Bangunkan Jenazah Diiringi Pukulan Gong

322 dibaca

Mengurai Agama Aluk Todolo Peninggalan Leluhur Suku Toraja (3)

“Upacara yang dilaksanakan di Rante disebut juga “dialuk rante” yaitu rangkaian acara yang berhubungan dengan pemindahan jenazah dari rumah Tongkonan ke rante. Bagai mana urutan acaranya?”

Ma’tundan, yaitu membangunkan jenazah yang diiringi pukulan gong serta ma’badong atau lagu duka.

Mebalun, yaitu membungkus jenazah dengan segala macam perhiasan yang melambangkan status sosial sang jenazah. Dilaksanakan setelah hari ketiga ma’tundan berjalan.

Mengkalao Alang, yaitu menyemayamkan jenazah di dalam lumbung padi selama tiga malam. Dilaksanakan setelah hari keempat mebalun berjalan.

Ma’pangsolo atau ma’palao, yaitu mengarak jenazah ke rante atau lapangan upacara.

Karampoan Tau, yaitu menerima tamu yang datang untuk melayat sang jenazah sehari setelah ma’pangsolo dilaksanakan.

Mantunu, yaitu penyembelihan kerbau yang telah disiapkan oleh keluarga jenazah lalu dagingnya dibagikan kepada para tamu sesuai ketentuan adat.

Meaa atau Ma’peliang, yaitu proses memasukkan jenazah ke dalam kubur batu yang merupakan kuburan kaum yang berasal dari satu Tongkonan yang sama.

Ma’parundun Bombo, yaitu mengantarkan makanan (sesajian) ke liang kubur seminggu setelah meaa.

Pembukaan poteyang oleh pemimpin upacara atau tomebalun di hari kedelapan setelah meaa (satu hari setelah ma’parundun bombo).

Massapa’i, yaitu membersihkan diri pasca Rambu solo’.

Ma’pakende masero, yaitu memutuskan hubungan dari segala kegiatan upacara Rambu Solo’.

Simbol Upacara Rambu Solo’

Tongkonan: Tongkonan merupakan rumah adat dari satu rumpun keluarga atau marga dimana persekutuan darah daging dipelihara. Tongkonan adalah tempat pembinaan dan pemeliharaan aluk. Di samping itu Tongkonan juga berfungsi sebagai sumber wibawa kepemimpinan.

Tongkonan bermakna simbolik sebagai lembaga kekuasaan, kebesaran, dan kemuliaan sang pendiri juga keturunan yang dibangun di atas keunggulan, manfaat, dan kondisi tertentu.

Pakaian: Dalam upacara rambu solo’ pakaian yang digunakan adalah pakaian yang berwarna hitam. Warna hitam adalah simbol kekelaman atau kedukaan. Oleh karena itu dalam suatu upacara rambu solo’ keluarga dan semua orang yang datang ke tempat itu umumnya menggunakan kain berwarna hitam.

Ukiran dan Perhiasan: Pada upacara rambu solo’ tingkat rapasan, rumah, halaman dan pondok serta peti jenasah diberi ukiran dan hiasan-hiasan yang semuanya bermakna melambangkan kebesaran yang meninggal dunia. Hiasan-hiasan dan ukiran-ukiran yang digunakan dalam Rambu Solo’ dimaksudkan sebagai pengantar arwah untuk memasuki dunia seberang yaitu puya.

Oleh karenea itu, kesemarakan suasana dalam pelaksanaan upacara rambu solo’ diyakini oleh penganut aluk todolo sebagai kesempurnaan sang jenazah memasuki puya.

Kesenian: Dalam upacara rambu Solo’, kesenian dan tari-tarian mempunyai arti yang dalam. Jenis kesenian dan tari-tarian yang mempunyai arti yang dalam, jenis kesenian dan tari-tarian yang dipentaskan dalam upacara Rambu Solo’, antara lain:

Baddong, merupakan lagu yang dinyanyikan dalam keadaan berdiri, disertai dengan gerakan tangan dan hentakkan kaki sambil berputar dalam kelompok yang membentuk lingkaran.

Retteng, merupakan lagu duka cita yang dinyanyikan secara berbalasan oleh dua orang atau lebih.

Dondi’, merupakan lagu yang dinyanyikan sekelompok orang secara berbalas-balasan.

Marraka, merupakan lagu duka cita yang dinyanyikan dengan iringan seruling bambu.

Randing, merupakan sejenis tarian perang yang disertai dengan hentakkan kaki dan pekikan suara oleh para penari pria. Randing hanya dilakukan pada pemakaman seorang lelaki yang dianggap pahlawan.

Tau-tau: Tau tau merupakan patung atau arca yang berfungsi sebagai personifikasi dari seseorang yang meninggal dunia dan hanya diadakan dalam tingkat upacara rambu solo’ bagi golongan bangsawan menengah ke atas.

Rante: Rante merupakan tempat diselenggarakanya upacara rambu solo’.

Erong: Erong merupakan peti jenazah yang bentuknya menyerupai sebuah perahu.
**(zubairi indro)