Kisah Pabrik Uang Logam di Surabaya Zaman Belanda

278 dibaca

Di masa silam, Surabaya pernah memiliki pabrik uang logam sendiri. Pabrik itu didirikan pada akhir 1805. Saat itu, Letnan Jenderal Loriaux bersedia mendirikan Pabrik Uang Logam (Munt) di Kota Surabaya dengan jaminan bahwa Pemerintah Belanda menyediakan bahan baku pembuatan uang logam berupa plat dan tembaga Jepang.

Pabrik tersebut ditempatkan di dalam gedung yang merupakan bagian dari gereja jemaah Kalvinis di VVillems plein (sekarang Taman Jayengrono). Keberadaan pabrik itu tak berlangsung lama diambil alih oleh Daendels.

Tak Bertahan Lama

Mengutip dari terbitan Oud Soerababaia koleksi Dinas Perpustakaan dan Arsip Jatim, menurut kontrak antara Pemerintah Hindia Belanda dengan Pabrik Uang Logam Surabaya, saat itu Letnan Jenderal Loriaux harus menyediakan uang logam senilai 6.000 ringgit perak. Namun, Gubernur Hindia Belanda saat itu, Daendels membatalkan kontrak tersebut.

Selanjutnya, pada 27 Oktober 1808, Daendels mengambil alih Pabrik Uang Logam Surabaya dan menjadikannya sebagai instalasi Pemerintah Belanda. Pemerintah Hindia Belanda kemudian membangun gedung untuk Pabrik Uang Logam baru di kompleks Artillerie Constructie Winkel di Jalan Penjara, Kota Surabaya.
Pada 1816, gedung gereja yang dulu digunakan sebagai Pabrik Uang Logam diserahkan kembali kepada jemaah gereja Kalvinis.

Pabrik Baru

Sejak 1822, Pemerintah Hindia Belanda tidak hanya membuat uang logam. Di pabrik uang yang baru, juga diproduksi uang emas dan perak.

Pabrik uang yang baru ini dilengkapi dengan platmolen, alat yang digerakkan dengan air dari Kali Krembangan. Alat ini berfungsi sampai tahun 1826.
Seiring perjalanannya, ketinggian permukaan air di Kali Krembangan tidak konstan. Padahal, operasional pabrik uang sangat tergantung pada tinggi permukaan air Kali Krembangan. Saat permukaan air Kali Krembangan rendah, pabrik uang tidak dapat menjalankan kegiatan operasionalnya.

Permasalahan ini membuat Pemerintah Hindia Belanda memutuskan memindahkan pabrik uang ke wilayah Tawangsari yang terletak di tepi Kali Mas. Menurut perhitungan, Kali Mas bisa menjamin platmolen bekerja secara teratur.

Penutupan Pabrik Uang

Sementara itu, pada 1833-1837 sisi bekalang uang tembaga yang diproduksi di Pabrik Uang Tawangsari diberi kode berupa huruf V. Inisial ini merujuk pada nama Pimpinan Direkturnya yang bernama K.J. de Vogel.

Namun, ada kalanya uang yang diproduksi diber kode huruf I. Merujuk pada nama Demmemie, pemimpin  Artillerie Constructie Winkel (Bengkel Peralatan Militer) yang berpangkat kapten.

Akhirnya, pada 11 Desember 1843 Pemerintah Belanda memerintahkan pabrik uang di Tawangsari ditutup lantaran tidak memenuhi syarat sebagai pabrik uang logam yang baik. Sejak saat itu, pembuatun uang logam dikerjakan oleh Pabrik Uang Logam di Belanda.

Sistem Keuangan di Surabaya

Pada 1850, ada dua macam uang yang berlaku di Surabaya, yakni Duit (terbuat dari tembaga) dan Ropij (terbuat dari perak dan tembaga). Satu Duit merupakan 1/8 dari Stui ver (lima sen). Satu Ropij sama nilanya dengan satu Rupiah. Ropij ada tiga macam:

a. Ropij tembaga dari pecahan 100 Duit.

b. Ropij dalam bentuk uang kertas dari pecahan 100 Duit.

c. Ropij perak dari pecahan 160 Duit.**(mdk/ris)