Jembatan Merah, Saksi Sejarah Perang Kemerdekaan

403 dibaca

Di Surabaya ada  banyak monomen sejarah.  Salah satunya Jembatan Merah. Monumen itu menjadi saksi bisu perang kemerdekaan. Yang disebut Perang 10 Nopember 1945. Jembatan Merah itu,  kini dijadikan salah satu obyek wisata sejarah kota Surabaya.

Jembatan yang membentang diatas Kalimas, membujur dari  selatan ke utara itu, dinamai Jembatan Merah bukan tanpa sebab. Di jembatan itu, darah para korban perang 10 Nopember 1945 tumpah memerahkan kawasan itu.

Sebutan ‘Merah’ bagi jembatan itu karena sejarahnya yang kelam. Pasalnya, di jembatan itu dulunya pernah terjadi peristiwa pertumpahan darah antara pejuang Indonesia melawan penjajah di zaman revolusi fisik. Dari saking banyaknya darah  para pejuang dan lawannya yang tumpah di jembatan itu, maka jembatan itu pun dinamakan Jembatan Merah.

Jembatan yang melintasi sungai Kalimas ini sungguh melegenda dan sepertinya tak ada satu pun orang Surabaya yang tidak mengenal jembatan ini.  Dibangun beratus-ratus tahun yang lalu, awalnya jembatan adalah jembatan kayu dan dibuat karena kesepakatan Pakubowono II dari Mataram dengan VOC tahun  11 November 1743. Dalam perjanjian disebutkan bahwa beberapa daerah pantai utara, termasuk Surabaya, diserahkan ke VOC, termasuk Surabaya yang berada di bawah kolonialisme Belanda.

Sejak saat itu daerah Jembatan Merah menjadi kawasan komersial dan menjadi jalan vital yang menghubungkan Kalimas dan Gedung Residensi Surabaya. Dengan kata lain, Jembatan Merah merupakan fasilitator yang sangat penting pada era itu.  Tak heran jika gedung keresidenan Surabaya saat itu dibangun tepat di ujung barat jembatan, agar pemerintah bisa langsung mengawasi kebersihan, keamanan dan ketertiban di sekitarnya.

Dulu, kawasan Jembatan Merah merupakan kawasan paling sibuk pada zaman pendudukan Belanda. Kawasan ini menjadi pusat pemerintahan, perkantoran serta perdagangan. Jembatan berwarna merah yang ada di sini pada mulanya dibangun untuk menghubungkan wilayah Surabaya Timur dan Barat yang dipisahkan oleh Sungai Kalimas.

Wilayah barat Kalimas sendiri dulunya merupakan kompleks pemukiman orang Eropa, sedangkan wilayah timurnya dihuni oleh orang non-Eropa. Di kawasan ini kita masih bisa melihat aneka bangunan tua yang sekarang diadopsi menjadi aneka gedung perbankan dan perkantoran. Di antaranya gedung Maybank, BNI 46 dan Mandiri Escompto yang juga memiliki museum bersejarah.

Jembatan merah tidak banyak berubah. Tentu saja dulunya kayu. Kini dijadikan salah satu menumen sejarah kota Surabaya. Obyek wisata kota yang dapat dikunjungi siapa saja. Setiap saat. Sambil mengenang masa lalu. Masa kakek dan orangtua kita. Yang gugur demi mempertahankan kemerdekaan tanah air kita.

Dalam perkembangannya, Jembatan Merah ini berubah secara fisik sekitar tahun 1890-an, ketika pagar pembatas diubah dari kayu menjadi besi. Saat ini, kondisi jembatan yang menghubungkan jalan Rajawali dan Kembang Jepun di sisi utara Surabaya ini hampir sama seperti jembatan lainnya, dengan warna merah tertentu.

Nah, kenapa dimakan jembatan merah? Ya karena dilokasi tersebut pernah terjadi pertumpahan darah antara pejuang dengan penjajah.  Di tempat ini juga Brigadir A.W.S Mallaby, pemimpin angkatan bersenjata Inggris yang telah menguasai Gedung Internationale Crediet en Verening Rotterdam atau Internatio tewas terbunuh di tangan arek-arek Suroboyo. Jembatan Merah ini pun menjadi saksi bisu betapa gigih dan beraninya arek-arek Suroboyo dalam perang 10 November Surabaya melawan tentara Sekutu dan NICA-Belanda yang hendak menguasai kembali Surabaya. ****