Jadi Pertapan Satria Kera Putih

203 dibaca

Napak Tilas Segoro Kahyangan dan
Bukit Citro Kendalisodo (1)

Nama Kendalisodo selalu diidentikan dengan lakon pewayangan, sebagai pertapaan satria kera putih, Sang Hanoman. Di Lamongan, ternyata ada sebuah wisata alam yang cukup eksotis juga dibumbui cerita mistis jika kita ingin melakukan perjalanan ke tempat ini.

Hari Senin, tanggal 17 Agustus 2020, sebagai tonggak banga Indonesia memperingati Detik-detik Proklamasi Kemerdekaan RI ke 75. Wartawan posmonews. com bersama tim Gowes sejawat, memilih untuk melakukan perjalanan di wilayah Lamongan Selatan. Rombongan kami sepakat, untuk memperingati HUT RI ini dengan seremonial, upacara, rame-rame dan hidmad, namun kami ingin menyambut detik-detik Proklamasi itu di atas bukit Citro Kendalisodo Wonokoyo yang penuh misteri dan memiliki aura mistis yang tinggi.

Bagi pembaca yang hobby bersepeda, untuk menuju ke sana harus betul betul dibutuhkan stamina dan niat yang lurus, karena medan yang dilalui dengan sepeda angin, sepeda mtb harus dengan persiapan prima.

Karena upacara bendera saat ini secara virtual dan dibatasi pesertanya dengan aturan protokol kesehatan yang ketat. Pagi ini berempat berkeinginan untuk melakukan doa tepat detik-detik Proklamasi sedikit berbeda menuju route yang lumayan jauh dari lamongan kota melalui 5 kecamatan dengan jalanan bervariasi.

Posmo bersama Joko R, Anto P dan Mbah Farid berangkat via jalan makadam menuju Kecamatan Kembangbahu, jalanan beraspal mulai naik turun sampai pertigaan Sukobendu. Kami pun harus rehat, beristirahat sambil sarapan nasi rawon untuk menambah stamina, maklum sudah menempuh 20,5 km.

Pukul 08.45 WIB, kami langsung tancap gas melalui jalan beton cor menanjak dilanjut membelah hutan jati. Kini menuju Desa Wudi jalan paving stone menurun amat tajam, perlu kehati-hatian dan konsentrasi ekstra agar tidak jatuh. Usai menempuh jalan berbatu tajam kembali masuk hutan jati lebat, asri sejuk angin sumilir tapi tetap waspada. Duh gusti kemana arah jalan ini karena bercabang?

” Jangan kekiri pak tua salah, mestinya kita ke kanan”, kata Anthok pada pak tua Farid . Kekanan membelah hutan berumput sudah sekiloan mengurut jalan setapak, untungnya ketemu penggendong rumput kita disuruh balik dan jalur kekiri tadi yang benar.

Begitu sampai di puncak lor terlihat pemandangan yang luar biasa, indah sebagai pesona alam, pancaran sinar mentari yang panas menerobos di sela-sela ranting dan daun jati. Sedangkan dari jauh terlihat puncak batu cadas yang eksotik benar.

Setelah perjalanan 45 menit tibalah kami di sisi utara dan berhenti sebentar. Terasa ada getar halus menyapa tengkuk, ada getar bulu kuduk. Tak lupa berdoa dan minta ijin numpang lewat untuk menyapa area berbatu dan aura mistisnya.

” Cak Pink ( panggilan akrab wartawan posmo Arifin Katiq, red) ati- ati penghuni ghoib nya disini galak-galak″, kata pak tua.

Subhanallah.. Allahu akbar luar biasa pemandangan dan tatanan baru baru ini di tengah hutan yang lumayan angker ini. Cabut dirasa usai hilang rasa penat dan berphoto, ada seperti pohon melingkar dengan akar-akar saling mengait mirip pohon estroya di Trinil Wide Brondong.

Tepat pukul 10.00 WIB masuk area puncak Bukit Citro, puncak yang luas seperti Segoro Kahyangan dengan aroma belerang keluar dari tanah membentuk seperti lautan biru. Itulah yang disebut Sumber Kethek, yakni sumber air garam khusus yang bisa dipakai sebagai campuran bahan pembuatan krupuk puli.

” Injih pak, saben dinten kulo mendeteksi toyo garam ini sampai jam lima sore “, kata Suwadji, seorang warga yang biasa mengolah kethek ini, ia membawa motor jepang nya yang memuat 3 jurigen.

Tepat 10.05 WIB kami pun berdoa dan memohon pada Allah agar bencana virus segera menyingkir dan kehidupan kembali normal seperti dulu. Detik itu kami rasa sangat pas, sebagai waktu memperingati detik detik Proklamasi Kemerdekaan RI ke 75, dengan hakikat merdeka itu semoga memasyarakat Indonesia dijauhkan dari fitnah dan kekufuran dari dalam, memunculkan kejujuran yang hakiki.
(DANAR/ARIFIN)