakat terutama di daerah sepanjang selatan Jawa, minimal tiga kali dalam satu tahun.(pr)