Gus Baha: Risiko Kurban Sapi “Patungan” Tujuh Orang

571 dibaca

▪︎POSMONEWS.COM,-
HARI Raya Idul Adha (kurban) 1443 H/2022 di depan mata. Ada kebiasaan umat Islam di Indonesia, berkurban hewan sapi atau kerbau secara “patungan”. Begaimana hukumnya?

KH Ahmad Bahauddin Nursalim (Gus Baha), menjelaskan tentang risiko berkurban patungan. Menurut Pengasuh Ponpes Tahfidzul Qur’an LP3IA Kragan, Rembang, Jawa Tengah, risiko hukum kurban sapi atau kerbau melalui cara urunan (patungan) 7 orang.

Kurban patungan menjadi praktik yang makin lazim dilakukan oleh umat Muslim. Bagaimana Gus Baha memandang Qurban patungan tersebut?

Gus Baha menyampaikan penjelasan tentang praktik kurban yang akan datang sebentar lagi. Di sekitar kita, banyak terjadi kasus kurban sapi, yang diadakan secara patungan. Namun, bagaimana jika yang patungan tersebut tidak datang dari satu keluarga, dan terdiri dari orang asing?

Dalam sebuah video yang diunggah oleh channel Santri Gayeng, Gus Baha mengilustrasikan kasus tersebut. Dalam kasus ini, dikhawatirkan pasangan ini kurbannya bercampur dengan kolega-koleganya yang notabene dihukumi non-mahram dalam Islam.

Adapun menurut Imam Malik dalam kitab beliau Mizan Kubra, sebagian ulama mensyaratkan bahwa tujuh orang yang patungan kurban sapi, sebisa mungkin dari satu keluarga atau ahlul bait. Tujuannya supaya bisa serentak untuk membawa satu keluarga menuju surga. Akan tetapi, jika memang tidak terhindarkan toh tidak menjadi persoalan, karena ganjaran masuk surga merupakan kuasa dan hanya bisa diatur oleh Allah SWT semata.

Berikut penjelasan Gus Baha dilansir dari portal Islam iqra.id. Gus Baha menerangkannya dengan gaya ceramah yang khas disertai guyonan.

“Pada hari raya kurban, saya pernah mendapatkan dua pertanyaan yang kriminal semua. Gara-gara kurban urunan (patungan),” katanya.

Sekarang marak iuran Rp. 2 juta dapat sapi. Kalau 2 juta kali 7 dapat berapa? Rp. 14 juta. Pertama bertanya bagus, tapi lama-lama kurang ajar. Yang bertanya bukan dari kalangan NU.

“Pak Baha, katanya kalau sapi satu itu dinaiki 7 orang. Semisal kalau sapi limusin itu harganya kan Rp. 70 juta. Kalau iuran orang 7 kan berat. Misalnya iuran orang 20, anggap saja kuat (sapi limusin) dinaiki 20 orang,” hehehe…

Setelah bertanya kepada saya karena saya guyoni. Kalau orang nasionalis itu kan biasa.

Misalnya istrinya Rukhin kerja ngajar di SD Wonokromo, Rukhin kerja ngajar di SD Kotagede. Orang nasional kan biasa seperti itu.

“Yang tanya saya itu orang nasional, ya tidak NU ya tidak Muhammadiyah,” kelakar Gus Baha.

“Hanya saja suka Islam. Artinya, nanti istrinya Rukhin berkurban di SD Wonokromo sama guru-guru laki-laki di situ, Rukhin berkurban dengan guru-guru perempuan di SD Kotagede. Berarti kan istri Rukhin diambil orang?” hahaha…

Makanya timbul pertanyaan, kalau kurban bareng (patungan) itu kan risikonya kadang membawa istri orang. Sebab, yang ikut patungan itu kan bukan mahramnya.

“Ayo yang pada iuran siap-siap istrinya dibawa orang lain,” hahaha…

“Saya juga pernah ditanya begitu, di tempat saya ada kurban iuran sapi, tapi saya lebih suka kambing. Karena saya agak egois, ingin kurban sendiri,” ungkap Gus Baha.

“Gus, kok tidak ikut urunan (patungan) kurban sapi?”

“Emoh (tidak mau).”

“Kenapa tidak mau, Gus?”

“Tunggu-tungguan rombongan,” hehehe…

“Lah, misalnya surgaku itu Januari, surgamu Desember. Sapinya nunggu kamu kelamaan,” hehe…

“Semisal kalau kurban kambing, surgaku Januari kan langsung terbang. Kalau orang 7 dan surganya tanggalnya beda-beda bagaimana?”

“Masak surgaku bareng Rukhin? Kan secara teori tidak mungkin. Makanya aku tidak mau kurban bareng Rukhin,” hahaha…

Nanti ada pengumuman dari Malaikat;

“Baha masuk surganya ditunda, karena temannya masih di neraka. Haha repot…

Namun, Gus Baha menjelaskan secara gamblang bahwa beramal tidak perlu berpikir seperti itu, yang penting ikhlas saja. Allah nanti mengaturnya bagaimana terserah.

Kalau dituruti nanti bareng istri orang, meskipun sama-sama lelakinya ya akan saling menunggu. Karena kelas surganya masuknya beda-beda. Masak surganya yang saleh dan setengah saleh bareng?

Masak yang saleh nunggu 100 tahun karena teman kurbannya di neraka. Paham nggeh?

“Tidak perlu berpikir seperti itu,” saya bilang begitu. Tapi ini jangan sampai jadi penggalih (dimasukkan dalam hati) ya. Ini omongannya orang nganggur begitu saja,” hehehe..

Cuma lanjut Gus Baha, menurut Syari’at lebih baik kambing untuk satu orang daripada 1 sapi untuk 7 orang. Karena tadi bisa menimbulkan egois tadi.

“Kalau bisa dipanggil Januari ya langsung terbang saja. Kalau jatah masuk surga Desember, iya kalau Desembernya dalam satu tahun, kalau terpaut 100 tahun bagaimana?” paparnya.

“Tidak usah terlalu dipikir, kalau mau beramal ya beramal saja! Orang beramal kok diperhitungkan! Saya tidak suka orang amal kok diperhitungkan. Tidak perlu begitu beramal, beramal saja,” terang Gus Baha.

“Entah bagaimana Allah nanti, terserah. Saya berkali-kali didatangi orang. Lama-lama dia mikir,” hahaha…

“Kalau beramal yang ikhlas, nanti Allah gampang. Misalnya surgamu dulu, yang satu masih di neraka, ya nanti oleh Allah dibuatkan kendaraan khusus, lewat duluan nanti diganti Allah. Allah kan kaya gampang kan?”

Kok repot? Misalnya nanti naik sapi terlalu lama, surganya orang alim hafal Qur’an yang ikhlas ya pakai kilat.

“Sapinya ambil saja buat kamu Khin, saya berangkat duluan,” hehehe…

“Sukanya kok repot..!! Surganya orang-orang saleh itu nanti naik kilat, kelamaan kalau naik sapi tidak sampai-sampai,” hehe..

Orang mau beramal kok perhitungan begitu! Kalau beramal ya beramal saja yang ikhlas!

Makanya, menurut Imam Malik dalam Kitab Mizan Kubro, sebagian ulama mensyaratkan tujuh orang (untuk 1 sapi) itu yang berkurban harus satu keluarga.

“Tujuannya agar tidak membawa istri orang lain,” hehe…

“Tapi, kata Imam Malik, tidak satu keluarga juga tidak apa-apa, kelak biar diatur Allah. Sebenarnya Imam Malik ya bingung juga,” hahaha..

Demikian tausiyah Gus Baha terkait risiko-patungan kurban sapi 7 orang. Semoga kita termasuk orang-orang yang diberi kelapangan rezeki untuk berkurban pada Hari Raya Idul Adha 1443 H/2022.**(zubi)