Syekh Maulana Magribi disebut-sebut sebagai salah satu pioner penyebar Islam generasi paling awal di Pulau Jawa. Melalui upaya dan usahanya yang keras banyak penduduk Jawa yang pada akhirnya memutuskan memeluk Islam. Wilayah penyebaran agama Islam yang dipilih oleh sosok ini tergolong luas. Sebab jejak-jejak yang diyakini memiliki keterikatan dengan Syekh Maulana Magribi ini tersebar dari Jawa Timur hingga Jawa Tengah. Di antara jejak-jejak petilasannya tersebut, berada di Kwedhusan, Polokarto, Sukoharjo, Jawa Tengah.
BERADA jauh dari hiruk-pikuk kota karena berada di tengah perdukuhan yang damai. Mungkin tidak akan banyak yang mengira jika gundukan tanah di bawah cungkup yang ditutup dengan menggunakan kain mori ini menyimpan jejak perjalan dari seorang ulama besar yang pernah menyebarkan agama Islam di seluruh tanah Jawa.
Jika dilihat secara fisik, wujud petilasan Syekh Maulana Magribi yang berada di kwedhusan ini sangatlah sederhana. Wujudnya hanya seperti gundukan tanah yang ditutup dengan kain mori. Walau demikian banyak yang percaya jika petilasan ini memiliki tuah yang sangat besar sehingga seringkali dijadikan tempat untuk bertirakat oleh banyak kalangan. Selain digunakan sebagai tempat bertirakat, tempat ini diyakini sebagai pelindung gaib desa.
Dalam sebuah naskah yang ditulis oleh Raden Tumenggung Mangunnagara, salah seorang Abdi Dalem Bupati Pangreh Praja Kitha Surakarta, yang dibukukan pada kisaran tahun 1920-an masehi disebutkan bahwa tempat yang serupa dengan makam ini merupakan sebuah tempat yang diyakini sebagai palenggahan dari Syekh Maulana Magribi. Sementara itu, menurut keterangan warga sekitar, tempat tersebut merupakan tempat ditancapkannya tongkat milik Syekh Maulana Magribi.
Terlepas dari mana yang benar dan mana salah, yang jelas sampai sekarang tempat ini masih dikeramatkan oleh warga. Dalam catatan yang dibuat oleh Raden Tumenggung Mangunnagara tersebut dikatakan bahwa pada zaman itu pernah ada seseorang warga bernama Ki Karimin yang sengaja mengambil kain mori penutup petilasan untuk dijadikan pakian. Namun, naas nasib Ki Karimin. Tak lama setelah ia mengambil kain tersebut. Ki Karimin mendadak jatuh sakit dan tidak lama kemudian meninggal dunia. Tidak hanya Ki Karimin saja yang mengalami nasib buruk. Sang anak yang semula normal tiba-tiba berubah perangainya menjadi sedikit gila.
Adanya perubahan pada sang anak dan serangkaian peristiwa aneh yang terjadi lantas membuat Nyi Karimin, mendatangi orang pintar guna mencari solusi. Oleh orang pintar tadi Nyai Karimin diminta untuk mengembalikan kain yang telah diambil oleh suaminya dari petilasan Syekh Maulan Ibrahim. Setelah itu Nyai Karimin segera pulang dan mencari kain mori yang pernah dibawa pulang suaminya. Alangkah kaget saat tahu kain tersebut telah dipotong-potong menjadi beberapa bagian oleh suaminya.
Di tengah kebingungannya itu, Nyai Karimin lantas membeli kain mori baru. Setelah kain terbeli Nyai Karimin lalu memasang kain tersebut di petilasan Syekh Maulana Magribi. Tidak berselang lama dari peristiwa itu, anaknya yang semula berperangai seperti orang gila kembali normal. Dan kehidupan Nyai Karimin berangsur membaik.
Apa yang menimpa keluarga Nyai Karimin ini membuat banyak pihak yang percaya jika dengan mengganti kain mori yang ada di petilasan Syekh Maulana Magribi itu dapat mendatangkan banyak keberkahan. Semenjak saat itu banyak orang yang silih berganti mengganti kain mori yang ada di petilasan tersebut. Dan hampir semua, mereka yang mengganti kain mori di petilasan tersebut kehidupannya mengalami peningkatan menjadi lebih baik.
Di sisi lain, menurut keterangan Sarji, salah seorang warga desa, keberadaan petilasan Syekh Maulana Magribi ini dianggap sebagai salah satu pelindung gaib desa. Hal ini dikarenakan sejak zaman dahulu hampir tidak ada orang yang memiliki niat jahat mampu keluar dari desa dengan hasil kejahatannya.
“Setiap kali ada maling yang masuk desa, mereka pasti akan meninggalkan hasil atau barang yang mereka curi di sekitar petilasan ini. Kejadian semacam ini tidak hanya sekali. Tetapi berulang kali. Oleh karena terjadinya peristiwa semacam itu. Lalu banyak yang percaya jika tempat ini adalah pelindung gaib desa. Dan sebagai wujud rasa terima kasih atas anugrah Tuhan karena diberi pelindung semacam itu, pada waktu-waktu tertentu warga seringkali melakukan selamatan di tempat tersebut,” ujar Sarji.
Selain itu tempat tersebut seringkali memberi petanda bagi warga desa yang mayoritas memiliki mata pencaharian sebagai petani. Di petilasan ini terdapat lemah pundung, apabila yang lemah pundung ini yang lebih tinggi yang bagian barat. Diyakini masyarakat yang akan mendapat panen melimpah adalah mereka yang tinggal di bagian barat dari petilasan ini. Begitu pula sebaliknya, apabila yang yang lebih tinggi di bagian timur maka yang akan memperoleh panen lebih banyak adalah masyarakat yang tinggal di sebelah timur petilasan.
Sejauh ingatan Sarji, pernah beberapa kali ia menemukan peristiwa aneh di sekitaran petilasan. Dahulu ia pernah kebingungan karena dua ekor sapi yang dipelihara kakaknya di maling orang. Ia dan sejumlah tetangganya mengecek seluruh pelosok desa untuk mencari perginya si maling. Selain pengecekan penjagaan di seluruh jembatan juga dilakukan. Ini dilakukan karena dukuh kwedusan memiliki keunikan dari segi topografi.
Pedukuhan ini dikelilingi oleh sungai Samin dan sungai Dongkol. Pada masa lalu sebelum jembatan di bangun, setiap warga yang ingin keluar desa harus menggunakan rakit atau mengarungi sungai dengan jalan berenang. Setelah dilakukan pengecekan di seluruh penjuru desa, jejak pencuri sapi itu tidak ditemukan. Saat para pencari itu pulang dan kebetulan lewat di dekat petilasan Syeh Maulana Ibrahim alangkah kagetnya mereka, sapi yang dicuri itu sudah merumput tidak jauh dari petilasan.
Di lain kesempatan salah seorang warga juga pernah kehilangan sepeda motor. Saat dilakukan pencarian, jejak-jejak pencuri tidak ditemukan. Namun lagi-lagi sepeda motor yang dicuri oleh maling tadi telah ditinggal di kawasan pemakaman umum yang letaknya sekitar 200 meter dari petilasan.
“Menurut cerita yang dengar, pencuri yang membawa barang curian saat lewat petilasan ini akan melihat perwujudan yang mengerikan. Begitu menakutkannya perwujudan itu hingga membuat si pencuri tidak lagi memikirkan barang curiannya lagi. ada pula yang mengatakan sapi atau sepeda motor yang dicuri seolah-olah akan mogok berjalan. Karena kesulitan membawanya pencuri itu akan meninggalkan barang curiannya, dan lantas melarikan diri untuk mencari selamat,” pungkasnya. ZULY