Bergabung Pasukan Trunojoyo

233 dibaca

Syekh Muhammad Shirotol Mustaqim adalah seorang sufi yang berasal dari Hadramaut Yaman. Awal mula datang ke Indonesia menetap di Sumenep, Madura. Setelah perang antara keluarga kerajaan Mataram berakhir, ia  menetap di perbukitan Paiton, Probolinggo. Di tempat tersebut tokoh ini menjalani kehidupan sufi selama beberapa tahun. Berikut ini kisahnya.

Syekh Muhammad Shirotol Mustaqim adalah seorang ulama sufi yang berasal dari Hadramaut Yaman. Tokoh ini suka mengembara dan berdakwah di berbagai tempat yang disinggahi. Dalam kurun waktu sekian tahun perjalanannya sampai di Indonesia. Lalu,  menetap di Pulau Madura dan diterima dengan baik oleh  Sultan Abdurrahman, Raja Kerajaan Sungenep
Ketika Pulau Jawa mengalami kekacauan dan terjadi perang saudara antara keluarga Kerajaan Mataram, Syekh  Muhammad Shirotol Mustaqim dimintai para kiai  untuk datang ke tanah Jawa membantu putra raja yang anti-Belanda. Permintaan para kiai itu dikabulkan. Maka, Syekh Muhammad Shirotol Mustaqim  konon menuju Pulau Jawa menyeberangi Selat Madura dengan menunggang Kuda Sembrani. Karena kalau naik kapal dianggap terlalu lama. Selama perjalanan naik kuda, ia selalu berzikir.
Atas kuasa Allah SWT, kuda yang dinaiki itu berjalan di atas Selat Madura dengan kecepatan tinggi hingga menuju daratan. Para nelayan yang kebetulan sedang berlayar mencari ikan merasa heran dan takjub melihat ada kuda bisa berjalan di atas air laut yang berombak.
Sesampainya di Jawa, ia langsung bergabung dengan pasukan perang Trunojoyo dan Mas Grendi untuk melawan Belanda. Dalam peperangan ia banyak membunuh tentara  Belanda hingga berakhir dengan dipecahnya Kerajaan Mataram menjadi dua dalam Perjanjian Gianti 1755 M.
Setelah perang saudara berakhir, maka ia menjalani kehidupan sufinya kembali dengan menetap di Paiton Probolinggo. Lokasi yang ditempati adalah di sebuah perbukitan  yang tidak jauh dari pantai dan jauh dari kehidupan masyarakat.
Disini pula Syekh Muhammad Shirotol Mustaqim menggembleng diri dengan beriyadoh, mujahadah dan menjauhkan diri dari kemewahan  dunia yang selama ini banyak diburu oleh kalangan keluarga keraton. Tokoh ini benar-benar memasrahkan diri kepada Allah SWT.
Keberadaannya dalam kurun sepuluh tahun di perbukitan Paiton Probolinggo tidak ada orang yang mengetahui. Kemudian baru diketahui oleh masyarakat setelah turun dari tempat tinggalnya untuk berdakwah pada masyarakat sekitar pantai dan kota Paiton.
Dalam dakwahnya diawali dengan membaca zikir Asma’ul Husna agar orang-orang yang didakwahi lebih mengingat kepada Allah SWT.  Lalu disusul dengan tausiyah selama ½ jam dengan materi ketauhidan dan akhlaqul karimah. Dalam dakwahnya, ia tidak berharap mendapatkan upah dari orang-orang yang didakwahi waktu itu.
Baginya dakwah itu merupakan suatu kewajiban bagi seorang muslim. Karena itu, tidak sepantasnya menerima uang dalam jumlah yang cukup banyak dari orang-orang yang didakwahi. Sikap yang demikian ini menjadikan orang-orang yang didakwahi merasa senang dan tentram ketika mendapatkan tausiyah.
Syekh Muhammad Sirotol Mustaqim sendiri untuk menyambung hidup didapatkan dari hasil kebun dan pertanian miliknya. Dalam kesehariannya hidupnya sederhana dan tidak menampakkan kekayaannya. Hidup apa adanya. Bila ada orang yang minta tolong selalu ditolong dengan ikhlas. HUSNU MUFID