Mahfud: Tak Ada yang Tahu Kapan Corona Berakhir

114 dibaca

Pemerintah dan DPR sepakat tak menunda Pilkada yang akan digelar pada 9 Desember 2020. Hal itu karena tidak ada yang tahu kapan Corona akan berakhir dan bisa saja Corona ada selamanya sehingga Pilkada digelar dengan protokol kesehatan ketat.

“Bagi pemerintah sendiri, alasannya begini, kalau kita ikuti pendapat sebagian warga masyarakat agar Pilkada dilaksanakan sesudah pandemi berakhir, itu juga sulit diterima karena tidak ada satu pun orang yang bisa ramalkan kapan COVID-19 itu berakhir,” ujar Menko Polhukam Mahfud Md, dalam diskusi virtual yang digelar Mappilu PWI, Kamis (1/10/20).

Karena belum dipastikan kapan akan berakhir, Mahfud menyebut kegiatan masyarakat dapat tetap berjalan sambil menerapkan protokol kesehatan. Namun ia memberi catatan agar masyarakat beraktivitas dengan mematuhi protokol kesehatan yang ketat.

“WHO pun badan kesehatan dunia pun itu mengatakan kita tidak tahu ini akan berakhir kapan. Mungkin COVID-19 akan selamanya bersama kita sehingga kita harus menyesuaikan diri melakukan kegiatan-kegiatan yang biasa melakukan kegiatan yang biasa, yang diperlukan tapi juga sadar bahwa di hadapan kita, di samping kita di belakang kita itu ada COVID-19,” kata Mahfud.

Lebih lanjut, Mahfud mengatakan, jika Pilkada ditunda hingga tanpa kepastian, pemerintah harus menunjuk pejabat sementara atau Plt. Sedangkan menurut Mahfud, Plt tidak memiliki kewenangan banyak layaknya kepala daerah definitif, misalnya pengambilan keputusan strategis dan penggunaan anggaran terbatas.

Untuk melaksanakan Pilkada dengan protokol COVID-19, Mahfud mengatakan pemerintah sepakat telah memberikan anggaran bagi penyelenggaraan pemilu untuk kebutuhan alat pelindung diri (APD). Nantinya pada hari pemungutan suara pun akan dirancang agar memenuhi protokol kesehatan, seperti pengaturan jam kedatangan di TPS agar tak terjadi kerumunan dan petugas pemungutan suara memakai APD.

Mahfud mengatakan pelaksanaan Pilkada maupun demokrasi sebelumnya tak pernah lepas dari kontroversi. Kontroversi menurutnya merupakan hal biasa karena sebelumnya Pilkada pernah digelar oleh DPRD, dipilih langsung oleh rakyat, dan digelar masing-masing secara terpisah di tiap daerah, hingga akhirnya Pilkada diputuskan digelar serentak. Namun kini Pilkada menjadi perdebatan lagi karena digelar di masa pandemi Corona.

“Keputusan harus diambil, pasti ada yang setuju ada yang tidak itu biasa, tidak pernah dalam satu momen Pilkada itu lalu tidak ada kontroversi. Jangankan di tingkat nasional, di tingkat daerah saja kontroversi selalu muncul tentang Pilkada ini,” ungkapnya.
(setneg/alam)