Dirikan Masjid Pertama, Akses Komunikasi Keluarga Terputus

561 dibaca

▪︎Mengorek Jejak Warga Keturunan Jawa Timur di Vietnam

▪︎POSMONEWS.COM,-
MERANTAU telah menjadi tradisi dan kebiasaan orang Jawa sejak zaman dulu. Banyak tempat termasuk luar negeri yang turut disambangi, seperti Madagaskar, Singapura hingga Suriname. Jejak masyarakat Jawa juga ditemukan di Distrik Ho Chi Minh, Vietnam.

Melansir dari kanal YouTube Jims Daily Life, Minggu (15/5/22), serta dikutip dari laman merdeka.com bahwa warga Jawa yang tinggal di Ho Chi Minh berasal dari Pulau Bawean, Provinsi Jawa Timur. Disebutkan mereka juga berjasa bagi perkembangan muslim di sana, karena berhasil membangun masjid pertama di wilayah tersebut.

Menurut kisahnya, warga Bawean sudah menetap sebelum negara Vietnam merdeka di tahun 1945. Berikut ulasan selengkapnya.

Orang Jawa di Vietnam

Tak ada sumber pasti yang menjelaskan kapan orang-orang Boyan (sebutan orang Bawean di sana) itu sampai. Namun diduga mereka sampai, saat negara Indonesia masih dijajah Belanda dan Vietnam berada di bawah kekuasaan Prancis sebelum tahun 1945.

Marcel Ner (1937), pernah meneliti tentang keturunan Bawean di Ho Chi Minh mengatakan, bahwa para perantau dari Indonesia itu sudah datang di sana sekitar tahun 1850-an. Kemudian orang Bawean juga membangun masjid pertama pada 1885.

Disebutkan Marcel, jumlah orang yang datang mencapai 300-an dan mulanya bertujuan untuk bekerja dengan Pemerintahan Prancis yang berkuasa di Vietnam.

Saat mereka mulai bekerja dan menjalani kehidupan sosial di Ho Chi Minh, warga muslim asal Bawean kemudian membangun masjid pertama di distrik tersebut untuk menjalankan kegiatan ibadah.

Masjid Al Rahim tersebut pertama dibangun tahun 1885 dengan bahan baku yang masih sederhana terbuat dari kayu. Seiringi berjalannya waktu, masjid tersebut kemudian beberapa kali mengalami renovasi hingga megah seperti sekarang.

Salah satu pakar sosial asal Vietnam, Stockhof mengatakan, jika orang-orang Bawean dulu datang menempuh perjalanan melalui Sungai Mekong. Mereka bekerja dengan para pedagang dari Cina dan kemudian mencari pekerjaan ketika tiba di Saigon, (nama pertama Ho Chi Minh).

Tokoh masyarakat, sekaligus warga keturunan Bawean tertua di Ho Chi Minh bernama, Imam Haji Ali, pernah mengatakan jika sekitar 300 sampai 400 orang yang tinggal di Bawean hampir tidak ada yang menguasai bahasa Indonesia ataupun bahasa Bawean.

Menurutnya hanya orang-orang tua yang berusia lanjut saja yang mengerti dan masih melestarikannya. Hal ini yang kemudian membuat tradisi daerah asal di sana tidak ada yang meneruskan.

“Sehari-hari kita menggunakan bahasa Vietnam, hanya orang tua saja yang bisa berbicara bahasa Melayu. Ada juga anak-anak muda yang bisa bahasa Indonesia karena sekolah di sana,” jelas Imam Ally.

Akses Komunikasi Terputus

Hingga saat ini warga keturunan Bawean di Vietnam sudah kehilangan jejak keluarga asal. Sebabnya akses komunikasi saat masa lalu tidak ada, dan di masa sekarang mereka tidak dapat menghubungi atau mengenali tanah kelahiran.

Stockhof menambahkan, jika sejumlah keturunan Bawean di Vietnam pernah berupaya untuk pulang, tetapi gagal karena terkendala dokumen dan terputusnya kontak dengan keluarga di kampung halaman.

Stockhof melanjutkan, yang berhasil hanya beberapa yang masih memiliki kontak kerabatnya. Namun disebutkan, jika jumlahnya sangat sedikit.**(zi)