Di’s Way, Cara Dahlan Iskan

487 dibaca

Oleh: H. Surya Aka

Di kalangan media, singkatan “Dis” sangat populer. Itulah kode tulisan Dahlan Iskan, mantan CEO Jawa Pos. Namun setelah dua tahun lalu dia tak lagi menguasai bisnis raksasa media itu, nama itu terus diingat orang.

Tulisan tulisan Dahlan yg bernas dan mencerahkan, ditampung di aplikasi Google: Di”sWay.
Puluhan media online mengutipnya. Jutaan pembacanya.

Nama itulah yang akhirnya diterbitkan menjadi harian cetak. Media baru milik mantan Menteri BUMN Era SBY ini tak lazim. Majalah tapi terbit harian. Bukan berkantor di Jakarta tapi di Surabaya. Kertasnya mengkilap sehalus kulit bayi. Bayi media itulah yang lahir, 4 Juli 202 0 kemarin.

Seperti kelahiran ‘Rahwana’ yang disambut para dewa, Di’sWay edisi perdana juga disambut antusias masyarakat. Padahal gak ada spanduk, gak ada iklan di radio atau media televisi. Tapi, jagad Youtube telah ramai, ratusan nitizen menunggu. Mereka berebut masuk, menunggu tayangan live Dahlan Iskan melaunching Disway. Jadi teringat Tahun 80an, mau nonton bioskop, harus antre.

Menariknya, launchingnya bukan pidato soal media barunya. Melainkan talkshow Melahirkan Kreativitas di tengah NewNormal. Dahlan sebagai host dan Hermanto (Owner Cat Avian) sebagai tamunya.

Dua hari sebelum terbit, Kamis lalu, saya sempatkan singgah ke kantor Disway, di Jalan Walikota Mustajab Surabaya. Ada Mbak Oemy, sekretrais redaksi JawaPos sejak era KembangJepun. Dia duduk di meja reception. Di sebelahnya, ada pintu ruang rapat. Karena pintunya berkaca, terlihat ada banyak peserta rapat. Rupanya Pak Dahlan sedang berbincang dengan Kresnayana Yahya, pakar statistik ITS. Ada pula Prof Dr Suparto Wijoyo pakar lingkungan Unair. Juga ada beberapa pengusaha. Entah apa yang dibahas, tapi yang saya perhatikan adalah pesan Mbak Oemy.

‘’Aka, pesan bos, awakmu jangan pulang dulu,’’ katanya. Hati saya deg degan, mau ditugasi apa ya? Jadi teringat di Kembang Jepun 1982, kalau dipanggil Dahlan hampir pasti ditanya berita dan diberi penugasan.

Hanya 30 menit kemudian, rapat itu selesai, tamu2 keluar ruangan. Sambil menanti tamu2 yang minta berfoto satu persatu dengan Bos Dahlan, saya berbincang dengan Pak Krisna, soal talkshow tiap Jumat pagi, ‘’Bagaimana kebangkitan bisnis NewNormal, khususnya di wedding dan entertainment? Bulan depan bulan mantu?’’. Dia geleng2 kepala. ‘’Masih berat Mas,’’ kata Pak Kris singkat.

Tak terasa,tokoh2 itu keluar dan Dahlan menyapa saya. ‘’Aka, kamu sehat2?’, Saya kaget, karena wajah Bos terlihat segar. Badannya lebih langsing. Maklum tiap hari senam. Dia masih mengenakan kacamata wajah. Sambil menarik tangan saya, Dahlan mengajak saya pindah ke ruang belakang. Kami berjalan lewat samping gedung tempat parkir mobil motor.

Sungguh saya merasa terhormat sekali, sampai di belakang, kami dipersilakan duduk di kursi panjang di belakang gedung satu lantai itu. Kelihatan itu dulunya rumah tangga. Begitu duduk, saya ucapkan selamat dan apresiasi atas akan terbitnya DisWay. ‘’Saya sangat mendukung, karena sebagai jurnalis, sekaligus dosen komunikasi, saya jenuh dengan media sekarang,’’ kataku.

‘’Jenuhnya dimana?’ tanya Dahlan. ‘Hampir semua media, isinya sama. Termasuk koran kita dulu, ikut ikutan sama. Gak ada berita eksklusif. Gak ada investigasi dan feature yang mumpuni, sebagai ciri media yang ditangani Pak Dahlan’’.

Di tengah diskusi, muncul sahabat lama Taufik Lamade, Redpel, yang kini didapuk jadi Pemimpin Redaksi di Di’sWay. Diapun ikut dalam diskusi kami. Kebetulan, di meja ada sebuah koran harian. Judul Headlinenya: ‘’Dihukum Mati, Istri hakim Menangis’’. Judul koran itu, sama dengan judul di media online yang terbit pukul 15.00 kemarin. Kalau berita koran semacam itu, untuk apa baca koran dengan membayar? Itu sebabnya sejak Februari 2020 saya berhenti berlangganan.

Semua koran. Dan baru tau kalau ternyata Pak Dahlan juga sudah gak baca koran dalam setahun ini. Diskusi dengan Pak Dahlan hanya sampai disitu, Dahlan melanjutkan pergi ke percetakan di Osowilangun. Kurang 2 hari terbit, mesin cetaknya baru tiba dan Dahlan ikut membereskan bangunan landasan mesin.

Pernyataan Dahlan bahwa menerbitkan DisWay ini merupakan pengabdiannya kepada jurnalistik yang sedang lesu darah. Memang tak mudah, karna seluruh dunia oplah koran turun bahkan banyak yang mati. Ada yang mati karena dimakan online dan televisi. Ada yang mati sejak pandemi ini. Walau alasan Dahlan ini bertentangan dengan hukum pasar, kami menaruh harapan besar. Sebab, kematian koran di Indonesia bukan semata karena kondisi ekonomi global yang berubah. Tapi juga kondisi redaksinya. Hanya sedikit media yang berfikir independen dengan poltik. Hanya sedikit media yang merdeka secara ekonomi. Kemiskinan yang diderita para jurnalis, sehingga mudah dipengaruhi sumber berita. Diminta menulis sesuai keinginan sumber. Disitulah yang saya sebut ‘’kematian’ jurnalisme Indonesia.

Selain kondisi media yang telah terpengaruh politik kekuasaan, banyak media dan wartawan yang mencari hidup ‘nafsi nafsi’. Wartawan digaji kecil atau tidak digaji, tapi diberi komisi iklan bila dia mendapatkan iklan dari sumber berita. Ini juga sama, independensi media sudah tidak bisa diharapkan lagi.

Kami berharap, Di’sWay yang sahamnya 98% milik karyawan dan hanya 2% milik Dahlan Iskan, akan membangkitkan semangat idealisme wartawan. Wartawan akan digaji cukup dari kerjanya.

Semakin besar oplah dan laba media, semakin besar gaji dan bonus atau tantiem yang ditermanya. Apalagi karyawan tidak lagi mikir biaya cetak. Artinya karyawan hanya mikir bagaimana beritanya bagus, menang dalam bersaing, oplah mampu dinaikkan dengan cara-cara modern, iklan terus digenjot. Sedangkan ongkos cetak sudah disiapkan Dahlan. Disinilah pengabdian Dahlan pada profesi akan terasa. Disilah inti dari bisnis Di’sWay yang mungkin sulit ditiru dan ditandingi konglomerat media lainnya.

Apakah Di”sWay kelak akan mampu merontokkan dominasi koran utama di Surabaya yang telah dibesarkan Dahlan Iskan? Besar harapan akan mampu! walau tidak dalam waktu dekat.

Bahkan Dahlan yang tahun depan genap 70 tahun pun tidak akan berespektasi. Kendali demikian, bukan mustahil, Sebab, roh media itu telah tercabut dari akarnya, ketika Dahlan dan putranya Azrul Ananda tidak lagi menanganinya. Ilmu yang telah diajarkan Dahlan tak lagi dipraktikkan. Jadilah koran yang sama dengan media lainnya.

Maka, usulan kami, pertama, kuatkan kembali doktrin ‘’Rukun Berita’’. Doktrin untuk menentukan syarat layak berita. Mungkin dari 10 rukun, jadikan 20 rukun. Atau tentukan sesuai dengan zamannya.

Memang, salah satu kunci sukses Dahlan karena berhasil mendidik wartawan muda seperti saya waktu itu baru 25 tahun. Dahlan menancapkan doktrin ’10 Rukun Berita’’., Ketika kami dibengkel oleh Dahlan tahun 1985, di JP Kembang Jepun, kami diajarkan 10 kriterima berita menarik.

Kriteria yang populer disebut ‘10 Rukun Berita’ itu. Doktrin itu sangat membekas di hati setiap wartawan hingga kini. Sebab, ketika kita di lapangan atau di redaksi otomatis mampu menilai menarik atau tidaknya sebuah berita, langsung diteropong dengan 10 rukun itu. Yaitu: 1.Aktual. 2. Eskslusif. 3. Dramarik. 4. Tokoh. 5. Magnitute. 6. Baru. 7. Prestasi. 8. Unik. 9. Misi. 10. Trend. Saat ini mungkin dapat ditambahkan misalnya: 11. Mencerahkan. 12. Memberi solusi dan lainnya.

Kedua, perkuat feature dan investigasi. Disini ilmu luar biasa, yang hanya Dahlan yang mampu menginspirasi. Penulisan feature sangat penting. Karena disitulah eksklusivitas muncul di tiap peristiwa.

Contoh, ketika vonis mati terhadap istri hakim di Medan dijatuhkan, tidak cukup menulis kondisi pelaku. Carikan orangtua pak hakim. Apa komentarnya terhadap mantan menantunya divonis mati. Tanyakan ke anak-anaknya.
Bagaiman ibunya dihukum mati.

Mungkin mereka tidak hadir di sidang. Tapi tidaklah sulit melacaknya. Kesimpulannya, tidak ada berita murni peristiwa. Tiap peristiwa harus ada reaksi terhadap pihak yang berkaitan. Disini akan jadi kelebihan Di”sWay.
Ketiga, lakukan pemasaran secara modern. Dewasa ini jualan koran di pinggir jalan sudah tidak lagi zamannya. Karena selain menggangu lalin juga melanggar perda. Maka jualah koran di Indomaret serta pasar2 tradisional. Artinya pemasaran Di’sWay harus berinvestasi untuk memiliki semacam kios di tempat strategis. Bila tiap kelurahan ada Indomart-AlfaMart berarti penyebaran Di”sWay akan merata.

Gebrakan lainnya tidak perlu loper pengantar koran. Cukup pesan Gojek. Dari penerbit langsung ke pelanggan. Akan mengurangi karyawan pemasaran.
Sekali lagi, selamat membaca dan kita nantikan gebrakan Di’sWay.