WAFATLAH DALAM PELUKANKU, CINTAKU

135 dibaca

• Oleh: Denny JA

“Kisahkan puncak-puncak cinta, pengalaman cinta yang nyata. Berikan inspirasi kepada yang mendengar.”

Nasehat itu yang saya ingat ketika saya diminta memberi sambutan di acara pernikahan.

Di era covid-19, saya selalu menghindar datang acara kerumunan. Namun kali ini, yang menikah adalah kakak kandung saya sendiri.

Saya diyakinkan, yang datang sangat sedikit. Semua yang datang harus lolos dulu test swab yang disediakan di pintu masuk.

Sayapun menyanggupinya. Tapi pesan apakah yang harus saya sampaikan?

Kakak saya, di usia 68 tahun, seorang duda beranak tiga, jatuh cinta lagi. Ia menemukan jodohnya, Dewi Trini, janda beranak dua, juga berusia 60 tahunan.

Ketika acara kenalan keluarga, saya sudah kisahkan. Pengantin paling tua dalam sejarah, yang memecahkan rekor dunia, usianya 103 tahun. (1)

Nama sang pengantin, Harry Steven, dari Amerika Serikat. Cinta tak mengenal usia. Pernikahan tak mengenal batas umur.

Ujar saya dalam acara perkenalan keluarga itu, dibandingkan Harry Steven, pengantin usia 103 tahun, Daus dan Dewi yang berusia 60-an tahun, tergolong masih remaja.

“Hahahahaa…,” Daus tertawa. Ia semakin percaya diri untuk menikah lagi walau usia 68 tahun.

-000-

Beberapa jam sebelum menikah, saya berjumpa Daus. Ia bercerita tidur larut malam. Ia gelisah karena tak kunjung hafal ijab kabul: “Kuterima nikahnya dan kawinnya…”

Sementara Ia sangat khawatir di acara nanti, Ia akan salah mengucapkan Ijab Kabul berulang- ulang. Suasana sakral pernikahan akan terganggu.

Saya sudah tahu kegelisahan Daus akan terjadi. Sejak dari rumah, saya sudah siapkan sehelai kertas putih. Saya katakan padanya.

“Daus, ini pemberian kecil saya yang akan kau kenang. Ini kertas putih. Ini pena. Tuliskan saja Ijab Kabulnya di sini. Nanti tinggal kau baca.”

Daus pun menulis Ijab Kabulnya. Saya foto adegan itu dengan handphone. Saya katakan, “foto ini punya nilai sejarah dalam perjalanan hidupmu.”

Tibalah acara saya diminta memberi sambutan kepada hadiran yang datang. Sekaligus pesan kepada mempelai, kakak saya sendiri yang 10 tahun lebih tua dari saya.

Sayapun mulai dengan menceritakan kisah Alexander dan Jeannette, berdua berusia 95 tahun, baru saja melewati 75 tahun pernikahan. Kisah yang menggugah.

-000-

Media besar memberitakan kisah Alexander dan Jeannete. Ada pula koran lokal yang memuat fotonya.

Ini kisah di Connectitute, Amerika Serikat, tahun 2015.

Di foto itu, nampak Alexander dan Jeannette, berdua wafat di ranjang. Mereka wafat hanya berjarak beberapa jam saja, dalam suasana saling berpelukan.

Lalu anak anak, cucu bercerita. Ayah, Alexander wafat terlebih dahulu.

Ujar anaknya, cita cita ibu dan ayah sejak lama tercapai. Mereka hanya ingin wafat dalam pelukan pasangannya.

Ayah lebih dahulu wafat.

Anak yang lain bercerita. Ibu menangis tapi ditahan. Terasa dalam sekali tangisan Ibu. Kepada anak- anak, Ibu berkata. “Ini keinginan Ayahmu. Ia hanya ingin wafat dalam pelukan Ibu.”

Lalu Ibu meminta kami semua keluar ruangan. Keluar kamar. Kata Ibu, Ia ingin sekejap saja hanya berdua dengan ayah.

Ketika kami keluar ruangan ujar anak lain, kami sempat mendengar Ibu berkata pada Ayah yang wafat: “Sayangku, tunggu aku di sana. Aku segera datang.”

Kami sudah menduga. Agaknya tak lama lagi ibu akan menyusul. Wafat.

Selama 75 tahun mereka bersama. Selalu mesra. Seolah yang satu menjadi nyawa bagi yang lain.

Beberapa jam kemudian kami mengetuk pintu. Tapi tak ada suara. Ketika kami membuka pintu, ibu sudah wafat menyusul Ayah. Posisi mereka sedang berpelukan.

Foto dalam posisi wafat bersama sambil berpelukan itu yang dipublikasi di beberapa media lokal.

-00”-

Kisah Alexander dan Jeannette, 75 tahun bersama, lalu wafat hampir berbarengan, sambil berpelukan, segera menjadi percakapan luas di sana.

Mengapa kisah ini heboh? Karena memelihara hubungan cinta yang panjang, yang bertahan lama, apalagi hingga ajal menjelang, hubungan cinta yang bahagia, itu sesungguhnya mimpi banyak orang.

Tak mudah memelihara hubungan cinta yang panjang terutama di dunia barat. Lihatlah data perceraian.

Di Amerika Serikat, tempat Alexander dan Jeannette hidup, angka perceraian mencapai hampir 46 persen.

Artinya, 1 dari 2 pernikahan di sana berakhir cerai. Tapi ada 4 negara lain yang lebih parah lagi. (3)

Tingkat perceraian paling tinggi di Luxembergh: 85 persen. Kedua di Spanyol: 65 persen. Perancis ke 3: 55 persen. Di susul Rusia dan Amerika Serikat; 51 persen dan 46 persen.

Inilah peradaban modern. Di dunia barat, yang berlimpah kekayaan ekonomi. Yang berlimpah ilmu pengetahuan. Yang berlimpah teknologi tinggi. Ternyata tak mudah bagi mereka di peradaban sana membina hubungan cinta jangka panjang.

Tak heran kisah Alexander dan Jeannette menjadi isu.

-000-

Kisah Alexander dan Jeannette pun, segera menjadi perbincangan para peneliti.

Mengapa ada pasangan yang bisa mesra dan bisa tahan lama? Mengapa banyak pasangan yang pecah di tengah jalan? Apa yang membedakannya?

Yang membuat pasangan bertahan lama, hasil dari banyak riset, adalah partnership. Itu kemampuan pasangan itu untuk tetap bersahabat.

Mereka nyaman dan fasih untuk saling terbuka. Mereka nyaman membahas apapun masalah yang dihadapi. Mereka saling membangun toleransi. Mereka tahu batas.

Kualitas partnership ini yang akan membedakan apakah kita bertahan lama atau tidak. Yang membedakan apakah pasangan berbahagia atau tidak.

Tapi bagaimana menumbuhkan partneship ini? Apa yang paling bisa membangkitkan parnership ini?

Banyak jawabannya. Satu dari jawaban itu saya tuliskan dalam puisi pendek. Puisi pendek ini diinspirasi oleh Jalaluddin Rumi.

Spirit partnership akan tumbuh, jika:

“Di taman ini, tiada lagi kau dan aku.
Yang ada hanya kita.
Dan cinta.”

Itulah jawaban yang poweful. “Tiada lagi kau dan aku,” itu hanya ekspresi metaforik. Tak berarti individualitas (kau dan aku) dikalahkan oleh “keberduaan” (kita).

Tapi partnership (kita), kepentingan bersama, waktu yang dilewati bersama, berkomunikasi satu sama lain, mencari solusi bersama, mengembangkan kasih sayang dan saling pengertian, itu yang harus diberi tempat.

-000-

Selesai acara pernikahan, seorang kenalan menghampiri. “Pak, kisah Alexander dan Jeannette itu apakah sejenis puisi esai? Ada fakta, tapi banyak yang bapak fiksikan agar dramatis?”

“Hahahaha, saya tertawa.***

29 Mei 2021

CATATAN

1. Penganten tertua dalam sejarah berusia 103 tahun

https://www.guinnessworldrecords.com/world-records/oldest-bridegroom

2. Kisah Alexander dan Jeannette, wafat hampir bersamaan, berpelukan, setelah melewati 75 tahun pernikahan.

https://abcnews.go.com/US/san-diego-couples-final-fulfilled-75-years-marriage/story?id=32121703

3. List negara yang paling tinggi tingkat perceraian. Luxemburgh: 85 persen.

Divorce Rate by Country: The World’s 10 Most and Least …